Hari pagi normal baru di Trinketshore adalah menikmati pancaran mentari, menyeruputi secangkir teh panas, dan menonton berita kasus pembunuhan terbaru di telemedia.
Hugo McLaren seharusnya memohon banding kepada jaksa agar ia dijebloskan di penjara saja. Tahanan rumah menjadi mimpi buruk ketika tawanan terkena tekanan sosial dari penduduk Trinketshore. Siang itu, dia sudah menerima sekitar 3 kotak telur, 10 botol kaca, petasan, dan beberapa petugas bonyok sehabis berkelahi dengan pelaku vandalisme yang menghiasi propertinya. Saat pembunuhan di kastil Bain terjadi, siapa sangka mereka harus memanggil brigade pemadam api karena sekolompok orang asing melemparkan beberapa botol molotov menembus rumahnya.
Mentari baru mulai menjulang. Di dekat palang perbatasan kota Trinketshore, Hugo McLaren hadir dengan pose "terlempar" kaca depan mobil berlapis kromium. Tubuhnya menyatu dengan material kromium mobil. Tidak hanya dia, ada seorang supir pribadinya, orang yang tak bersalah, turut menjadi korban transformasi material. Otomotif yang dikendarai miring kedepan empat puluh lima derajat, seolah manusia super menghentikan mobil tersebut dengan tangannya, terlihat dari bonyok di kap depan. Seluruh unsur mobil dan penumpangnya adalah pahatan kromium, menciptakan monumen peringatan kecelakaan Hugo McLaren di ambang batas kota.
Di kap mobil tertulis ancaman dicat warna putih. Sepertinya sang pembunuh tidak main-main dengan ultimatumnya. Ingin meninggalkan kota? Silahkan, tapi jangan lupa membawa maut bersama Anda.
Jika dua orang tewas saja sudah cukup mengkhawatirkan, bagaimana kalau tambah satu lagi? Hakim yang mengurus pengadilan kasus Esmer Philo bernama Wendy Mayors menjadi semak-semak berbentuk manusia penuh kebanggan di halaman rumahnya. Orang-orang sekitar tidak percaya. Tau dari mana kalau semak-semak itu adalah si hakim? Bukankah memangkas semak merupakan hobi umum para aritstokrat, apalagi membentuknya sesuai perawakan mereka? Bisa jadi, kalau saja anjing miliknya tidak melolong semalaman di depan semak tersebut dan menggit setiap dibawa menjauh. Para pasukan penyihir sudah memeriksa lokasi tersebut, dan mereka menemukan residu sihir hitam di sana.
Semua korban itu dibawa ke kantor pusat sihir lokal Trinketshore.
"Kiriman baru lagi?" kata seorang dokter forensik pertama.
"Yap. Kiriman segar pagi ini," kata seorang dokter forensik kedua. "Wendy Mayors, hakim lokal Trinketshore. Dan ada Hugo McLaren, pelaku penganiayaan, dan Mikey supirnya. Sayangnya yang dua terakhir tidak bisa dibawa disini, mereka 'menempel' di mobil. Kau harus memeriksanya langsung di luar."
"Kau yakin mereka benar-benar mengirim jenazah, bukannya cinderamata bonsai raksasa dari keluarga Mayors?"
"Haha, lelucon yang bagus."
Mereka menyelidiki ketiga korban dan sama seperti kedua korban sebelumnya, ketiganya ditemukan residu partikel Protos pada mereka.
"Semuanya sama," kata dokter forensik pertama. "Seluruh tubuhnya menjadi kromium utuh, bagian dalam tubuhnya tidak ada lagi. Dia sudah menjadi patung seutuhnya."
"Sihir pengendali realita konkrit ala Sorcery ritus barat, kah?" sambung dokter kedua. "Sihir terlarang sialan!"
"Untuk seorang pemilik sihir hitam, orang ini cukup suportif membela hak asasi manusia. Seorang Sorcerer di Trinketshore? Sama sekali tidak terduga, mereka kan seharusnya terisolasi dari peradaban."
