Sebuah kilas balik memperlihatkan Alicia Crimsonmane dalam rutinitasnya, masuk ke dalam suatu kelas penuh murid taman kanak-kanak. Anak-anak tersebut baru saja memakan bekal mereka saat istirahat makan siang. Ketika dilihatnya gadis kacamata berwajah manis memasuki ruangan sambil menenteng tas, mereka langsung berkerumun ke arahnya bagaikan kelimun serangga yang menemukan nektar bunga paling sedap di seluruh kebun.
"Hore, si tukang cerita datang!" teriak seorang anak yang agak berandal.
"Kak Alicia sudah datang! Kak Alica sudah datang!" sahut anak yang lain.
"Kakak Alicia! Kakak cerita apa hari ini!"
Baru saja dirinya masuk, tapi sang gadis sudah kewalahan dengan anak-anak yang mengepungnya. Dengan murah senyum ia menyambut mereka dengan berkata, "Waduh! Tidak mungkin, bagaimana anak-anak ingusan mengepungku seperti ini? Mustahil kalian akan menaklukkanku!"
"Serang! Tundukkan raksasa itu dengan pedang!"
Teriakan antusias anak-anak yang terjebak dalam pengertian imajinatif mereka semakin kencang. Masing-masing mengangkat sendok yang mereka anggap sebagai pedang dan berpura-pura mengalahkan "Sang Raksasa".
"Ahh tidak …! Aku kalah! Aku hendak tumbang!" Alicia mempergakan gerakan berlutut lalu perlahan terbaring, menandakan raksasa telah takluk pada pasukan manusia. Anak-anak ikut duduk di lantai dan tertawa bersama sang gadis.
Beberapa anak menarik-narik seragam sekolah Alicia. "Kak Alicia! Jangan cuma baring di sana, ayo ceritakan sesuatu!"
"Tidak mau!" Alicia menunjuk sendok milik salah satu murid. "Kecuali kita mengadakan gencata senjata! Sarungkan pedang kalian dan memasukan lagi ke dalam peti!"
Sekumpulan anak yang benar-benar pintar. Dengan tanggap mereka bubar, mengemaskan bekal mereka dan duduk manis, menunggu inspektur berkacamata meluluskan kriteria kerapian dan kebersihan kepada meja masing-masing.
Karena kini kelas tersebut sudah menjadi kelas yang sewajarnya, Alicia membawa tasnya ke depan dan mengucapkan salam kepada guru yang ada di sana. Sang guru membalasnya hangat dan langsung membiarkan Alicia mengambil alih panggung. Sang gadis menaruh tasnya dan mengeluarkan figur kayu satu-satu ke atas meja.
"Mainan baru!" beberapa anak tampak semangat.
"Ini bukan sekedar mainan, anak-anak," jawab Alicia, "Ini adalah tokoh sejarah. Lihat pria tua setengah telanjang bermata satu ini? Ini adalah Wuotan. Pria gemuk berjanggut merah pemegang palu ini? Ini adalah Donar. Lalu perempuan ayu yang mengendarai babi hutan, ini adalah Frouwa."
Mereka yang terduduk tidak familiar dengan nama-nama orang yang disebutkan tadi. Alicia mengerti akan perangai mereka.
"Apa kalian tahu aku akan menceritakan apa?"
"Tidak tahu, Kak Alicia!"
"Adik-adik, aku akan menceritakan kalian sebuah ceritra—sebuah saga. Saga mengenai perang akan takdir. Perseteruan antar dua bangsa kuno; Aesir dan Vanir!"
Alicia mengangkat figur Wuotan dan dua figur lainnya. "Perkenalkan: Wuotan, Willihelm, dan Willo. Merekalah pendiri suatu suku kecil dengan pendekar tangguh dan beringas sebagai penduduknya! Mereka menamakan dirinya sebagai Aesir.
Aesir melakukan ekspansi besar-besaran sampai ke semenanjung timur Europa, sebuah padang salju, rumah Anak-anak Svyatogor, bangsa manusia yang berbadan besar."
"Raksasa!"
