"Prakk..!"
Seikat karton bekas yang di bawa oleh Liony kini terletak di lantai rumah yang dipenuhi dengan barang bekas.
Seorang wanita paruh baya, terlihat duduk sambil memandang Liony dengan muka lemas. Wanita itu tidak lain adalah Mooji, Ibu dari Liony.
Semenjak Ayahnya meninggal, Mooji sering sakit dan lambat laun jadi lumpuh. Dengan keadaan itulah, Liony harus banting tulang setiap hari untuk memenuhi kebutuhan mereka.
"Ibu.. Makanlah!" ucap Liony sambil membuka sebungkus nasi yang baru saja dia belikan.
Mooji perlahan membuka mulutnya. Liony menyuap Ibunya dengan nasi berlauk sepotong ikan. Saat Ibunya makan, banyak nasi keluar berserakan akibat stoke yang di deritanya. Liony tetap sabar dan selalu membujuk Ibunya untuk terus makan demi kesehatannya.
"Ibu minum dulu, ya!" Liony mengambil air minum sembari menyendoknya ke mulut Ibunya.
Tatapan mata Mooji seakan berkata kalau dia sangat kasihan melihat anaknya Liony. Melihat Ibunya demikian, Liony mengelus rambut Ibunya. Liony bisa menduga, apa yang sedang ada di dalam pikiran Ibunya.
Mooji mengangkat tangannya sedikit seakan berkata kalau dia sudah kenyang. Sembari membersihkan sisa makanan yang menempel dan berserakan, kini Liony berdiri mengangkat gelas yang baru saja dipakai oleh Ibunya.
Wajah kusam, baju kusut dan juga kotor sudah menjadi keseharian Liony. Liony berencana mandi dan kembali ke kamar bersama Mooji. Hari terlihat mulai gelap, kini Liony menutup tirai rapuh yang dibuat sebagai penyekat kamar mereka, dengan tumpukan barang bekas hasil kerjanya beberapa hari.
Keesokan harinya, Liony berencana akan mengantar semua barang bekasnya ke tempat Bos Wuyan. Dengan gerobak rapuh, dia mendorong semuanya hingga ke tempat Wuyan.
"Kamu bawa barang banyak hari ini, Liony?" ucap Bos Wuyan.
"Iya, Kho." jawab Liony sembari mengeluarkan barang bekasnya untuk segera di timbang.
Lembaran uang yang diterima Liony hanya bisa untuk biaya hidup paling sederhana selama dua hari. Tanpa berlama-lama, Liony mengambil kembali gerobaknya sembari mendorongnya pulang.
Di rumah kecil dan kumuh tersebut, Liony mengambil kembali karung beserta peralatan lainnya sebagai alat untuk dirinya kembali mendulang rejeki dengan mengumpulkan barang bekas yang ada di sekitar kota.
"Prakk...!"
Liony mendengar sesuatu yang terjatuh dari dalam rumah. Dia berbalik dan melihat apa dan darimana suara itu berasal.
Pintu rumah didorong oleh Liony. Dia terkejut melihat Ibunya sudah tertimpa potongan kayu penyangga rumahnya patah karena sudah mulai lapuk.
"Ibu...!"
Liony berteriak dan langsung menolong Ibunya. Potongan kayu yang jatuh ke punggung Ibunya membuat Mooji luka dan tidak sadarkan diri. Liony panik melihat kondisi Ibunya saat itu.
"Apa yang harus aku lakukan?" bathin Liony.
Dia berteriak memanggil orang sekitar untuk minta tolong membantu Ibunya.
"Ada apa dengan Liony?" tanya sebagian dari para warga sekitar.
"Ibu Liony terluka dan tidak sadarkan diri karena tertimpa potongan kayu rumahnya, Ayo kita bantu!" jawab warga lainnya
"Kalian mau bawa Mooji kemana? Ke Rumah Sakit? Apa kalian cukup uang untuk biayanya?" pertanyaan itu menjadi perdebatan diantara warga sekitar.
Liony tidak sabar melihat Ibunya berlama-lama tidak sadarkan diri. Dia mengambil kain panjang sembari menggendong Mooji di punggungnya. Beban yang berat tidak diperdulikan lagi oleh Liony. Dengan bermandikan keringat, dia membawa Ibunya menyusuri jalan hingga sampai ke Rumah Sakit.
"Tolong Ibuku, Dokter!"
Liony memelas sambil menangis. Dia tidak bisa berbuat banyak untuk memaksa pihak Rumah Sakit, karena masalah biaya.
"Bantu pasien ini!" Perintah Dokter pada para perawat yang bertugas hari itu.