"Kau tidak perlu menjadi penyihir untuk bisa melakukan ini. Pengendali realita sendiri aja ada karena adanya campur tangan partikel Protos. Bukan tidak mungkin partikel Protos memberikan kemampuan serupa kepada orang yang tidak bisa sihir sekalipun."
***
Empat sekawan, serta Leith dan teman-teman sebayanya berencana untuk menghabiskan hari bermain di pantai. Kebetulan karena Trinketshore terletak di tepi laut, bukan masalah bagi mereka untuk bolak-balik ke pantai. Tapi tentu saja musim panas adalah saat terbaik untuk mengunjunginya.
Alicia, Gilmore, dan Leith bertemu dengan Nadine di alun-alun, yang kebetulan ikut terlibat dalam unjuk rasa. Mereka juga berpapasan dengan John Philo yang baru saja bebas, dan dikelilingi oleh para aktivis untuk memberikan dukungan dan sesi doa bersama. Muka pria itu tampak lebih segar dari biasanya. Selepas John Philo meninggalkan para pengunjuk rasa tersebut, Alicia menyapa guru seninya, katanya, "Selamat siang, Pak Philo! Syukurlah Bapak sudah bebas."
John membalas sapaanya dengan sopan. "Oh, bukankah kau Alicia Crimsonmane dan kawan-kawan? Terima kasih untuk ucapannya."
"Mengenai kasus kemarin," kata Nadine. "Kami turut menyesal mengenai vonis yang dijatuhkan kemarin. Seharusnya putri Anda berhak mendapatkan keadilan yang pantas!"
John terdiam sebentar. "Putriku memang pantas mendapatkan yang terbaik dari yang seharusnya. Tapi kamu tahu apa yang kupelajari selama aku merenung di penjara? Pada akhirnya orang mati selalu berhasil menuntut keadilan daripadanya. Dan sepertinya, otoritas atas malah semakin sibuk mengurusi masalah patung di keluarga sebelah."
Leith melihat ransel punggung Alicia bercahaya biru. Orb bergejolak tiba-tiba. Matanya melotot melihat Alicia. Alicia yang merasa gejolak Orb menjadi tidak nyaman saat melihat John Philo. Serasa beliau sedang menyembunyikan sesuatu dari dunia. John Philo menatap Alicia. Alicia berpura-pura senyum untuk menyembunyikan kegelisahannya. Namun sepertinya sang guru seni pandai menginterpretasi emosi langsung dari matanya seperti mengartikan karya seni.
"Kulihat dari pakaian kalian, kalian mau ke pantai ya? Kalau begitu, jangan biarkan orang tua ini menghalangimu. Pergilah anak-anak, selamat menikmati musim panas, selagi kalian bisa." John Philo melewati mereka.
Alicia mencoba menoleh John Philo, John juga sempat menolehkan kepalanya sedikit, muka senyumnya berubah drastis menjadi suram mencekam. Perasaan Alicia campur aduk, ia kehilangan suasana hati untuk berlibur.
Pantai Trinketshore berpasir putih berlaut biru kristal, hebatnya tidak pernah terasa sumpek, dan tidak ada pemrotes yang memperburuk suasana, hanya mereka yang ingin menghilangkan penat. Alicia dengan baju renang model one-piece duduk di hamparan pasir dibawah payung pantai teduh setelah melakukan beberapa aktivitas bersama temannya di pantai. Pikirannya belum bisa menghapus tatapan mata dan air muka John Philo di kala terakhir itu.
Leith yang baru saja menyelesaikan beberapa set voli dengan temannya menghampiri kakanya yang melamun sambil menjilat es krim vanila. Nadine yang baru selesai berselancar menghampirinya juga. Sedangkan Gilmore berbaring telungkup di papan selancarnya yang terapung di laut. Semoga saja dia hanya menikmati sinar matahari dan bukannya tidur.