"Raksasa, ya. Sebuah ras anthro lain selain manusia, elf, dan kurcaci! Suku Aesir melahirkan para pendekar, namun mereka tidaklah sepenuhnya barbar. Sifat liar dan pengertian moralitas mereka dikendalikan sepenuhnya oleh ketiga bersaudara yang bijak. Tanpa ketiganya, warga Aesir sejatinya adalah domba tanpa gembala. Hanya mereka bukan domba, melainkan anjing liar. Tapi di mata bangsa lain, mereka tetaplah bangsa barbar. Banyak yang menjauhi suku ini, namun tak jarang yang mengagumi mereka pula. Kaum raksasa merupakan salah satu dari kelompok tersebut, dan meminta mereka untuk bersatu di bawah panji Aesir yang mahakuasa. Aesir yang dulunya hanyalah koloni ilalang tanpa nama, menjadi kerajaan penuh wibawa!
Akan tetapi, ada satu kerajaan yang lain yang juga terkenal akan kekuatannya. Suatu kaum yang menyebut diri mereka sebagai Vanir, ras peri penghuni belantara ajaib yang disebut sebagai Vanaheim—Rumah Bangsa Vanir. Vanir merupakan kerajaan tunggal dengan persenjataan perang yang tiada banding. Mengapa demikian? Karena Vanir memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh Aesir: kekuatan sihir. Dan Aesir menginginkan sihir demi menapak lebih banyak tanah.
Sebagai ras paling murni dan bijaksana—menurut klaim mereka—Vanir merasa prihatin akan rakyat Aesir. Apakah mereka akan terus menjarah lebih banyak peradaban dan jika iya, untuk apa? Semata-mata demi memuaskan nafsu mereka untuk berperang dan merampok?
Melihat manusia-manusia yang bobrok ini, mereka tak bisa menahan untuk berpikir bahwa memang ras manusia ditakdirkan demikian. Berderap dari tanah ke tanah lain dan mewariskan apapun kecuali kehidupan dan keteraturan. Para elf berpikir, "Mungkin kita tidak perlu menyerang mereka. Kita bisa mengajarkan gaya hidup kita, mengajarinya ilmu pengetahuan dan sedikit sihir. Niscaya takdir mereka bisa berubah tanpa pertumpahan darah! Niscaya manusia dapat menjalin ketentraman dengan alam, sebagaimana Elf dengan alam!"
Maka dikirimkanlah Fruowa, salah seorang petinggi Vanir untuk menyebrangi Bifrost, jembatan jutaan warna, yang membatasi pusat peradaban Aesir, Asgard, dengan dunia luar. Fruowa berbaur dengan warga Aesir dan tinggal bersama mereka. Siapa sangka, elf tersebut sebenarnya sangat mencintai penduduk Aesir yang dihina dunia. Orang-orang Aesir mungkin menganggap membunuh dan menjarah sebagai kegemaran, tapi mereka mempunyai semangat kekeluargaan dan nilai sosial yang tinggi. Kekompakkan seperti itu tidak pernah ia temukan bahkan di kuil suci elf sekalipun.
Semakin yakinlah dirinya dengan adanya sihir, Fruowa berharap Aesir dapat berhenti melakukan penaklukan yang tak berguna dan hidup puas tanpa khawatir akan kebutuhan mereka. Mungkin ia dapat membuat bangsa tersebut hidup bahagia selamanya! Maka Fruowa datang sebagai guru, mengajarkan ilmu pengetahuan, sihir, gaya hidup yang ideal sesuai budaya Vanir. Dan benarlah, di kala mereka mengenal sihir, hasrat menggropyok desa-desa dan menjarah pemukiman mulai ditekan. Sejatinya, mereka bisa membuat apapun mungkin dengan sihir.
Sayangnya penduduk Aesir terlalu terlena dengan pengetahuan yang diajarkan kepada mereka. Mereka malah semakin tamak dari biasanya. Ras elf mungkin bijak, tapi bukan tanpa cela. Perhitungan mereka meleset. Bangsa Aesir yang awalnya menumpahkan darah dan keringat demi mengejar kebahagiaan, di saat mereka lebih mapan, mereka malah semakin terpuruk dalam lubang angkara. Mereka menginginkan lebih banyak makanan, banyak emas, banyak kekuatan, banyak pemikiran yang sudah tak senonoh untuk dikabulkan.
