"Itu dia! Itu cewek yang ditaksir Tenshin!"
"Oh, ternyata dia memang ayu. Tenshin benar, wajah cemasnya begitu menggemaskan!"
"Aduh, kawan-kawan, ayolah!"
"Cie… cie…! aku bisa melihat wajahmu memerah, Adik Kecil!"
"Apa? Diamlah, kau tidak bisa melihatnya…, k-kita berada di tengah ventilasi gelap!"
"Tentu aku bisa!"
"T-tidak bisa!"
"Hei, Adik Kecil, aku mendukungmu. Maka dari itu, ayo kita segera bawa gadis itu supaya kau bisa menyusul ke pelaminan."
"P-P-PE-PELAMINAN!!?? DIRIKU BARU 17 TAHUN! DAN AKU INI SEORANG BIARAWAN!"
"Halah, jangan pura-pura gugup begitu, Tenshin. Aku tahu di lubuk hatimu kau menginginkannya. Lagipula kamu kan belum ditahbiskan sebagai biarawan secara resmi. Jadi kamu bisa memilih keluar dari hidup selibat dan menjadi penyihir tempur seperti aku dan Ganika. Tentu saja dirimu bisa berjodoh gadis berambut merah tersebut. Itupun kalau kamu berani, sih."
"Apa-apan i-itu? J-jangan menjerumuskanku dengan goda-godaan f-fana, Ko!"
"Yasudah. Kita tunda basa-basinya dulu. Ganika, engkau sergap dari belakang! Aku dari depan, dan Tenshin!"
"A-apa …?"
"Kubiarkan kau empat mata dengan sang gadis itu. Jangan menyiakan-nyiakan kesempatan ini!"
"Heeeeehh?"
***
Alicia beserta kedua sahabat dan satu unit 𝘸𝘪𝘻𝘢𝘳𝘥 terus mengayuhkan kaki mereka setelah menetralisir bagian interior gedung dari mantera Merlin. Namun saat mereka melewati pintu, Gilmore hampir saja jatuh ke jurang akibat terburu-buru melangkah.
Jurang tersebut adalah hasil ilusi licik Merlin lainnya. Seluruh bagian ruangan telah terpecah-pecah menjadi beberapa bagian dan membentuk berbagai macam platform melayang, menyisakan kesenjangaan bidang yang besar antara mereka dengan satu pintu di seberangnya. Di sekelilingnya adalah dinding-dinding dan pilar-pilar yang memanjang menuju ketidakterbatasaan ruang.
"Sialan, aku tidak tahu bagaimana denganmu, Liz. Tapi menurutku kau harus membatalkan semua ruangannya dari sihir, tidak hanya satu tembok saja," tutur Gilmore.
Semuanya tidak memberikan keberatan yang berarti. Alicia hanya mendesah pelan. "Baiklah, akan kucoba. Tolong jaga diriku."
Para 𝘸𝘪𝘻𝘢𝘳𝘥 menyegel pintu belakang. Alicia berfokus menyebarkan kekuatan Arcane skala besar dan menetralisir pengaruh partikel Protos di ruangan tersebut setelah beberapa lama. Dengan napas tersengal ia memanggil yang lain, "Sudah selesai!"
Salah seorang 𝘸𝘪𝘻𝘢𝘳𝘥 langsung menawarkan ramuan stillmajik kesukaan sejuta penyihir kepadanya. Dibayang-bayangi sekelumit rasa segan, ia segera mengambil dan meminumnya dengan wajah masam. "Eughh! Pahit!"
Dan demikian setiap kali memasuki bilik baru, ada saja berbagai macam distorsi yang terjadi yang mencegah mereka untuk lewat. Alicia-lah yang selalu bertanggung jawab mengurusi kekacauan-kekacauan tersebut. Namun sang gadis tidak komplain. Ia tidak bisa komplain, lebih tepatnya. Namun dengan kerangka berpikir yang tepat, dia menganggapnya sebagai latihan guna menguatkan stamina serta daya tahannya. Lagipula, marah hanya membuatnya semakin terpuruk karena masalah yang barusan dialami belum juga terselesaikan. Sementara itu setiap kali mereka menjumpai pintu, tak lupa salah satu 𝘸𝘪𝘻𝘢𝘳𝘥 menghaturkan mantera penyegel jalan masuk, Sigillium, guna mengulur waktu.