"Baiklah, kalau kau melamun berarti ada sesuatu yang salah. Apalagi kali ini, Liz?" ujar Nadine.
"Pasti mengenai Pak Philo," Leith mendatangi kakaknya yang muram. "Aku melihat Orb bercahaya di balik tasmu."
"Aku dan Orb merasakan adanya partikel Protos mengalir dalam tubuh Pak Philo," jawab Alicia.
Nadine tidak mengerti maksudnya. "Partikel Protos apaan?"
"Maksud Alicia, Pak Philo memiliki kekuatan sihir hitam," jelas Leith.
Wajah Nadine menampilkan ekspresi tak percaya. "Pak Philo? Sihir hitam? Apa kau yakin?"
Leith menambahkan kembali. "Sepertinya Alicia mencurigai kalau beliaulah dalang pembunuhan berantai baru-baru ini."
"Itu tuduhan yang tidak masuk akal! Maksudku, mungkin saja beliau punya dendam terhadap para pelaku, tapi membunuh orang yang berhubungan dengan pelaku alih-alih pelakunya sendiri? Dan sepertinya Pak Philo tak pernah kabur dari penjara sampai hari pembebasannya."
"Oh, kak Nadine," balas Leith. "Kau sudah pernah melawan pengguna partikel Protos, harusnya sudah tahu kekuatan mereka sama sekali tak terduga. Keluar dari penjara perkara gampang, apalagi untuk membunuh orang. Cukup sepatah katapun kau bisa mengirim banyak jiwa ke pangkuan Hades dengan kekuatan itu."
Leith duduk di sebelah kakaknya, dan kembali menambahkan, "Apa pun yang kau lakukan, jangan ikut campur, jangan ambil resiko ketahuan memegang Orb. Biarkan para penyihir elit dari pusat yang mengurusnya. Untuk itulah mereka ada di sini."
Alicia agak cemberut. "Mereka sepertinya tidak terlalu becus malam kemarin, sampai kelepasan tiga orang."
"Hugo dan supirnya kabur secara diam-diam kemarin. Kau dengar beritanya tadi. Itu salah mereka sendiri karena tidak mempercayai para petugas elit yang mengawal mereka. Itu berlaku buatmu juga kalau sampai tidak percaya dan mengurusi urusan orang."
Leith menambahkan lagi. "Kalau soal si hakim, yah mereka tidak kepikiran untuk menjaganya saat itu, kadang mereka bisa jadi bodoh. Tapi tindakan pencegahan telah dilakukan, kudengar mereka semua yang menjadi peserta pengadilan berkumpul di kantor fasilitas sihir Trinketshore. Para penyihir bisa menjaga mereka lebih baik di sana."
"Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Alicia.
"Desas-desus yang kuterima. Keuntungan menjadi seorang Crimsonmane, kurasa."
Leith berbicara seolah dia punya informan dan koneksi dengan dunia penjahat. Alicia kali ini mencoba untuk tenang dan mendengar saran adiknya. Lagipula ini liburan musim panas, Setelah beberapa hari yang berat, tidak ada salahnya menikmati suasana pantai.
Malam menyingkirkan siang. Setelah menghabiskan seharian di pantai, mereka semua kembali ke rumah dengan tenaga terkuras habis. Leith langsung bergelung di ranjangnya dan mendengkur.
Berbeda dengan Alicia yang tidak terlalu banyak bergerak di pantai, Ia sama sekali tidak bisa tidur sekalipun dia mencoba. Ia merengut lalu keluar dari ranjang, menikmati pemandangan rembulan dari jendela.
Orb menemani di sebelah Alicia yang gundah gulana duduk di tepian jendela. Alica bertanya kepada Orb, "Menurutmu apakah mereka baik-baik saja dikawal oleh para penyihir elit tersebut?"