Kerakusan orang Aesir menghancurkan bangsanya sendiri. Mereka bertikai, saling memperebutkan sumber daya dan sihir. Suasana persaudaraan yang dulu kental sekarang dicabik-cabik habis oleh sesama saudara sebangsa setanah air. Kerajaan mulai terbagi-bagi.
Untuk menanggulangi perpecahan makin dalam, tiga pemipin bersaudara memberikan petuah. Fruowa ditangkap dan dituduh menyusup atas perintah bangsa Vanir. Ia dianggap sengaja memberikan bangsa Aesir kekuatan sihir agar mereka dapat dihancurkan dari dalam. Wuotan dalam murkanya datang ke kediaman sang putri secara pribadi dan melempar tombak ke jantungnya!"
Anak-anak malah terkesiap.
"Kak Alicia, itu menyeramkan!"
"Begitu? Tapi Fruowa tidak mati!"
"Oh, sungguh?"
"Penyihir tersebut memiliki terlalu banyak celah untuk membiarkan dirinya mati ditombak. Wuotan menjadi frustasi. Belum menyerah, dia memvonis sang putri agar dibakar hidup-hidup!
Tuduhan tak berdasar ini meremukan hati sang sang putri. Ia memohon dalam kebingungan saat lidah api melalapnya. Ia terisak kencang dalam kesedihan yang mendalam ketika dibakar kedua kalinya.
Namun saat ketiga kali api merambat ke tubuhnya, Ia larut dalam murka. Benar, Fruowa dibakar tiga kali tapi nyawanya tetap tinggal di dalam raganya. Menyerah akan Aesir, dia sengaja melepaskan dirinya dari belenggu lalu menghilang dari khalayak Aesir.
Ternyata sesuai dengan anggapan masyarakat. Bangsa Aesir tidak bisa diselamatkan. Darah mereka sudah terkutuk sejak lahir. Kesalahan alam saat penciptaan terjadi. Maka tugas dari bangsa Vanir lah untuk menumpas kejanggalan semesta ini. Bangsa Aesir harus musnah! Mereka kemudian mempersiapkan alat penghakiman untuk bangsa Aesir: sebuah daya Ilahi, Arcane murni. Tanpa diketahui oleh bangsa Vanir, para raksasa aliansi Aesir pun sebenarnya telah mempelajari sihir hitam dari Khaos, dan menyebarkannya ke seluruh rakyat—"
Seorang anak memotong Alicia, "Kak Alicia! Siapa sih, yang pertama kali menggunakan sihir Khaos?"
"Itu untuk cerita lain waktu, Herod," jawab Alicia. "Sekarang. apa Kakak boleh melanjutkan ceritanya lagi?"
Ada ketidakpuasaan dari sang anak kecil yang ingin tahu. Tapi cerita sedang seru-serunya. Ia menggangguk setuju.
"Baik, aku lanjutkan. Jadi. Sampai di mana tadi? Perang tak terelakkan. Bangsa Aesir datang dari negeri es dan salju—dari mentari tengah malam dimana mata air panas mengalir. Mereka dipimpin oleh putra Wuotan, Donar menuju Vanir. Mereka meneriakan teriakan membara, mengangkat palu-palu mereka agar semangat membara nan liar menghantar kapal-kapal mereka ke tanah baru—tanah Vanir yang selalu hijau, dambaan mereka.
Bangsa Vanir menyambut mereka dengan hujan tombak di tengah lautan. Pasukan Valkyrie yang dipimpin oleh Fruowa sendiri, berpacu bersama kuda terbang, mengirimkan kutuknya ke bawah kolong langit. Panah Aesir tidak bisa mencapai angkasa terlalu tinggi, tapi tombak Valkyrie bisa menancap tanah dalam-dalam.
Tapi Aesir menyambut semuanya dengan sukacita. Sifat petarung mereka kembali lepas berkat sihir Khaos. Mereka mendayung kapal-kapal sembari melawan gerombolan Vanir, bernyanyi dan berteriak "VALHALLA, AKU DATANG!" Betapa besar hasrat mereka akan Valhalla, Tanah terjanji mereka dari imajinasi Wuotan.