Tapi bagaimana caranya mengatakan ke para 𝘸𝘪𝘻𝘢𝘳𝘥 tersebut, bahwa mantera itu hanya membuang-buang mana? Trio pengawal Merlin bahkan sama sekali tidak memperdulikan adanya pintu. Mereka punya juru kunci dari segala penghalang. Selama sang gadis nubuatan itu bisa dilacaknya, satu-satunya jalan yang tak dapat mereka tempuh untuk mendapatkannya adalah jalan menuju alam Hades.
"Bukankah kalian punya semacam alat teleportasi atau semacamnya?" tanya Alicia kepada seorang penyihir, "dimana sapu ajaib kalian?"
"Tidak ada waktu untuk mengambil peralatan tersebut!" sahut kepala unit penyihir. "Untuk sekarang, keluar dari gedung dan menjauh dengan naik griffin atau spehereship adalah opsi terbaik kita."
Alicia dan lainnya sudah berlari cukup jauh, dan menemukan diri mereka tengah berada di ruangan yang cukup besar daripada lorong-lorong yang telah dilalui sebelmnya, namun tak seluas ruangan lobi tadi. Di depan mata mereka, terbentang dinding dengan pintu lebar. Di baliknya adalah jalur darurat yang kelak menghantarkan mereka ke pintu keluar belakang gedung.
"Hanya perlu menuju pintu itu, dan kita akan keluar dari sini, nona!" kata seorang 𝘸𝘪𝘻𝘢𝘳𝘥 elit dalam tim pengawal. "Ayo, murnikan sisi terakhir ruangan itu—"
Mendadak tengkuk salah satu 𝘸𝘪𝘻𝘢𝘳𝘥 diserang oleh sejenis proyektil gepeng nan tumpul berwarna jingga! Penyihir malang terhentak ke tanah dan tak sadarkan diri, lalu proyektil tadi sirna. Suara antukkan yang cukup nyaring membuka segenap netra menuju sisi belakang ruangan. Beberapa jengkal dari penyihir yang terbang arwah, seorang 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳 wanita berkulit coklat dengan garis merah di belahan rambutnya—sebuah jalur sindoor—hadir. Dari perangainya, memang tampak ia adalah wanita dewasa, dengan rentang umur akhir 20-an sampai kepala tiga. Ialah Ganika, 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳 ritus timur dari tanah Rakcamkoor, daerah kecil dari Republik Svarga. 𝘚𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳 perempuan ini adalah spesialis dalam sihir bertarung. Ia tampak mengenakan gaun lengan pendek khas Rakcamkoor, dengan balutan kain panjang warna merah bercampur hijau kekuningan, penuh manik-manik berkilau. Pakaiannya tidak menampakkan pusar layaknya pakaian Rakcamkoor pada umumnya, tapi dengan semua lapisan kain itu, tidak menyembunyikan bentuk tubuhnya yang ramping serta lentur. Ia siap meliuk-liuk, menerkam apapun yang menghalanginya!
Ganika menyilangkan tangannya. Pangkal tangan sang 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳 menari-nari guna memancarkan proyeksi sihir jingga—gambar-gambar yang tersusun dari energi dan percikan api khas Sorcery ritus timur—dan membentuknya menjadi setengah lingkaran layaknya kipas lipat yang merekah.
"Lindungi nona Crimsonamane, serang 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳 itu dengan semua kekuatanmu!"
