Di tengah remangan jalan Hamstagg, Orb berayun-ayun menghancurkan batok tengkorak milik bangkai manusia yang keluar dari reruntuhan dan lubang uap. Mayat-mayat hidup tersebut hanya berlari dan hendak mencengkram tubuh Alicia, yang mana dapat ia matikan dengan mudahnya. Rasa mual melihat daging busuk sama sekali tak ia rasakan. Tak ada selain kekesalan dan amarah.
Beberapa palang dan tiang runtuh kerap dipanggilnya pula guna menjepit segerombolan zombi. Lalu tanpa welas asih, sang gadis menembakkan plasma Arcane ke semua wajah pemangsa. Alicia terus menjerit geram sambil terus menembak satu mayat hidup yang tumbang hingga tembakannya pun menembus tanah, padahal sudah tak ada lagi mayat yang tersisa. Cipratan darah meriasi wajah hingga kacamata bundar sang gadis.
Seluruh pasukan kematian telah musnah. Alicia terduduk lemah di jalanan berdebu. Belum satu menit dia menarik nafas tenang, telinganya menangkap suara terkekek-kekek nyaring dari atas bangunan. Sesosok penyihir muncul dan melompat, menghampiri Alicia. Agosh Grendi, necromancer Benua Setan, dengan topeng khasnya berjalan menuju Alicia sambil terbahak-bahak.
"Alicia, Alicia, Alicia," sapa sang necromancer, "Maukah, maukah kau menjadi pengantiku, Alicia? Marilah kita menguasai dunia bersama!"
"Kamu!" Alicia berdiri kembali, "Aku tidak akan lupa apa yang kamu perbuat. Jangan berani kamu bergerak, necromancer!"
"Sayang sekali, sayang sekali sayang sekali! Kau mungkin lebih suka jika aku memperlakukanmu sebagai budak mayat!"
Agosh memanggil bilah sabit dari tongkatnya dan melayang ke arah Alicia dengan secepat kilat. Hendak dibelah tubuh sang gadis dengan sabit raksasanya, namun ditangkis oleh medan daya cipataan Alicia dan Orb. Kubah Arcane itu lalu terserap ke satu titik kemudian membesar menjadi sebuah bola raksasa sebelum dihempaskan ke perut Agosh Grendi. Agosh terseret beberapa meter dari sang gadis, namun Alicia tak mendengar keluhan melainkan jerit tawa yang semakin mengganggu.
Agosh kemudian memanggil peliharaanya—Plaxenin-3499—lalu membuatnya memuntahkan belatung korosif ke sang gadis. Alicia lebih lihai kali ini. dia belari dalam gerakan zig-zag, menghindari setiap paparan larva tanpa cacat. Dia sama sekali tak memerlukan Sempena Ilahi untuk mendekati monster cacat yang hanya mempunyai kepala. Dengan bantuan Orb, dia menargetkan bagian depan gedung untuk ditimbun ke Agosh yang ternyata lebih lengah dari dugaan. Gebrakan tawa setan sudah tak mengudara lagi.
Namun, jika dia mengira dia bisa kembali duduk, dirinya salah besar. Sebuah tembakan sihir menghantam sang gadis dari belakang hingga terjatuh. Alicia menoleh, gerombolan geng sihir bertopeng sudah berada di hadapannya, dengan tongkat sihirnya sudah siap tembak. Namun tidak semua topeng mereka utuh. Ia melihat sanak keluarganya—yang ia panggil Spencer, Doyle, Paman John serta Bibi Aimee—dengan topeng mereka yang retak.
"Haram jadah Crimsonmane," tutur Spencer, "Jangan merasa dirimu kelak berguna. Berikan bola sihir itu, dan kami akan memberikan kematian yang tenang."
Dirinya ragu sekarang. Ia masih merasa tak mampu membunuh mereka yang memiliki hubungan darah dengannya, sekalipun itu merupakan kebalikannya bagi keempat penyihir Crimsonmane. Namun jika nyawanya sendiri taruhannya, ia pun juga tak punya pilihan lain.
"Berhenti memanggilku haram jadah," Alicia memperingati mereka.
"Tapi kau memang haram jadah," balas Spencer.
"Aku bukan haram jadah!"
"Semua keturunan Crimsonmane berdarah murni pasti bisa melakukan sihir. Tapi kau tidak bisa melakukannya tanpa bantuan bola itu. Apa lagi kalau bukan ibumu berhubungan dengan orang udik tanpa darah sihir?"
"Berhenti menghina mamaku!"