Njord, salah satu petinggi Vanir sekaligus ayah Frouwa membangunkan laut, menciptakan gelombang raksasa untuk menenggelamkan mereka. Lalu Skadi, istrinya, menembakan panahnya untuk mengubah lautan luas yang menelan kapal-kapal Aesir menjadi balok es raksasa! Sihir luar biasa tersebut dimungkinkan berkat Arcane murni mengalir di nadi mereka. Namun bukan berarti bangsa Vanir boleh sombong. Adalah suatu kesalahan bagi mereka sejak awal untuk mengajarkan sihir kepada pihak lawan.
Tinta hitam keluar dari kulit tangan Wuotan, mengalirkan sihir hitam di tombaknya. Ia menciptakan sihir yang dapat membuat tombak Gungnir-nya melesat menembus daging para Elf hingga ke ujung dunia! Tidak ada yang dapat menghentikan lembing perkasanya selain titah dari si mata satu sendiri!
Anaknya, Donar memanggil petir dan mengumpulkannya kedalam palunya. Ia mewarisi sihir Penjaga Petir untuk menyumbangkan kilatan listrik langit langsung ke musuh-musuhnya! Belum lagi perwakilan raksasa, Logi, sang raksasa yang menjalin persaudaraan dengan Wotan, mengaburkan pandangan para Elf, membuat mereka melihat sesamanya sebagai prajurit Aesir, dengan demikian saling membantai satu sama lain! Saudara Wotan yang lain, Willihelm dan Willo membantu pertempuran dengan menghilangkan kepintaran dan kemampuan indera musuh, yang membuat para elf Vanir bak boneka perang. Pertempuran besar ini menjadi ajang pamer bagi kedua pihak untuk menunjukkan sihir luar biasa mereka!
Begitulah kapal-kapal Aesir terus datang dari tanah timur bersalju bertahun-tahun lamanya. Di saat mereka terus menyapu air dengan dayung pengirik, satu-satunya tujuan mereka adalah Pantai Barat.
Bangsa Vanir terus menahan mereka di laut, walau tanah Barat dan Timur tidak jauh jaraknya. Namun sama saja, mereka tetap tak merasa aman. Keluar dari pantai Vanir berarti berhadapan dengan jiwa-jiwa korosif Aesir yang berdaging. Pengaruh Khaos melalui orang Aesir pun mulai merasuki tembok perbatasan Vanaheim. Kepanikan pecah di antara penduduk. Mereka mulai kehilangan keyakinan akan kekuatan mereka, akan Arcane murni, bahkan. Mengerti keputusasaan para elf, Frouwa meninggalkan pertandingan dan memilih cara lain. Ia menuju sumber kekuatan Arcane murni di Vanir—sebuah pohon raksasa yang disebut sebagai Pohon Kehidupan dan Pengetahuan. Ia bersama kedua ahli sihir lain mencabut bunga-bunga di sana dan membuat benang dari bunga tersebut."
Diturunkannya patung kayu Frouwa. Alicia mengeluarkan benda lain dari tasnya–sebuah gulungan benang. Dia menarik seuntai dan diulurkannya sampai memanjang.
"Liat benang ini? Jaman dulu bangsa elf mempunyai ilmu mistis terlarang yang dinamakan Seidr. Ini merupakan sihir kuno tingkat tinggi, anak-anak. Mereka tidak hanya mengetahui masa depan dengan bermodalkan seutas benang. Dengan merajut benang-benang yang memiliki daya Arcane, mereka bisa memanipulasi nasib seseorang ataupun suatu bangsa. Mereka dapat mengendalikan masa depan, menentukan masa hidup suatu mahluk. Dengan sihir ini, mereka adalah ilahi hari esok dengan nubuatan, berkat, maupun kutukan! Penyihir dengan benang. Apakah kalian ingat sosok yang digambarkan demikian pada sesi cerita kita sebelumnya?"