Para 𝘸𝘪𝘻𝘢𝘳𝘥 menghembuskan berbagai macam manifestasi sihir kepada puan sihir Rakcamkoor tadi! Ganika malah berlari ke arah mereka, kemudian berbelok ke kanan dan menapaki udara dengan pelantar ajaib buatannya sendiri. Pelantar-pelantar itu muncul setiap kali kakinya hendak mengantukkan diri, dan seketika raib dimakan udara ketika kakinya terbang untuk meraih pijakan lainnya. Ganika melompat ke sana kemari, berliku-liku, menghindari setiap tembakan dengan sempurna. Ia melontarkan kedua kipasnya tadi ke dua penyihir yang 'beruntung', kemudian terjun dan mendarat di pundak 𝘸𝘪𝘻𝘢𝘳𝘥 lainnya. Ganika mengunci kedua kaki di leher penyihir tersebut kemudian segenap raganya berayun ke kiri, memaksa penyihir tadi berguling ke belakang—sebuah gerakan penumbang headscissor yang sempurna!
Sementara para 𝘸𝘪𝘻𝘢𝘳𝘥 mulai berjalan ke arah Ganika, dia langsung melemparkan salah satu kipas sihirnya. Kipas tersebut memantul dan melintasi dada setiap penyihir yang dijumpainya. Dengan hanya bermodalkan satu kipas lagi, Ganika melanjutkan dengan serangkaian gerakan bela diri lincah melawan lima orang penyihir Europa. Dan ketika kipas terbang tadi kembali ke genggaman sang 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳, digunakalah kipas tersebut kembali untuk memantulkan setiap proyektil sihir dari para 𝘸𝘪𝘻𝘢𝘳𝘥, menghantam kolega mereka sendiri!
Suar hijau raksasa telah dilontarkan oleh seorang 𝘸𝘪𝘻𝘢𝘳𝘥 yang jaraknya agak jauh dari Ganika. Menerka bahwa tiupan kipas sihir tak akan mempan, Ganika menyatukan dua kipas jingga tersebut menjadi lingkaran sihir utuh! Ia merelakan gabungan dua kipas tersebut mengapung di udara, kemudian menangkis tembakan sihir raksasa tadi. Lingkaran sihir tersebut ampuh menangkis lesatan bola sihir. Namun karena belum puas, Ganika mendorong lingkaran jingga itu sehingga menubruk pelaku penembakkan dan mengentakkan wajahnya ke tanah!
Ganika sibuk mempermainkan sebagian besar anggota unit penyihir, menyisakan tiga 𝘸𝘪𝘻𝘢𝘳𝘥 yang menemani tiga serangkai. Hanya saat mereka hendak bergegas menuju pintu tadi, rintangan lainnya datang. Ko Zarni, salah satu pengawal Merlin pula, tiba-tiba mendarat di hadapan mereka. Kumpulan ubin keras itu bukanlah soal baginya, hancur oleh lutut dan telapak tangannya. Bertambah lagi tagihan kerugian kastil di tengah langit.
Tidak seperti istrinya, pakaian Ko Zarni tampak lebih sederhana. Ia Seperti sebagian rahib yang lain, mengenakan kostum berwarna coklat tua dengan paduan warna gelap lainnya. Yang membedakannya adalah bajunya yang tak berlengan menampilkan setiap lekuk ototnya. Tak ada helaian kain yang ditinggal berlebihan begitu saja demi sekedar bergaya. Selain itu, sebuah zirah ringan mempercantik batang tubuh sang lelaki.
"Jangan pergi dulu, kawan-kawan." Ko menjalin komunikasi dengan mereka. Tampak di ikat pinggangnya terselip sebuah tabung panjang menyerupai pipa kayu. Di ujung atasnya merupakan pahatan kepala Druk—sejenis naga guntur—sedangkan bagian bawah terpahat pula ekornya. Dikeluarkanlah tabung itu dari pinggangnya dan ia memutar-mutar pipa tersebut. Jika ditelisik lebih dalam lagi, pipa tabung itu nampak seperti sebuah gulungan bernilai tinggi, terlihat dari pelindung badannya yang juga terbuat dari kayu mahal, kemudian diukir dengan kumpulan sisik di permukaannya. Memang benarlah ini seperti pelindung gulungan berbentuk naga guntur yang dipaksa meluruskan badannya.