"Keluarga kalian memalukan! Haram jadah!"
"DIAM!"
Alicia melaju kencang dan menembak para penyihir kegelapan yang cuma mematung di situ satu persatu layaknya pion catur. Ketika gilirannya para penyihir Crimsonmane, mereka langsung menyergap sang gadis. Alicia mampu menembakan tongkat Spencer lepas dari tangannya, tapi ia tak cukup cepat untuk menyerang yang lain. Segera ketiganya menahan badan serta tangan Alicia. Spencer langsung melayangkan pukulan ke lambung dan wajah sang gadis tanpa ampun!
Alicia harus meraih sinkronisasi kembali dengan Orb, walaupun bogem mentah terus mendarat yang menyebabkan dirinya lebih mudah untuk semaput ketimbang fokus. Kakinya dapat meraih Orb yang terjatuh dan seketika Alicia berteriak sekaligus membuat ledakan besar dari energi Arcane. Keempatnya terlempar dan pingsan di tempat.
Seolah tahu apa lagi yang akan menimpanya, Alicia kembali membentuk kubah pelindung Arcane. Benar saja, kawanan serangga berjumlah ribuan langsung mengerumuni medan gaya suci. Serangga-serangga beringas menyengat pertahanan Arcane, yang mana rasa sakit menimpa Alicia sebagai imbasnya. Lalu di tengah kabut hitam berdengung, penyihir serangga bertopeng gas melesat dan menggedor-gedorkan kubah pelindung.
Rasa sakit yang timbul akibat serangga-serangga sihir tidak terlalu mengganggu Alicia karena dirinya sudah terbiasa. Ia harus mengambil napas dahulu sambil memikirkan rencana selanjutnya. Sekali lagi, kutuk Ilahi menimpanya, sepasang tangan datang dari antah berantah dan mencekik Alicia! Lalu tangan tersebut menarik Alicia dan Orb masuk ke dalam selesa kosong yang pecah.
Kedua tangan itu melempar Alicia. 𝘚𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳 ritus timur bernama Merlin ada di hadapannya, berbarengan dengan ketiga pengawalnya, dan para rahib sihir. Perempuan berkacamata itu ternyata ditarik ke dalam dimensi cermin, ia dapat melihat penyihir serangga kalang kabut mencari dirinya yang tiba-tiba lenyap.
Merlin mempunyai aura wingit yang berbeda dengan musuhnya yang lain. Alicia yang masih terlentang bergerak mundur dengan kedua tangan saking takutnya.
Tangan Merlin terulur kepadanya, "Ikutlah dengan kami, kami bisa membantumu."
"Tidak, menjauh, menjauh dariku!"
Langit dan sekitarnya tiba-tiba terselimut bayang hitam. Kegelapannya ikut berpengaruh dalam dimensi cermin, mengaburkan pandangan Alicia terhadap kelompok 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳 tersebut. Merlin hanya bisa bersuara dalam gema, "Kami membutuhkanmu, Alicia. Selamatkanlah kami!"
Dan gelaplah seluruh loka. Seluruh indera Alicia tak dapat menangkap apapun, ia seolah terombang-ambing dalam kehampaan. Tak lama kemudian sepasang mata muncul dari langit! Mata yang sama dengan bunga-bunga tidur sang gadis yang terdahulu. Dua mata jahat masing-masing berwarana ungu dan putih. Alicia dan mata asing di atas langit saling bertatap-tatapan, menunggu giliran siapa yang hendak menyerang. Alicia yang sudah berdiri sejak tadi menyatu pikiran dengan Orb.
Kedua mata tersebut sekonyong-konyong meledakkan cahaya silau, membuat Alicia yang lengah menjadi buta. Sudahlah ia terjebak di kegelapan, ia pun benar-benar dipastikan tidak bisa melihat. Sang gadis menjadi panik dan mengusap-ngusap matanya. Untunglah kebutaannya hanya sementara. Gambar-gambar buram mulai tercetak pada penglihatannya, dan sepertinya dunia tidak berlumut hitam lagi.
Ungkapan rasa syukur tadi harus dibatalkan ketika sebuah benda tajam menembus dada Alicia Crimsonmane! Dia mengalami syok, menelisik apakah jantungnya ditusuk oleh sesuatu. Sialnya, benar. Ia mendapatkan sebilah belati tertancap sebagai hadiah. Hadiah yang berasal dari seorang shinobi bertopeng taring tepat di depannya!
"Kau seharusnya ikut dengan kami, tapi kau lebih memilih takdir seperti ini, benarkah begitu?" Begitulah suara yang keluar dari balik topeng taring tersebut.
