Chereads / Cinta 1302 / Chapter 6 - Lelaki yang Jatuh dari Langit (3)

Chapter 6 - Lelaki yang Jatuh dari Langit (3)

Rumah Alihan, semalam

Cahaya menyapu wajah Altan. Bagaikan kilat membutakan pengelihatannya dalam sekejap. Refleks Altan mengangkat lengannya menutupi sebagian besar wajahnya, melindungi dirinya dari sesuatu yang asing tersebut. Pedang dalam genggamannya pun terlepas. Jatuh menghantam lantai kamar Alihan yang tak berkarpet dengan suara dentingan yang cukup keras dan memekakkan telinga pada dini hari itu.

"CAHAYA YANG MENYILAUKAN APA INI?!" pekik Altan yang tubuhnya terhuyung beberapa langkah ke belakang akibat serangan mendadak yang diterimanya.

"Cahaya lampu," jawab Alihan yang tengah terbengong-bengong.

Pekikan Altan sama sekali tidak mempengaruhi Alihan apalagi membuatnya gentar. Sebaliknya, saat ini mata Alihan terpaku pada Altan bak orang yang berada dalam pengaruh hipnotis.

Demi apa! Dari atas sampai bawah penampilan Altan sungguh 'sangat berbeda'. Sangat jauh dari dugaan Alihan yang menyangka bila Altan merupakan bagian dari parade. Bagaimana Alihan harus mendiskripsikannya? Terlalu nyata? Ya, begitu!

Altan terlalu nyata hanya untuk menjadi bagian dari sebuah parade. Rambut pirangnya yang panjang dikepang dengan kepangan yang unik -- gaya rambut yang sebelumnya tidak pernah dilihat oleh Alihan. Rambut palsu? Alihan ingin berpikiran begitu namun rambut Altan terlihat sangat-sangat asli dan natural bahkan bila dilihat dari tempat Alihan berdiri saat ini. Mungkin nanti Alihan harus menyentuhnya sendiri untuk memastikannya. Tentu saja setelah Altan mengurungkan niatnya untuk menebas dirinya yang tak berdosa.

Dari rambut, Alihan kemudian beralih pada baju yang dikenakan oleh Altan. Warnanya yang serba hitam membuat Altan tampak sangat laki-laki sekali. Namun sudah pasti bukan itu yang membuat Alihan terpana -- dia pria lurus yang masih sangat tertarik dengan wanita, omong-omong -- melainkan bahan pembuat bajunya.

Rompi yang dikenakan Altan beserta beberapa ornamen lain yang melekat di tubuh pria tersebut terlihat terbuat dari kulit hewan asli. Begitu orijinal sehingga Alihan paham kenapa Altan seperti mengejeknya saat menanyakan perihal pakaian yang dikenakannya. Mana mungkin t-shirt dan kolor yang dikenakan Alihan sebanding dengan pakaian yang dikenakan Altan? Bahkan sekalipun kain yang melekat pada tubuh Alihan memiliki merek yang tercetak di atasnya tetap tidak mampu mengangkat kharisma Alihan.

Sekarang Alihan harus mengakui bila dirinya nampak bak gembel bila disandingkan dengan Altan yang serupa seorang ksatria.

Ksatria!

Kata itu menghantam kepala Alihan. Membawa dirinya pada sebuah kesadaran yang sulit diterima oleh logikanya. Tidak, bukan sulit lagi! Tapi mustahil bagi sesiapapun yang memiliki akal sehat.

"Tidak mungkin..." Alihan bergumam dimakan oleh keterkejutannya sendiri.

Benar, Alihan baru saja menyadari bila Altan bukan berasal dari masanya. Melainkan seorang pria yang datang dari masa lampau. Bukankah pria itu sempat menyebut Kesultanan Seljuk tadi? Ya, pasti dari sanalah Altan berasal!

"Apa itu lampu?!" Altan berseru panik.

Dalam hidupnya Altan tak pernah sepanik seperti yang dirasakannya saat ini. Sebagai seorang Alp (1) tentu saja dirinya bukan seorang penakut dan sangat baik dalam pengendalian diri. Keberaniannya sudah teruji pada ratusan pertarungan yang pernah dihadapinya sejak tugas pertama yang dijalankannya. Begitu pula dengan pengendalian dirinya yang telah terlatih dari medan-medan asing yang pernah didatanginya. Bahkan ketika dihadapkan pada kematian pun dia sama sekali tidak gentar.