Nadine, Gilmore serta tiga penyihir lain belum terkesan akan pipa naga lurus sempurna milik Ko, meskipun mereka sudah menduga, tongkat mini tersebut tidak mungkin sekedar pentungan kayu biasa dengan pernak-pernik kepala naga.
"Aku bagaikan troll dalam cerita barat kalian!" Ko bersemangat membuka suara lagi, yang mana mereka sama sekali belum merespon. "Dan kalian, kalian tidak boleh lewat!"
Rahib muda tersebut melentangkan tongkat ularnya. Dengan penuh keyakinan, Ko menghembuskan nafas ke naga tersebut, mengakibatkan tongkat naganya juga ikut bernapas! Sisik-sisik kayu yang mulanya hanyalah ukiran semata kini bergemerincing. Tubuh Naga Guntur bergoyang-goyang melemaskan tubuhnya yang semula kaku. Secercah pendaran oranye mengitari tubuh sang Druk kayu.
"Gulungan itu hidup!" gumam Gilmore.
Ko Zarni yang dapat mengartikan gumaman si pria besar membalasnya, "Slangeskroll adalah perpanjangan nyawaku. Tentu saja jika aku hidup, maka Slangeskroll hidup pula!"
Setelah dirasa tongkatnya sudah melakukan cukup pemanasan, Ko Zarni mengayunkan tongkat pendeknya, dan di saat itulah tubuh naga tersebut memanjang sampai ke tanah! Rupanya tongkat tersebut terpisah menjadi ruas-ruas yang dihubungkan dengan sejumlah benang sihir oranye. Ia menghempaskan gulungan naganya berulang kali ke lantai; tongkat pendek menyerupai gulungan kini adalah cambuk naga! Setiap hentakkannya selalu mengeluarkan bunga api bermekaran di lantai!
"Aku akan memberikan satu kesempatan terakhir," kata Ko Zarni, "serahkan teman kutu bukumu itu, dan mungkin, aku akan mengirimkan Slangeskroll kembali ke tidurnya."
Slangeskroll, sebutan untuk pipa kayu berkepala druk itu, turut mendesis ke arah mereka. Sang naga mulai memasang perangai kecewa, terlebih jika mereka cukup bijak untuk memilih jalan damai.
Untunglah mereka tidak melakukannya. Slangeskroll bergairah!
"Selalu saja 'satu kesempatan terakhir,'" tukas Gilmore yang menarik gadanya dari belakang, yang sama sekali belum ia tinggalkan sejak pertarungan di Hamstagg. "Kau dan gulungan nagamu itu bisa saja terlihat menakutkan jika tak kau lontarkan kata-kata klise itu!"
"Alicia, tetap berada di belakang kami," perintah Nadine sembari mempersiapkan busur portabelnya kembali.
"A-aku akan memberikan berkat Arcane kepada kalian!" Berkat Sempena perlahan keluar dari Orb tepat setelah Alicia berkata demikian.
Salah satu dari tiga 𝘸𝘪𝘻𝘢𝘳𝘥 pun melayangkan komplain. "Kau seharusnya memberikan kuasa Arcane itu sedari awal, sebelum teman-temanku menghadapi perempuan gila itu!"
Karma telah membuat penyihir tadi dikutuk oleh Ilahi. Tiba-tiba lehernya dicekik oleh lilitan Slangeskroll yang memanjang!
"Kau bilang apa tadi mengenai istriku?" Ko Zarni menampakkan wajah berangnya.
Kedua 𝘸𝘪𝘻𝘢𝘳𝘥 yang lain sontak mundur, gara-gara perasaan terkejut akan pentungan naga yang bisa melenggang, saking panjangnya mampu mencapai mereka—apalagi sampai melilit salah satu penyiihir! Dengan cakupan serang seluas itu, Ko Zarni tinggal menyerang mereka dari jauh tanpa bergerak sejentik pun hanya dengan sepotong pipa.
