Apakah di dunia yang menuntut kepastian, mempercayai akan adanya ramalan? Apa yang membuat seseorang mempercayai ramalan? Ada banyak penyebabnya. Orang percaya, jika keluar dari mulut seorang nabi yang telah menubuatkan sembilan ramalan lainnya dan terbukti tepat sasaran. Atau ramalan tersebut sebetulnya adalah pola yang terbentuk dari serangkaian kejadian masa lalu, yang membuat nubuatan itu sendiri merupakan konklusi untuk masa depan yang logikal dari pola tersebut. Atau malah sejatinya sudah diungkap di depan kita oleh bintang-bintang nun jauh penghias kehampaan, bisikan daun, ukiran batu, dan tulisan di tanah. Semuanya jauh sebelum kita ada. Hanya saja kita belum mengerti tanda-tandanya.
Tapi setidaknya ada kesamaan kecil dari ketiganya: Ketiganya memiliki kredibilitas. Orang jaman dahulu bisa percaya karena mereka telah mengalami riwayat ramalan tersebut. Dan dari situ mereka dapat membentuk kesimpulan dari asal muasal pemberi wahyu. Mereka akan menggunakannya sebagai kompas di antara ombang-ambing waktu yang tak pasti. Tidak peduli kredibilitas itu akan runtuh atau tidak nantinya, itu adalah kesusahan di lain hari.
Namun, bagaimana jika seseorang mendengar suratan takdirnya dari seorang yang lain yang tidak punya kredibilitas dalam mengukur masa depan secara presisi? Orang yang mendikte dunia apa yang harus dialami oleh dunia, tapi pada akhirnya ia hanyalah seorang mabuk, peracau tak jelas? Biasanya khalayak terkesan tidak acuh terhadapnya. Namun ini tidak berlaku kepada Alicia. Dirinya merasa sedang dibodohi oleh semesta. Sebuah trik yang dimainkan oleh sang Khalik kepadanya—lelucon Ilahi.
Haddock dan Alicia telah tiba di stasiun kota. Mereka berdua pergi ke sebuah peron khusus yang sepi dan terisolasi dari rakyat biasa. Ini adalah perlakuan istimewa untuk negara Vanir dan negara-negara pusat sihir lainnya. Vanir tidak mengalami masa jayanya kini, tidak seperti Kekaisaran Abadi. Meski begitu, Vanir tetaplah pusat sihir yang memiliki sejarah ribuan tahun dengan ras Elf, yang konon adalah pemegang Arcane murni pertama. Tidak ada lagi Arcane di situ, tapi Vanir tetap penuh peralatan, artifak, dan sumber daya sihir yang melimpah dan maju. Sebuah warisan dunia yang kadang dianggap sebagai warisan mereka juga menurut para penyamun.
Ketika mereka sampai, beberapa orang telah menunggunya. Beberapa merupakan wajah yang familiar bagi Alicia, tapi hanya dua saja yang ia tahu namanya; Bartholomew Strongbark, si anjing yang menggonggong keras, dan Barbarra, wizard perempuan yang membantunya saat berhadapan dengan Leichenhaufen. Yang mencolok dari mereka semua malah seorang wanita asing yang berlarian gonjang-ganjing ke arah mereka berdua.
Wanita tersebut mempunyai perawakan yang lebih tinggi dari Alicia. Tubuhnya yang berbentuk dan sintal, membuat Alicia sempat membandingkan dirinya dengan wanita tersebut. Ia merasa tubuhnya cukup ideal, namun tubuh wanita tadi bak tubuh model seksi, disambangi dengan gaun tak berlengan dan korset yang cukup ketat. Terdapat jubah pendek yang terikat dari leher guna menghindari tubuh bagian atasnya terlalu terbuka. Rambut pendeknya terikat berwarna pirang dengan gradien ungu di ujungnya, menanggapi semilir angin anggun. Untuk sesaat Alicia menyatakan kekaguman akan wanita cantik itu.
"Tuan Haddock! Sudah lama kita tidak berjumpa! Akhirnya kita bisa jalan-jalan lagi, ya!" Wanita tadi menyambut penuh semangat kepada Haddock.
"Yang Mulia Grand Magus, aku mohon," balas Haddock setengah tersenyum. Wanita asing sungguh bersemangat ketika mendatangi Tuan Grand Magus. Alicia sempat berpikir kalau mereka bisa menjadi dua sejoli yang serasi.
Wanita tadi kemudian menoleh ke Alicia yang berangan-angan tepat di belakang Haddock. Ada kegugupan di dalam Alicia, tapi ia menepisnya dan memberikan salam yang hangat kepada wanita tersebut. "Halo," ucapnya.
