Chereads / Thaumaturgy (INA) / Chapter 56 - MONKS IN RUSH, SCHOLARS ON THE RUN—PART THREE

Chapter 56 - MONKS IN RUSH, SCHOLARS ON THE RUN—PART THREE

Tenshin bermain pikiran dengan Alicia. Ia membiarkan sang gadis menebak langkah Tenshin selanjutnya. Sedikit gerakan menggertak dari 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳 ikhwan itu sempat membuat Alicia sedikit gelagapan.

"Kamu bilang kita akan menyelesaikan ini baik-baik, kan? Tolong jangan lakukan ini," rintih Alicia.

"Kita sudah melewati tahap itu," jawab Tenshin, "Sekali lagi, maaf, Nona Alicia, tapi jam kiamat berdetak mendekat."

Tanpa basa-basi Tenshin berlari melesat ke arah sang gadis. Alicia yang panik melemparkan peluru-peluru plasma ke sang rahib muda. Tenshin menganggap remeh serangannya itu, ia menghindar dan memantulkan tembakan dengan lingkaran sihirnya begitu saja. Semakin berpacu kencang jantung si puan sihir, Alicia meningkatkan laju tembakannya hingga akhirnya membuahkan hasil. Sayangnya, bukan hasil yang diduga oleh sang gadis.

Satu tembakan Arcane yang cukup kuat melucuti tangan kanan si 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳 muda itu dari badannya! Tenshin sontak terdiam sesaat melihat tangannya yang buntung. Begitu pula dengan Alicia, yang perlahan rahangnya makin terbuka lebar. Keduanya berteriak histeris.

"TANGANKU! TANGANKU!" jerit Tenshin.

"T-T-TANGANMU!!" menjerit pula si Alicia!

"TANGANKU! D-DIMANA? DIMANA TANGAKU?"

"M-MANA KUTAHU! AKU TIDAK BERMAKSUD SAMPAI MEMBUAT TANGANMU BUNTUNG!"

"T-TAPI AKU TIDAK MENEMUKAN TANGANKU!"

"TUH KAN, INI SEMUA SALAHMU! SEHARUSNYA KAMU JANGAN MENYERANGKU TIBA-TIBA! JADINYA BEGINI, KAN?"

Tenshin mondar-mandir mencari tangannya sambil meraung tak karuan. Terlalu banyak pantulan retak pada dunia cermin menyulitkannya mencari bentuk potongan tubuh yang hilang. Berselang kemudian, barulah ia dapat melihat tangan kanannya sudah tergeletak di tempat yang agak jauh. Ia berlari ke arah lokasi pendaratan tangan buntung, meninggalkan puan sihir kutu buku yang tidak tahu-menahu apapun.

Tenshin berteriak lagi dari kejauhan, dengan nada girang kali ini.

"Ketemu!" Tenshin mengangkat tangan kanannya yang lepas tinggi-tinggi sambil dilambai-lambaikan. Ia kemudian berlari kecil sambil menunjukkan potongan tangan berbaju logam tersebut.

"Tidak apa-apa, jangan panik semuanya. Tanganku telah kembali … uh … oh, c-celaka! J-j-jangan m-melihat!" Penyihir muda tadi cepat-cepat berbalik. Ia memasang kembali tangannya karena rikuh. "Tidak, tidak, tidak…. K-kamu seharusnya t-tidak melihat ini."

Beberapa waktu lalu seharusnya dua insan ini saling adu sihir. Lantas interupsi ini malah membuatnya semakin canggung. Alicia memandang Tenshin yang malu-malu membalikkan diri, mengerutkan dahinya.

"Tunggu dulu. Selama ini tangan kananmu adalah palsu?"

"Hah? Hahahaha t-tidak, kok! Ini cuma salah satu bentuk sihir …." Tidak berselang lama, nurani menegur batinnya sehingga Tenshin menghela napas. "Baiklah. I-ini memang tangan palsu. Ya, Nona, silahkan merendahkan orang cacat sepertiku ini."

Alicia semakin bingung akan pernyataan sang lelaki. Ia menggeleng. Kerut dahinya tetap dipertahankan. "Demi Murka Ellie, untuk apa aku melakukan itu?"

"J-jadi… kamu menerimaku ap—bukan, kamu tidak mempermasalahkan tangan palsuku?"

"Astaga, kamu bebal, ya? Padahal sudah berapa kali kubilang aku tidak peduli!" balas Alicia jengkel.

"Oh, ya. Benar juga."

"Sudah cukup! Aku muak bermain denganmu! Kali ini jika tanganmu benar-benar putus aku sudah bodoh amat!"

"Baiklah … ngomong-ngomong, Alicia, TANGKAP INI!"