Teman ajaibnya melantunkan nada yang diartikan, 𝘑𝘪𝘬𝘢 𝘱𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢𝘢𝘯 𝘢𝘥𝘪𝘬𝘮𝘶 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘥𝘪𝘱𝘦𝘳𝘤𝘢𝘺𝘢, 𝘴𝘦𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘢𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘱𝘦𝘳𝘭𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘢𝘳𝘶𝘩 𝘣𝘢𝘯𝘺𝘢𝘬 𝘣𝘦𝘣𝘢𝘯 𝘥𝘪 𝘱𝘶𝘯𝘥𝘢𝘬𝘮𝘶. 𝘒𝘢𝘭𝘢𝘶𝘱𝘶𝘯 𝘥𝘪𝘳𝘪𝘮𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘪𝘬𝘦𝘳𝘢𝘴 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘭𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘦𝘭𝘢𝘬𝘶, 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘴𝘵𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘢𝘯𝘤𝘢𝘮𝘢𝘯 𝘭𝘢𝘨𝘪, 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘬𝘴𝘢 𝘬𝘢𝘭𝘪 𝘪𝘯𝘪. Sungguh menyenangkan punya teman berupa esensi sihir terkuat yang tidak banyak menuntut.
Waktu menunjukkan jam sembilan. Masih awal, setidaknya dibandingkan kejadian beberapa hari ini. Alicia menemukan ide sebagai kedok untuk menutupi keraguannya: jalan malam melewati kantor sihir.
"Setengah jam saja," pinta Alicia ke dirinya sendiri. "Jika semua lancar jaya, aku akan pulang dan bersikap bodoh amat."
Alicia memeriksa kamar Leith, adiknya masih mengorok tak karuan. Bagus. Ia langsung membawa Orb dan memulai perjalanan nekatnya lagi, kali ini hanya mereka berdua saja.
Alun-alun kota Trinketshore ricuh. Alicia tidak ingat jika ada festival musim panas di tengah kota jam segini. Para warga berpelukan, menyanyikan senandung lagu kemenangan perang. Otoritas hukum mempertimbangkan vonisnya kembali kah? Atau jangan-jangan kudeta, para pejabat dan pelaku akan dibantai, lalu diarak ke sana sebagai macam-macam model patung! Alicia tidak menonton telemedia hari itu, jadi ia memutuskan membuang pikiran nyelenehnya, dan berlanjut ke area timur yang sepi, dimana kantor fasilitas sihir berada.
𝘛𝘰𝘭𝘰𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘮𝘰𝘨𝘢 𝘢𝘮𝘢𝘯. 𝘛𝘰𝘭𝘰𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘮𝘰𝘨𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘥𝘢 𝘗𝘢𝘬 𝘗𝘩𝘪𝘭𝘰 𝘣𝘦𝘳𝘥𝘪𝘳𝘪 𝘥𝘪 𝘥𝘦𝘱𝘢𝘯 𝘨𝘦𝘥𝘶𝘯𝘨 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘴𝘦𝘮𝘢𝘤𝘢𝘮𝘯𝘺𝘢!
Tentu saja tidak. John Philo mengetuk jendela restoran kecil saat Alicia hendak melewati tempat tersebut dan berjalan ke arah kantor yang letaknya tiga ratus meter di pertigaan sebelah kanan.
Muka Alicia langsung pucat, sedangkan muka John Philo cukup cerah untuk orang yang sedang dilanda badai melankolis malam hari. John Philo mengayunkan tangannya ke belakang, tanda mengajaknya untuk masuk. Alicia menapakan kakinya masuk ke restoran. Ada belasan orang hadir di restoran tersebut, setidaknya Alicia tidak benar-benar harus berbicara empat mata dengan John Philo dalam kesepian mencekam.
Malu-malu, Alicia menyapa John. "Pak Philo! H-hai! Selamat ma-malam. Tumben ketemu Bapak di restoran jam segini."
"Alicia Crimsonmane! Hei, ayo, duduklah bersama Bapak sebentar."