"Wah, sungguh anak yang anggun dan sopan! Haddock, ini kah orang yang kau ceritakan itu?"
"Uh, ya, benar, ini orangnya. Alicia, ini Odelie Verdandi. Beliau adalah astrologist di Magisterium, sekaligus staff kedutaan besar Vanir di Camelot. Odelie, Alicia Crimsonmane, 'Yang Dipilih Oleh Arcane di Luar Restu Kekaisaran Abadi.'"
"Seorang Crimsonmane?" Odelie terkejut, semakin bersemangat. "Tentu saja! Tidak diragukan lagi jika kekuatan hebat ini didapatkan oleh salah seorang dari klan Crimsonmane yang terkemuka."
"Odelie, dia anak Ailsa."
"Oh, yang tidak bisa sihir—"
Haddock berdeham.
"Oops. Aduh, maaf, Alicia sayang. Aku keceplosan."
Alicia menjawab Odelia dengan ramah, "Tidak apa-apa. Seluruh dunia sihir sudah mengetahuinya, jadi apa boleh buat." Alicia mengangkat bahunya dan tersenyum.
"Aduhai, kamu begitu menggemaskan sama seperti Ailsa—"
"Hei, hei Odelie. Hentikan kelakuan carutmu!" Haddock menahan perempuan genit yang memberontak karena keduanya tangannya tak tahan ingin meremas wajah sang gadis. Alicia dibelakang mereka hanya tertawa kecil.
"Ah, Haddock! Biarkan aku memegang bayi mungil ini, sekali saja!"
"Odelie, kau sudah gila ya?"
"Haddock, kau tidak asik." Odelie memasang wajah cemberut kepadanya Grand Magus. "Ngomong-ngomong, Alicia. Aku mendengar banyak hal tentangmu. Bagaimana kau menumpas Leichenhaufen, lalu menghadapi kelompok separatis Danhar dengan bola Arcane-mu! Kira-kira, boleh tidak jika aku …."
Haddock langsung mendorong Odelie menuju kereta. "Tidak, tidak boleh. Tidak di sini. Kau boleh melihatnya ketika kita sudah tiba di Vanir. Alicia, mari ke kereta!"
Odelie bersungut. "Ah, Haddock! Kamu ini perusak kesenangan saja!"
"Kita masih di tempat publik, Odelie. Terlalu berbahaya di sini!" balas Grand Magus.
Mereka kemudian memasuki bentangan lokomotif tersebut. Kereta ini berbeda dari kereta lain karena memiliki dua tingkat tiap gerbongnya. Seluruh tubuhnya berlapis logam indah mengkilap dan bentuknya ramping, memanjang ke atas. Keseluruhan gerbong penuh dengan arsitektur putih yang mewah dan elegan, serta fasilitas yang setara apartemen konglomerat. Ini sudah seperti transportasi idaman para penumpang naratama.
Ketika berangkat, kereta panjang ini melaju dengan sangat cepat, tiga kali kecepatan kereta biasa pada kecepatan maksimum. Meskipun begitu, para penumpang hampir tak dipengaruhi oleh gaya gerak kereta. Kereta bukan sembarang kereta.
"Baiklah Alicia, ini kamarmu," ujar Haddock setelah memandunya berkeliling gerbong.
Betapa sang gadis tak percaya akan luas ruang pribadinya. "Kamarku … adalah satu gerbong?"
"Benar. Lantai atas yang akan menjadi penghubung antar gerbong. Cukup keren, bukan?"
"Kurasa begitu."
"Jadi, sudah pernah ke Vanir sebelumnya?"
"A-aku tidak pernah berpergian ke luar Camelot, tuan Haddock."
"Apa? Sungguh?"
Alicia mengangguk.
"Aku mengerti. Well, ini tamasya ke luar negeri pertamamu, jadi nikmatilah selagi bisa. Perjalanan ke Vanir akan ditempuh selama kurang lebih satu hari. Selama itu, kau mungkin bisa mempelajari ini." Sebuah buku diberikan kepada sang gadis. Buku yang sama yang pernah diperlihatkan kepada Donar, ayahnya.
"'Pecahan Cahaya, Satu Kegelapan'," bacanya. Ia kemudian terpaku pada nama penulis di bagian bawah buku. "Tuan Haddock, mengapa Anda memberikanku karya tulis Nostredame?"
"Hmmm, mengapa, katamu? Apa kau pernah membaca tulisan Nostredame sebelumnya?" tanya Haddock balik.
"Tidak pernah, Tuan. Aku tidak punya alasan untuk membaca tulisan astrologist gadungan."
"Well, coba tebak. Astrologist gadungan ini yang meramalkan kedatanganmu!"