Ko menarik ruas-ruas pentungannya itu agar mendekat, membuat penyihir malang tersebut juga ikut terseret. Sebuah lingkaran sihir muncul di depan bahu kiri sang 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳. Ia pun melayangkan tinju melalui lingkaran sihir tersebut, lalu lihat, bagian tangan yang menembus lingkaran sihir membesar sepuluh kali lipat! Kepalan raksasa mendarat di kepala sang penyihir—setidaknya seturut pemikiran Ko Zarni, karena secara teknis, pukulan tersebut menghajar seluruh jasmani si penyihir— mengakibatkan sang 𝘸𝘪𝘻𝘢𝘳𝘥 melesat ke belakang, menghancurkan pintu yang baru mereka segel. Sungguh besar gaya yang diberikan manusia sial itu masih belum berhenti berguling! Lemparan tersebut juga hampir menabrak Ganika, istrinya, yang masih beradu, yang kemudian melayangkan protes kepada sang suami.
Oh, ini benar-benar genting, Alicia harus meminjamkan kekuatan Arcane-nya segera! Sang gadis kemudian menutup matanya dan mulai menyebarkan kuasa Sempena Ilahi itu.
"Tidak akan kubiarkan!" Serasa tahu apa yang akan dilakukan oleh Alicia, Ko Zarni melayangkan naga gunturnya kembali.
Gilmore berseru, "Semuanya, waspada!"
Mata Alicia yang baru terbuka mulai melotot keras akan datangnya cambukan naga. Namun saat ia hendak membentuk perisai sihir, cambukan tersebut malah mendarat di sebelah sang puan sihir.
Serangannya meleset?
Tentu saja tidak.
Ko Zarni sengaja melakukannya. Ia segera menyeret Slangeskroll ke arah kaki sang puan sihir Crimsonmane. Pengalihannya berhasil. Akibat terllu lama mencerna informasi, Alicia dan lainnya tersandung dan terjatuh dengan mudahnya.
Dua penyihir Magisterium langsung menembak Ko Zarni. Responnya sangat baik, ia hanya perlu mencodongkan tubuhnya ke arah berlawanan, tanpa perlu banyak berpindah. Setelah menemukan celah, giliran penyihir berbaju coklat itu mencambuk salah seorang penyihir sarjana. Satu dentuman! Dua dentuman! Kali ketiga sang 𝘸𝘪𝘻𝘢𝘳𝘥 berhasil menghindar! Tapi kemenangan kecil itu hampir bukan kemenangan, karena hempasan benda tumpul yang kuat benar-benar membuatnya mati rasa. Cambukan keempat, kepala naga druk menyundul hidung sang 𝘸𝘪𝘻𝘢𝘳𝘥 sampai patah, serta menyusul teman seperjuangannya di limbo mimpi.
Penyihir yang terakhir lebih pintar. Ia melentangkan tongkat sihirnya di antara kedua telapak tangannya, membentuk sebuah perisai mana. Cambukan demi cambukan gagal tembus, Ko Zarni terpikir untuk membuat Slangeskroll menerkam dari samping! Sang 𝘸𝘪𝘻𝘢𝘳𝘥 seolah membaca pikiran sang 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳, ia mundur beberapa langkah, dan ikut melayangkan peralatan sihirnya—tongkat sihir mini kebangaan para 𝘸𝘪𝘻𝘢𝘳𝘥—turun ke lantai.
"Teraa Quassum!"
Karena Skycastle sudah banyak kerusakan sana-sini, aksi vandalisme lainnya tidak terlalu berpengaruh. Toh pertanggungjawaban tetap dilayangkan kepada para 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳 itu, ditambah lagi, bukan para penyihir yang membayar!