"Ah, anu, Pak. Saya sedang dalam perjalanan pulang, jadi saya tidak bisa lama-lama."
"Ayolah sebentar saja! Duduk sini," John Philo menawarkan kursi yang berada di depannya. "Aku memaksa."
Alicia menelan ludah, lalu terpaksa mengambil kursi. "Kamu sudah makan belum? Mau pesan makanan?" tanya John Philo.
"S-saya tidak lapar Pak. Terima kasih." Sang gadis mencoba membuka percakapan agar tidak canggung, karena diam saja melihat wajah John Philo yang antusias sudah membuatnya ketakutan setengah mati. "Jadi, apa yang bapak lakukan di sini?"
John Philo memasang muka bingung. "Apa yang Bapak lakukan disini? Ya makanlah, tentu saja!" Pria tersebut tertawa terbahak-bahak, Alicia memaksakan bibirnya ikut menyengir. Bertanya sama tidak lebih baiknya dari berdiam diri.
"Bapak sebenarnya sedang menunggu sesuatu. Kamu tahu, restoran ini adalah restoran favorit keluarga kami. Dulu, Bapak dan mendiang istri sering berkencan di restoran ini. Pizza mereka adalah yang satu-satunya dan yang terenak saat itu, tentu saja sampai sekarang masih yang terenak. Bapak juga sering mengajak putri Bapak makan malam disini, karena Bapak terlalu lelah saat pulang kerja dan malas memasak. Di sini, di meja ini, di sebelah jendela, Bapak dan putri Bapak sering mengejek para penyihir yang lalu lalang di jalan ini, menertawakan mereka karena pakaian mereka yang absurd. Pakaian mereka sangat aneh untuk berbaur di masyarakat, bahkan saat mereka pakai pakaian normal, entah kenapa mereka sama sekali tidak cocok. Sejak Esmer … tiada," suaranya langsung ketir. "Restoran inilah salah satu kenangan yang tersisa akan Esmer dan mendiang istri."
Siaran dokumentasi pada telemedia kecil tergantung di langit-langit bagian kasir restoran, tiba-tiba terpotong dengan komposisi musik yang tegas dan menusuk mereka yang mendengar, berita terkini dari siaran lokal Caledonia.
[Kabar untuk Trinketshore dan seluruh Caledonia! Kabar untuk Trinketshore dan seluruh Caledonia! Presiden Bain Industries, Stephan Bain telah mengeluarkan pengakuan bahwasannya dia beserta keluarga pelaku yang lain telah menyuap sejumlah petugas hukum pada sidang pengadilan pembunuhan Esmer Philo. Pernyataan ini dikeluarkan dengan harapan menghentikan konflik dengan massa, yang berujung pada pembunuhan anggota keluarga pelaku pembunuhan dan pihak lainnya. Pihak berwajib telah menahan semua yang terlibat dan akan diawasi secara ketat sementara untuk mencegah adanya percobaan pembunuhan lainnya. Rencananya vonis tersebut akan ditinjau ulang, dan sidang lanjutan akan dilakukan di Kantor pengadilan negeri Eidyn. Demikian kabar untuk Trinkeshore dan seluruh Caledonia! Telah ditelaah secara saksama dan dibawa oleh Lily Casanova, saya sendiri. Selamat malam seluruh Caledonia, dan semoga Kesunyian Ilahi memberikan Kedamaian Abadi bagi kita semua!]
Siaran kembali ke adegan dokumentasi Perang Besar. Semua pengunjung dan yang bekerja di restoran menyelamati John Philo yang hanya membalas dengan senyuman sopan formalitas, tidak lebih. Sang gadis akhirnya mengerti apa arti hiruk pikuk di jalanan tadi.
"Bapak bilang apa kan, Alicia?" katanya. "Cepat atau lambat, orang mati akan mendapat keadilannya. Dan proses itu sebentar lagi akan selesai," John Philo melirik kantor sihir di seberang jendela.
"Apa maksud Anda, Pak Philo?"