"Apa?" Nada suaranya menyiratkan kejutan, "Tuan Haddock, Anda tidak sedang mempermainkanku, bukan? Masakan astrolog sepertinya yang menubuatkan diriku?"
"Sudah kutebak reaksimu. Tapi aku sudah berjanji padamu. Ini janjinya. Kau hanya cukup membacanya saja, dan kau akan mengerti."
"Seluruh buku ini?"
"Seluruh buku ini."
Alicia tampak tak bersemangat melihat sampul buku yang terbuat dari kulit tua yang terpecah-pecah. Buku ini tampak sedih, sarat kegagalan, menghilangkan selera membaca pecinta literatur. Buku ini kuno, tapi tidak memiliki rekaman petualangan apik yang menarik hasrat si kutu buku sihir ke dalam sebuah dunia fantasi, yang berisikan harmoni penggalan huruf dan karakter pembentuk mantra sihir. Sebuah grimoire terkutuk yang mungkin berisikan kiat menjadi orang paling gagal di dunia—layaknya Nostradame, sang penulis.
Alicia menghela napasnya dan pasrah. "Baiklah, semoga saja buku ini berisikan sesuatu dan bukan sebagai bentuk kejahilan, Tuan Haddock."
Di gerbong kejauhan mereka mendengar seruan wanita lagi. Siapa lagi kalau bukan Odelie Verdandi.
"Haddock! Dik Alicia! Di situ kalian rupanya." Odelie menghampiri mereka dengan girang. "Apa yang sedang kalian bicarakan? Oh tentang nubuat untuk Dik Alicia ya? Kalian dapat sumbernya darimana? Sini, biar aku lihat!"
Odelie merebut buku tua itu dari genggaman si gadis. Dibacanya judul "Pecahan Cahaya, Satu Kegelapan" lalu dilanjutkan dengan nama penulisnya.
Wanita pirang tuh memasang perangai gusar kepada Haddock. Tentu saja bukan perangai marah yang dapat ditanggapi serius. "Nostradame? Apa-apaan ini, Haddock? Kau mempermainkan Alicia keciku ini, ya? Kau ingin aku membawa kalian ke Vanir untuk melihat penglihatan akan ramalan astrologist gagal?"
"Iya, Odelie. Sekian kalinya aku berkata kepada setiap orang yang membaca sampul buku ini: aku tidak bermain-main. Tanda luka pada Alicia ada di buku ini. Mungkin bisa kebetulan, mungkin saja tidak. Tapi satu-satunya sumber yang bisa kutemukan ada hanya ada di sini! Atau kita bisa ke Danhar dan menyerahkan anak ini ke 'Merlin'? Orang Danhar juga punya nubuatannya sendiri akan dirinya."
"Aku jadi ragu padamu, Haddock. Tapi itu cukup adil." Odelie menyipitkan matanya kepada sang Grand Magus. "Bagaimanapun, buku ini cukup menarik. Hei Alicia, kamarmu hanya untuk dirimu sendiri, kan? Aku tahu, aku mungkin bisa … menemanimu membaca buku ini. Mungkin membacanya bersama-sama akan lebih menyenangkan!" Odelie menyudutkan sang gadis dengan tubunya, "Aku juga dapat mengajari satu atau dua hal tentang sihir bintangku, jika kamu berkenan! Kamu tidak akan menyesal, loh …."
Wajah jelita sang astrologist membuat Alicia terbata-bata. Dirinya pusing melihat sepasang mata yang haus akan dirinya. "T-terima kasih atas tawarannya, Nyonya Odelie—"
"Nyonya? Aku masih lajang, nak. Umurku baru dua puluh enam tahun. Cukup panggil Odelie saja."
"O-odelie? Ehm, t-tidak masalah. T-terima kasih, Ollie—Odelie! Tapi kupikir aku bisa membacanya sendiri saja."
Haddock langsung menarik kerah jubah Odelie dan menyeretnya pergi. "Kau dengar kata perempuan muda itu. Biarkan dia mendapatkan privasinya."
"Ahh, Tidak!" Odelie mendesah tak terima.
Alicia Crimsonmane sama tidak tahu apa yang salah dengan para penyihir elit Magisterium. Apa yang salah dengan dirinya. Dia ingin membuang pikiran jauh-jauh tentang gejolak gairah yang ia rasakan antara dua belah pihak. Namun pikiran terdalamnya tidak bisa berbohong.
Ia masuk ke dalam gerbong tangannya dan duduk di sofa biru empuk yang panjang. Dilihatnyalah buku itu, antitesis dari Odelie yang membuatnya gairah. Ia membuka halaman pertamanya.
"Pecahan Cahaya, Satu Kegelapan. Layaknya kegagalan diriku, inilah kegagalan dunia yang akan datang …." []