Mooji dibawa ke ruang ICU, dia ditangani oleh seorang Dokter dan juga beberapa perawat. Liony menunggu di luar. Dia terlihat begitu khawatir dengan kondisi Ibunya yang terluka dan tidak sadarkan diri.
Dokter yang menangani Mooji keluar dari ruangan. Dia memanggil Liony untuk bicara di dalam ruangannya.
"Maaf, nama kamu siapa? Apakah kamu anak dari pasien itu?" tanya Dokter
"Iya Dokter. Namaku Liony. Aku keluarga sekaligus anak dari beliau," jawabnya.
"Begini, Liony. Ibu kamu mengalami luka dalam yang serius. Kemungkinan dia akan membutuhkan waktu lama untuk sadar. Jujur, dengan keadaanya koma seperti itu, dia butuh penanganan khusus di Rumah Sakit ini, tentunya membutuhkan banyak biaya. Apa kamu siap dengan semuanya, Liony?"
Bagai tersambar petir, Liony mendengar ucapan Dokter. Dia tidak tahu harus menjawab apa, pada Dokter tersebut. Biaya, adalah hal utama yang menjadi tantangannya saat itu. Sebagai pemulung, dia merasa sangat mustahil mendapatkan biaya pengobatan Ibunya.
"Bagaimana Liony?" lagi-lagi Dokter tersebut menunggu jawaban Liony.
Sebagai anak yang sudah dibesarkan oleh Ibunya, Liony saat itu jadi bersemangat dan merasa bisa mengerjakan apapun demi nyawa Ibunya.
"Baik Dokter, aku bertanggungjawab atas semua biayanya. Aku harap, Dokter memberi pelayanan terbaik buat Ibuku, agar secepatnya bisa sembuh," jawab Liony.
"Kalau begitu, kami dari pihak Rumah Sakit memegang janjimu, Liony."
Liony keluar dari ruangan Dokter. Dia duduk sementara sambil berpikir, langkah apa yang akan dilakukannya untuk menebus semua biaya Rumah Sakit.
Semangat besar tumbuh di benak Liony saat itu. Apapun bisa dia kerjakan selagi pekerjaan itu bisa dikerjakan oleh manusia. Dia tidak perduli, pekerjaan seberat apapun dia akan lakukan demi mendapatkan biaya pengobatan Ibunya.
"Aku harus mendapatkan uang paling sedikit Seratus ribu rupiah dalam satu hari. Aku tidak boleh kalah. Demi Ibuku, apapun akan aku lakukan," bathin Liony.
Liony berjalan di pinggir kota. Dia melihat ada banyak pekerja bangunan. Pasir, Batu, dan juga Semen adalah bahan utama yang harus mereka pegang setiap hari.
"Permisi, Pak. Apakah aku bisa bekerja disini?" tanya Liony.
Pekerja yang berada di depan Liony melihatnya sembari tertawa mendengar ucapan Liony. Liony tidak perduli dengan cemoohan dari pekerja tersebut. Dia malah menemui Bos sedang keliling melihat kondisi bangunan tersebut.
"Maaf, Pak. Apakah ada lowongan kerja untuk aku?"
Lelaki itu melihat dan tidak yakin kalau seorang wanita ingin ikut bekerja di proyek tersebut.
"Hei..kamu itukan wanita, kamu tentunya salah tempat bila mencari pekerjaan di tempat ini. Disini cuma ada laki-laki, sangat berbahaya bila wanita ikut bekerja disini." jawabnya.
"Aku tidak perduli dengan resikonya, Pak. Selagi manusia bisa mengerjakannya, aku yakin itu bisa aku lakukan." jawab Liony.
Lelaki itu semakin penasaran pada Liony. Dia yakin, pasti ada masalah berat yang sedang dihadapi oleh wanita yang dihadapannya itu.
"Sepertinya kamu sedang ada masalah. Kalau boleh tahu, apa alasan kamu ingin ikut bekerja disini?" tanya lelaki itu.
"Ibuku sedang sakit dan koma. Dokter mengatakan Ibuku akan sadar dalam waktu yang cukup lama. Dokter juga berkata agar aku bisa mencukupi biaya pengobatan dan rawat inaf Rumah Sakit. Aku adalah satu-satunya anak sekaligus keluarga Ibuku. Dengan alasan itulah, aku ingin bekerja apapun demi Ibuku, Pak."
Lelaki itu terdiam dan merasa prihatin pada Liony. Dia salut akan besarnya tanggungjawab dan semangat kerja Liony untuk Ibunya.