"Mereka tidak akan dikirim ke kantor pelindung sipil. Mereka akan dikumpulkan di gedung tersebut." John Philo menunjuk kantor sihir. "Tentu saja, itu adalah domain mereka, dimana para pelaku bisa diawasi secara ketat dan para penyihir bisa mengerahkan semua sumber dayanya secara maksimal. Beberapa pelaku sudah ada di sana, sisanya akan datang sebentar lagi."
Gadis Crimsonmane melihat air wajah John Philo berubah menjadi benci dan amarah saat mengatakan demikian. Intonasi suaranya jadi kasar. Tidak ada lagi bapak John Philo yang baik. Ia berbalik menatapnya dan berkata, "Aku tahu kau tahu."
Alicia tahu ini sudah saatnya membuang sikap berlagak pilon. Dia mencoba membalas tatapan serius balik ke Pak guru, menjawab pelan, katanya, "Tapi Bapak selama ini berada di penjara."
John menyentuh plastik ke tangannya, mengubahnya menjadi papan plastik berbentuk tangan. Alicia tercengang. "Aku bisa mengubah material kulitku mengikuti material yang aku pilih dengan sentuhan. Dengan cara yang sama aku mengubah orang-orang itu menjadi patung sesuai dengan material yang kusentuh. Bagaimana aku kabur? Sederhana. aku menyentuh air. Sisanya bisa kau bayangkan sendiri."
"Mereka sudah mengakui kesalahannya dan otoritas hukum tidak akan melewatkannya. Bukankah Esmer sudah mendapatkan keadilan yang pantas?"
"Bah! bodohnya aku jika langsung percaya kasus ditutup begitu saja. Keturunan aristrokat seperti kalian itu mahluk licik. Kepastian hukum mereka berdasarkan pada jumlah koin emas mereka. Keadilan dilihat dari banyaknya harta mereka. Mereka selalu punya cara untuk lolos dari hukuman yang pantas. Kalaupun mereka dipenjara, hidupnya masih lebih baik daripada orang bawah sepertiku sekalipun!"
"Bapak tidak boleh melakukan ini! Apakah Esmer menginginkan ini? Ayahnya menjadi seorang pembunuh berantai?"
"KAU TAHU APA TENTANG PUTRIKU?" John yang teriak sontak mengundang sejumlah mata tertuju kepada mereka. John menghela napasnya lalu meminta yang lain untuk menghiraukan mereka. Ia kemudian kembali ke Alicia. "Kau tahu berapa lama untuk memahat sebuah patung manusia? Empat sampai delapan minggu! Tetapi dengan kekuatan ini, aku bisa membuat lukisan seni tiga dimensi dalam sekejap." John kemudian berdiri dari kursinya.
"Aku akan mengakhiri ini. Aku akan mempersembahkan kepada Hades mahakaryaku dengan imbalan aku dapat dipertemukan dengan putriku dalam Keadamaian Abadi. Hanya ini satu-satunya cara Esmer bisa beristirahat dengan tenang. Aku tak tahu darimana kau bisa tahu, Alicia. Aku berencana membunuhmu saat kau mencurigaiku,"
Guncangan takut menimpa Alicia seraya membayangkan guru seninya yang culun, kini hilang kewarasan, ingin mengubahnya menjadi pahatan batu.
"Tapi karena mereka sudah mengakuinya, sesuai perkiraanku, tidak ada gunanya aku melanjutkan aksi ini, apalagi membunuhmu. Pulanglah. Lapor pelindung sipil, penyihir Magisterium, apapun, terserah. Tapi kalau kau menghalangi jalanku, kaupun akan kupersembahkan ke altar Hades."
Setelah perbisikan sengit itu, John Philo meninggalkan restoran. Konvoi kereta mesin yang ganjil menghampiri kantor sihir Trinketshore.
Semuanya sudah berkumpul di kandang. Saatnya mengadakan kurban demi arwah Esmer Philo. []