Jadi, inilah yang terjadi: Setelah mengucapkan mantera tersebut, seluruh bidang tanah dihadapannya bergetar dashyat! Gelombang energi menyusup keluar dari tanah, sekumpulan ubin hitam-putih itu hancur membentuk gundakan-gundakan besar. Tentu saja Ko Zarni tidak mengantisipasi mantera tersebut, membuatnya terlempar ke langit-lagit. Setelah jatuh tersungkur, tubuh 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳 itu terangkat oleh sihir levitasi. Dalam keadaan melayang, 𝘸𝘪𝘻𝘢𝘳𝘥 terakhir itu mengeluarkan tembakan pipih memanjang bersuar merah, menyayat-nyayat habis sang 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳 supaya ia tak dapat bangkit lagi.
"Ko!" teriak Ganika yang turut terkepung. Wanita itu melakukan gerakan memutar dan mencari celah untuk kabur. Tapi aliran mana dari tongkat seorang penyihir menangkapnya, lalu menariknya kembali dengan paksa. Tanda-tanda kewalahan mulai tersirat dalam diri masing-masing suami-istri. Pada akhirnya, dengan kalah jumlah, menghadapi sekelompok lawan bukan sesuatu yang tak bisa diremehkan.
Sekalipun meringis, semangat dalam Ko Zarni masih menyala-nyala. Ia masih memegang Slangeskroll di tangannya, maka ia melepaskan pentungan naganya. Pentungan tersebut meliuk-liuk di udara, melaju ke arah sang 𝘸𝘪𝘻𝘢𝘳𝘥 yang telah membuat tuannya melayang, kemudian mengikat sang 𝘸𝘪𝘻𝘢𝘳𝘥 erat-erat. Sang 𝘸𝘪𝘻𝘢𝘳𝘥 terjerembab, semua sihir yang mengikat Ko dibatalkan. Lilitannya sungguh kuat, sang penyihir mulai merasa sesak napas. Semakin ia bergerak, semakin isi perutnya tertekan.
Ko berjalan mendekat, sebelum tembakan panah datang dari arah samping. Terkejut panah itu hampir menembus otaknya, ia menoleh dan mendapati Gilmore yang juga sudah dekat, hendak melayangkan gada bundarnya ke wajah sang 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳. Ko Zarni berguling ke belakang, namun Gilmore mendorong gadanya lagi dan berhasil membenrtukannya ke dada sang 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳 hingga tumbang.
"YASSS! RASAKAN ITU, BAJINGAN!"
Alicia yang baru terbangun, cepat-cepat melakukan sinkronisasi dengan Orb. Ia ingin menyalurkan berkatnya itu, namun aneh, aliran Arcane tak bisa menjangkau mereka semua. Semilir-semilir kekuatan biru itu nampak tak tahu arah.
"Orb, apa-apaan ini? Mereka tepat ada di sana!"
Orb membalaskan perkataannya.
"Apa maksudmu kau tidak bisa menjangkau mereka!"
Orb membalasnya lagi.
"K-kau tidak bisa 'menembusnya'? Apa yang …?"
Sekilas ia tidak melihat sesuatu yang aneh. Namun penglihatan rabunnya tak bisa dipercaya. Ia membersihkan lagi kacamatanya yang masih sedikit berembun. Ia memandang Nadine, Gilmore dan para penyihir lekat-lekat. Ia seperti sedang menatap refleksi. Proyeksi akan teman-temannya mempunyai garis-garis retakan hampir tak kasat mata. Alicia juga merasakan sesuatu yang aneh pula; dirinya tidak mendengar apapun yang mereka lakukan. Sunyi sekali, seperti sedang menonton drama pantonim. Alicia tau dirinya tidak tuli, dia masih bisa mendengar lantunan bunyi Orb.
"D-dimana aku …?"
"Uhm… uhhh… h-h-halo…?" Sebuah suara lembut yang sarat akan rasa gugup memecahkan kesunyian.
Alicia menoleh ke belakang. []