Merlin masih ada di sana, semuanya ada di sana, memandang rendah Alicia yang bermuntah darah. Ia yang mengaku sebagai 'Grand Magus Pertama' mengepalkan tangannya sambil dijulur ke depan, lalu mengeluarkan jurus ampuhnya—Pengendali Realita.
Dunia serasa terbalik bagi Alicia. Apa mungkin disebabkan oleh Alicia yang sebentar lagi akan tumbang karena organ dalamnya tenggelam dalam darah? Atau karena dunia sungguh-sungguh dibalikkan oleh Merlin?
Keduanya benar. Merlin membuat jalanan dan gedung-gedung dalam keadaan terbalik. Alicia yang tak berdaya malah terjatuh ke dalam gemerlap langit melewati terowongan awan.
Langit yang terbalik seyogyanya adalah jurang tak berdasar. Semakin lama semakin mencekam. Semakin dalam semakin hitam. Alicia melewati taburan bintang sehingga ia tidak menemukan apapun lagi selain mata Khaos yang kembali muncul dari ketiadaan! Pupil kiri sang oposisi primordial melebar, gerigi taring keluar dari tiap sisi menyambut Alicia yang semakin dekat dengan sang mata.
Ribuan gerigi yang tersusun sampai ke bagian dalam pupil langsung mengoyak tubuh sang gadis dalam sekali kunyah!
"AAAAAAAHHHHHH!!"
Alicia yang berpeluh dingin melompat dari kasurnya. Napasnya yang terengah-engah mencoba memahami apa yang barusan dia alami. Mimpi yang cukup menyeramkan, melihat pakaian longgarnya sudah basah pada bagian kerah.
Jangan-jangan sang gadis mengigau dan berolahraga sembari mimpi tengah malam!
Entah apa yang dipikirannya hanya memakai baju longgar dan celana dalam alih-alih piyama saat tidur seperti biasa. Selimut tebalnya pun hanya menjadi lapisan seprai kedua di tempat tidurnya. Padahal udara musim panas malam yang kering di metropolitan Eidyn harusnya membuatnya dingin membeku. Namun apa daya, ini adalah dua hari sejak insiden yang menimpa keluarganya baru-bau ini. Dirinya masih terguncang dan ia tidak dapat tidur dengan tenang. Sekujur tubuhnya bahkan terlalu panas untuk didinginkan oleh semilir senja.
Berselang waktu kemudian, terdapat suara ketukan pintu, lalu sepotong suara maskulin menyusul gedoran tersebut. "Oi, Alicia! Kau baik-baik saja? Jangan bilang ada penyihir jahat baru di sebelah tempat tidurmu. Akan kudobrak sekarang!"
"Apa? Jangan, jangan, jangan!" Alicia membalasnya sambil berteriak. "Aku baik-baik saja, jangan coba-coba kamu hancurkan pintu kamarku! Aku masih mengenakan celana dal—"
Jeda waktu di antara mereka. Alicia menutup mulutnya lalu menampar dirinya sendiri.
"Apa kau bilang? Kau masih mengenakan apa?"
"L-lupakan, Gilmore! Pokoknya menjauh dari pintu, aku akan keluar sebentar lagi."
"Uh, oke. Nadine masak sarapan kali ini. segera ke sini jika tidak mau kehabisan."
Setelah suara tapak kaki Gilmore menjauh, barulah sedikit ketentraman menyambangi Alicia. Sadar bahwa ia tak melihat apapun selain imaji keburaman, segera dirinya memasang kacamatanya. Orb masih di dekatnya, tak lupa mereka saling berbalas salam yang kini sudah menjadi suatu tradisi di antara mereka. Serangan cahaya terik sudah menyerang celah-celah gorden cokelat. Waktu menunjukkan pukul tujuh, dan tak ada perkara heboh di luar selain bunyi suasana kota, teredam oleh kamarnya yang kedap suara. Syukurlah, di luar mimpi buruk barusan, Ilahi yang Sunyi masih memberkatinya dengan pagi yang wajar.
"Astaga, ada apa denganku akhir-akhir ini?" gumam sang gadis sebelum akhirnya beranjak dari kasur. Ia melihat refleksi dirinya pada cermin di kamar mandi. Wajah lesu dengan surai merah yang tak anggun seperti kuda jantan, malah kusut mengembang bak rambut singa.
"Kau terlihat berantakan," katanya kepada dia di alam yang lain.
Dia memang terlihat berantakan. []