Entah apa yang dipikiran Tenshin, dia malah melepaskan kembali tangan kanannya dan melemparkannya kepada Alicia. Sang gadis yang terperangah bergerak mundur secepat mungkin, menjauhi bagian tangan yang bisa saja sebuah jebakan. Namun Alicia terlalu terpaku pada tangan palsu melayang, sampai-sampai ia tidak melihat apa yang sedang disiasati oleh si Tenshin. Hanya ketika ia melihat ke depan, 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳 yang menjengkelkan itu sudah raib di antara pantulan seribu kaca.

Lincah sekali, 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳 itu! Tak ada tanda-tanda 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳 pemalu akut di sekitar. Jangan sampai Tenshin benar-benar meninggalkannya sendiri di dimensi cermin untuk menyiksa kejiwaannya, agar dirinya tunduk dan siap untuk diangkut ke dimanapun para rahib tersebut bersemayam. Namun Alicia juga berpikir mana mungkin 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳 kikuk lagi culun seperti Tenshin melakukan hal yang begitu keji—meskipun harus diakui, itu sebenarnya ide yang jenius. Alicia melihat dibalik dunia kaca, kedua sahabat dan para wizard masih sibuk melawan kedua 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳 suruhan Merlin lainnya.

Tiba-tiba Alicia merasakan semilir angin di belakangnya. Ia tahu ruang tertutup tidak mungkin menghembuskan angin, apalagi ia berada di dimensi lain! Segeralah sang puan sihir sadar sosok Tenshin sedang berada di belakangnya! Namun responnya terlambat. Sesaat sebelum menoleh, Tenshin sudah menahan pergerakan penyihir Orb dengan kedua tangannya.

Yap, kedua tangannya: Tangan kiri normal terbalut kulit organik serta sarung tangan tak berjari. Sedangkan tangan kanan adalah hasil proyeksi tangan sungguhan, lengkap dengan kelima jemari yang bergerak leluasa, tidak seperti cetakan tangan kaku dengan lubang hampa yang dilempar barusan. Tangan sintetis yang baru ini tercipta dari energi sihir miliknya. Selain berwarna jingga kemerahan dan penuh percik, terdapat berbagai macam simbol dan pola yang membentuk jaringan tangannya yang hampir transparan.

Kedua tangannya tersebut membayangi kedua sisi kepala Alicia, namun tak menyentuh kulit kepalanya. Kedua jari tengah sang 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳 nampak melepaskan suatu daya kecil tepat di kedua tulang temporal sang gadis. Sihirnya perlahan menyebar ke saraf-saraf kepala, melumpuhkan Alicia dalam sekejap.

"Tidak apa-apa, t-tidak apa-apa," Tenshin dengan suara bergetar mencoba menenangkan Alicia dalam keadaan lumpuh. Sepasang netra rabun milik sang gadis mendelik, hidungnya bernapas dangkal penuh pacu.

"Sshhhh shhh shhh shhh… t-tenanglah. Tenang. A-aku tidak akan menyakitimu, A-Alicia. Maka dari itu jangan dilawan… jangan dilawan… terlelaplah, wahai anak mukjizat…."

Kebisingan putih mengaburkan pendengaran Alicia. Suara sugesti dari Tenshin lama-kelamaan meredam. Kedua matanya berkedut dan berkedip berlebihan. Alicia ingin melawan rasa kantuknya, terlihat dari tubuhnya yang tegang serta kedua tangan ingin meremukkan sesuatu. Sayang sekali tiap jarinya tak bisa menyatu sama lain. Ia mencoba menarik daya dari Orb yang melayang tepat di bawah telapaknya, tapi berkonsentrasi selagi diri dipaksa untuk tidur sulit bukan main! Sang gadis dapat merasakan aliran Arcane mulai masuk ke dalam saraf tangannya, tapi setiap kali dirinya hampir tunduk dalam gemerlap mimpi kosong, daya kekuatan sucinya tersekat bahkan terkuras keluar. Sudah berselang beberapa waktu, Alicia masih kerap memberontak akan pengaruh hypnosis Tenshin, yang membuat lelaki itu hampir tidak sabaran. Dan ketika sudah mulai dilanda emosi, disitulah daya fokus Tenshin mulai terperosok.

"A-A…licia! J-Jangan… melawan!"

Alicia merasakan kendali perlahan namun pasti kembali.

"T… t… t…id…"

Masih berusaha keras sang gadis untuk mengibas-ngibaskan lidahnya yang membeku itu.

"Alicia…! TIDURLAH!"

Berteriak tiada gunanya. Ia terlalu memaksakan diri sehingga fokus sihirnya buyar. Daya Arcane langsung melesat ke pusat saraf Alicia Crimsonmane. Alicia langsung berdengking keras.

"TIDAAKK!"