Anak perempuan berkulit gelap berdiri alih-alih mengangkat tangat saking antusiasnya. "Och! Och! Aku tahu," sahutnya, "Clotho, Lachesis, dan Atropos. Tiga puan sihir kembar dari Eretopeion!"
"Pintar!" puji Alicia. "Ini adalah mantera kuno yang tidak boleh sembarang dikeluarkan. Hanya dikeluarkan di saat yang paling darurat. Makanya ini merupakan salah satu sihir teralarang. Namun jika ia ingin Vanir selamat, ia mau tak mau harus menggunakan sihir ini.
Fruowa dan kedua pelayannya merajut benang-benang Arcane. Tiap benang yang disambung menandakan alur suatu peristiwa ke peristiwa lainnya dari suatu nasib. Fruowa menginginkan agar Bangsa Aesir dan Vanir berdamai pada suatu masa, kemudian Bangsa Aesir harus hancur dan hilang di bumi ini bagaimanapun caranya.
Dan manteranya pun bekerja! Beberapa saat setelah mantera tersebut diaktifkan, para tetua Vanir dan Aesir memutuskan untuk gencatan senjata pada perang yang tidak pernah selesai. Bangsa Aesir harus menerima diri mereka disucikan dengan Arcane untuk menghilangkan pengaruh sihir Khaos. Semua menerimanya, kecuali kaum raksasa yang menjadi kaum avatar Khaos di tengah-tengah mereka. Mereka menganggap Ketiga Saudara telah kehilangan arah, dan mengancam akan mengembalikan panji keperkasaan Aesir di bawah pemerintahan Anak-Anak Syvatogor. Karena semua penduduk Aesir tidak layak memegang kuasa Arcane, mau tidak mau mereka harus menghadapi saudara mereka sendiri dengan kekuatan Khaos pula.
Bangsa Vanir tidak bisa membantu banyak karena kerugian perang yang besar. Mereka pun meninggalkan Aesir sendirian. Kaum raksasa menguasai dan membantai para manusia Aesir. Satu per satu daerah Aesir jatuh ke tangan bangsa raksasa. Ladang Aesir yang begitu hijau telah membisikkan kisah akan darah. Darah dicurahkan dari pendekar Aesir yang menyatakan gelombang perang tapi ditundukkan oleh oleh para raksasa. Anak-Anak Syvatogor mengklaim sebagai penguasa timur.
Tidak satu pun manusia dibiarkan hidup karena mengganggap mereka mahluk lemah dan mudah kehilangan arah. Sampai akhirnya, ketika pasukan raksasa muncul dari dataran selatan Asgard, Wuotan, Willihelm, dan Willo memanggil Khaos dan berpasrah kepadanya. Khaos tersenyum. Ia melahap Asgard dan penduduknya dalam kegelapan, kemudian menuju kehampaan kekal. Pemimpin para raksasa, Surtr melancarkan penjagalan masal kepada sisa-sisa penduduk Aesir yang tidak didekap Khaos. Demikianlah Aesir yang dulu orang kenal musnah, digantikan oleh kaum raksasa yang kejam. Tanah Aesir subur sudah hilang, menyatu dengan tanah para raksasa melalui hujan salju tanpa akhir.
Setelah mendengar kabar demikian, Fruowa dan kedua penyihir menyesal. Mereka kabur dari Vanir, menyobek pakaian kemewahannya, dan memutuskan untuk menyiksa diri dalam pengasingan selama sisa hidup mereka. Ini merupakan bentuk penitensi karena dirinya dan yang lain bermain tuhan. Secara tidak langsung mereka telah melakukan genosida kepada suatu bangsa dengan kekuatan paling suci di dunia sihir, merasa menjadi hakim yang adil untuk suatu masa. Arcane murni, layaknya Khaos, memiliki kekuatan yang besar dan memampukan mereka untuk melakukan sesuatu di luar bayangan manusia. Dikecamuk oleh kebencian, Fruowa mengubah takdir segenap bangsa, tidak peduli ada yang bersalah atau tidak. Memang semengerikan itukah daya Ilahi itu untuk mengubah takdir akan segala sesuatu?
Atau… ada atau tanpa Seidr, takdir tersebut sebenarnya sudah ditentukan sejak ruang dan waktu tercipta?" []