Ia meraih kendali penuh atas dirinya lagi. Kemudian Alicia langsung berbalik dan melemparkan Orb ke arah kepala 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳 muda. 𝘚𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳 tersebut berhasil menghindar. Alicia menarik bola birunya dan menghantam salah satu tulang kering Tenshin dari depan! Tenshin yang malang, ia berteriak kesakitan, membuat Alicia juga sedikit terperangah. Bagaimana tidak, Orb benar-benar tepat sasaran, tepat di tulang keringnya yang sensitif. Sang lelaki melompat-lompat dengan kakinya yang sakit diangkat ke depan. Sifat salah tingkah yang tak terkendali membuyarkan keseimbangan Tenshin. Kaki penopangnya terpeleset, pemuda alim tersebut berserah akan raganya terjatuh menimpa Alicia!

Alicia sempat kehilangan kesadaran untuk sementara. Kesulitan menangkap udara di lelangit membuatnya terpaksa siuman, hanya untuk menyadari bahwasannya si 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳 muda itu menindih badannya! Belum lagi ia dapat merasakan rasa hangat dari napas Tenshin karena kepalanya tepat berada di sebelah gadis! Betapa wajah sang gadis dipenuhi rona tersipu. Tapi jika itu saja sudah membuat wajahnya merona seperti kepiting kukus, ada satu lagi yang benar-benar membuatnya malu bukan kepalang!

Tenshin yang masih pusing mencoba untuk bangun, sebelum mukanya terpancang pada raut wajah seorang gadis yang menganga dengan sarat kemaluan. Rona-rona merah menggemaskan itu ikut terpancar pula di wajah Tenshin!

Terkait satu hal lain yang mengganggu Alicia: ia merasakan genggaman asing di kedua buah dadanya, salah satunya bahkan memberikan sensasi hangat dan gelitik yang membuat sang gadis hampir menggeliat! Alicia menahan pita suaranya agar jangan sampai desahan nikmat itu lepas dari muka bibir! Ia pun memberanikan diri untuk menoleh ke arah dadanya yang ranum, dan benarlah dugaannya. Kedua tangan Tenshin bertumpu kepada benjolan kenyal miliknya! Ya, sekali lagi, 'kedua' tangannya. Tenshin lupa kalau ia tidak punya tangan kanan; dia masih membiarkan hologram tangannya yang penuh nyala percik mencengkram baik-baik buah dada Alicia. Tenshin sama sekali belum sadar, setidaknya saat Alicia melirik dadanya yang dijamah, dirinya pun ikut menengok.

Keduanya serempak saling memekikan telinga masing-masing!

"T-T-T-TA-TANGANKU! T-TANGANKU YANG SATUNYA!" Tenshin menatap kembali wajah Alicia yang memerah. Masih diliputi rasa syok, alis sang gadis perlahan mengerut, dan kedua baris giginya mulai bertemu.

"M-m-ma-maaf! M-maaf! A-aku… aku… tidak b-b-bermaksud—"

"BAJINGAN CABUL!"

Sebuah sorotan biru cemerlang menghantam wajah Tenshin. Ia pun terpelanting dengan punggungnya menghantam tanah! Tenshin meringis kesakitan. Ia meraba-raba wajahnya yang panas setelah diterjang dengan tembakan dari Orb. Wajahnya selamat! Masih mulus dan masih tampan rupanya. Tapi bukan berarti tidak ada harga yang harus dibayar. Tumbukan yang keras tadi membuat hidungya bercucuran darah karena patah. Kacamatanya retak dan tak bisa dipakai.

Ia menatap Alicia yang dilanda amukan hendak menyiksanya. Di balik lensa kacamata sang 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳, ia melihat lusinan Alicia Crimsonmane bengis! Dengan kondisinya yang babak belur apalagi tidak bisa melihat, tak mungkin lelaki itu masih ngotot buat menangkap kuda merah liar, yang tanganya tercurah daya sihir terkuat di alam semesta.

Tenshin mengeluarkan bendera putih, "Nona Alicia… c-cukup! A-aku menyerah!"

"Menyerah! Tidak. Tidak. Urusan kita belum selesai! Aku akan membunuhmu, insan cabul terkutuk!!"

"Membunuhku–APA? "

Alicia tidak membalas balik. Hujan peluru sihirnyalah yang melakukan pembalasan. Kendati hanya ada mereka berdua di dunia tersebut, ia tetap tidak menerima tubuhnya dijamah oleh sembarang orang! Hujan projektil tersebut menambah jumlah memar pada tubuh 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳 muda yang malang. Dirinya hanya bisa meringkuk, melindungi wajahnya dengan silangan kedua tangan.

"Akh! Aduh! Sakit! Sakit! Alicia, aku sudah minta maaf, tolong hentikan! Aduh, ALICIA!"

Saraf pendengaran sang gadis masih terputus. Dicolek rentetan rasa sakit, Tenshin melancarkan serangkaian tarian tangan, aliran sihir oranye datang menyusul. Ia mendorong tangannya ke arah sang gadis, menghempaskan tenaga angin yang kencang, cukup untuk membuat Alicia yang lengah ikut terbawa menjauh.

Sebuah kaca pecah di tengah cakrawala kosong, memuntahkan sang puan sihir, Alicia, kembali ke dunia nyata sambil berguling-guling. Tenshin ikut keluar dalam keadaan sudah tersungkur. Dirinya tampak tak bergeser sejengkal pun, membiarkan pecahan kaca dimensi menyambarnya sebelum menghilang. Peristiwa beling pecah tersebut menarush rasa waspada pada seluruh khalayak di ruangan.

"Tenshin!" seru Ko Zarni dan Ganika bersamaan. Ko Zarni menghempaskan Slangeskroll-nya yang memanjang guna menghalau Nadine, Gilmore dan para wizard lalu bergegas ke arah saudara seperjuangannya itu. Hal yang sama dilakukan oleh Ganika dengan senjata kipasnya memantul setengah unit penyihir, kemudian pergi menyebrangi mereka dengan platform magisnya.

Nadine dan Gilmore juga berteriak, "Alicia!" ketika sahabat mereka akhirnya muncul lagi dari antah berantah.

"Alicia, kau tidak apa-apa, sobat?" Gilmore menawarkan telapak tangannya sebagai tumpuan kepala sang gadis.

Alicia mencoba beranjak sambil menahan gering. "Tenanglah, Alicia. Kami ada di sini," Nadine menenangkannya, sang gadis langsung memeluk mereka berdua.

"Adik kecil, kau baik-baik saja?" Ko Zarni dengan gelagat yang sama membantu adik kecilnya bersandar. "Astaga, lihat dirimu, sampai babak belur!"

"Apa yang terjadi denganmu?" Ganika menyambutnya, "Jangan bilang perempuan itu membantaimu habis-habisan karena kamu menyentuh bagian privasinya, dasar kikuk."

"Ganika, aku pikir bukan saatnya untuk bercanda seperti itu …."

"T-tidak … G-Ganika benar. Aku tidak sengaja melakukannya," sahut Tenshin pelan.

"Kau—apa?" Nada bicara Ko sedikit naik, lalu kembali berkata kepada Tenshin dalam bisikan. "Adik kecil, kau hanya punya satu tugas di tengah kesempatan emas yang kuberikan padamu…."

"S-sudah kubilang aku tidak sengaja!"

"Baiklah, cukup, cukup. Bantu dia berdiri, Ko."

"Pelan-pelan, kurasa bola Arcane-nya meremukkan kakiku…."

"Kakimu tidak patah, bodoh."

Setelah selesai bercengkrama dengan masing-masing teman kecil pada dua belah pihak, mererka berbagi tatap sembari menodongkan senjata. Ko Zarni membelakangi kedua yang lain, Ketiga serangkai masih berpelukan sementara unit wizard elit berkumpul di depan mereka dengan lusinan tongkat kecil terpancang ke trio 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳. Ko Zarni dan Ganika memang lawan yang tangguh. Walaupun para wizard berhasil menyumbang beberapa memar dan luka kepada mereka, mereka tidak sempat menunjukkan tanda-tanda gentar.

"Kalian kalah jumlah, 𝘚𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳! Menyerahlah!" salah seorang wizard menghaturkan peringatan.

"Cih! Kalian menang kali ini!" jawab Koh, "Tapi jika kalian tetap tidak mau mendengarkan kami, kalian bertanggung jawab atas musnahnya miliaran nyawa di bumi!"

Mendadak suara ledakan besar menggetarkan seisi gedung serta menyambar gendang telinga mereka. Seluruh gedung berubah bentuknya menjadi semula.

"Apa itu barusan?" seru Gilmore, "Jangan bilang Tuan Lailoken hendak membuat Skycastle jatuh ke tanah!"

Masih lemas dirinya, tapi Alicia masih sempat saja menegurnya. "Gilmore jangan berasumsi yang tidak-tidak! Dan dia bukan Lailoken!"

"Berasumsi tidak-tidak apanya! Jelas-jelas kepalaku pusing dan badanku serasa ditarik tanah! Sudah pasti kita jatuh dari ketinggian!"

"Kita tidak jatuh dari ketinggian, oke? Kau hanya pusing akibat ledakan tadi, semua juga begitu!" jelas Nadine.

Trio pengikut Merlin juga merasa resah akan ledakan tersebut. Mereka mengangguk satu sama lain, lalu Tenshin yang dirangkul oleh Ganika membentuk retakan portal—kembali di medan tempur wizard melawan 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳. Ketiganya melangkah masuk dan portalnya hancur dalam sekejap. []