Seharusnya saat inipun Altan tetap pada pakemnya tersebut. Seharusnya.

Entah apa yang terjadi pada dirinya yang sekarang, Altan pun tidak mengerti. Sama-sama tempat asing, sama-sama terjebak dengan musuh. Tapi mengapa dirinya merasakan keasingan yang teramat sangat bercampur dengan kealphaan yang luar biasa? Dirinya ibarat tumbuhan yang terlepas dari akarnya dan terhempas ke tanah yang begitu jauh. Sangat jauh sehingga mustahil baginya untuk mengenali tempat yang dipijaknya sekarang.

"Lampu adalah sesuatu yang menggantung di atas kepalamu saat ini," Alihan menjawab bak robot. Seluruh perhatiannya masih tertuju ke arah Altan sehingga otaknya hanya dapat memproses hal-hal yang sudah tertanam dalam di otaknya. Dan seandainya saat ini Alihan diminta untuk berlogika maka dia tidak akan dapat memprosesnya sementara waktu, sampai rasa tercengangnya terhadap Altan menghilang.

Perlahan, Altan menurunkan lengannya dari wajahnya. Kepalanya menengadah. Dengan waspada sepasang mata birunya mengecek ke arah benda yang disebut oleh Alihan. Cahaya putih yang tajam pun kembali menusuk matanya. Refleks Altan mengangkat lengannya lagi demi melindungi netranya.

"Benda apa itu lampu?! Kenapa benda itu menyilaukan seperti matahari?!" Altan bertanya berang karena matanya sekarang terasa panas akibat tersengat cahaya lampu. "Kau jangan bengong saja, dasar penyihir! Cepat matikan benda terkutuk itu! Jangan berpikir kalau kau bisa membunuhku menggunakan sihir hina seperti ini!"

Panggilan penyihir yang ditujukan kepadanya berhasil menarik Alihan pada kesadarannya kembali. Alihan sungguh tersinggung disebut sebagai penyihir. Dia tidak terima dan otaknya bereaksi sangat cepat terhadap hal tersebut.

"Berhentilah menyebutku sebagai penyihir! Harus berapa kali aku katakan padamu kalau aku bukan penyihir, hah?! Benda yang kau pikir sebagai sihir itu adalah lampu. L-A-M-P-U! Salah satu penemuan pada abad ke 18 yang telah mengubah peradaban manusia!" Alihan menjawab sambil menunjuk-nunjuk pada bola lampu kamarnya. Nafasnya pun terengah setelah memuntahkan kekesalannya pada Altan.

"APA?! ABAD KE 18 KATAMU?!" Altan menghempaskan lengannya dari wajahnya. Kedua mata birunya membulat dengan pandangannya yang mengarah lurus pada Alihan.

"Diamlah! Kau sungguh berisik sekali! Ini dini hari!" protes Alihan sambil mengernyitkan wajahnya. Teriakan Altan barusan benar-benar memekakkan telinganya dan pada waktu di mana semua orang sedang terlelap, suara Altan pastilah akan terdengar sampai ke apartemen lainnya. "Tetangga bisa memanggil polisi kalau kau bergaduh di waktu seperti ini!" lanjutnya memperingatkan.

Peringatan Alihan tidak ada gunanya tentu saja. Siapa yang akan mendengarkan dan siapa pula yang akan peduli bila lawan bicaranya adalah Altan, seseorang yang nampaknya baru saja jatuh dari langit.

Altan melangkah mendekati Alihan. Tatapannya mengunci Alihan. Gestur tubuhnya serupa dengan orang yang hendak menyerang, berkelahi tanpa ada setitik ketakutan pun yang terjejak di wajahnya.

Melihatnya nyali Alihan menjadi ciut. Namun tentulah dia tidak boleh menunjukkannya pada Altan meskipun hatinya menjeritkan 'matilah aku!' keras-keras.

"Apa?! Kau mau memukulku?!" tantang Alihan. Kedua kakinya sudah membentuk kuda-kuda. Kedua tangannya pun terkepal, siap untuk meninju Altan.

Satu tinju Alihan melayang, hendak menyerang sisi depan wajah Altan saat pria itu sudah memasuki garis batas pertahanan Alihan. Dan yah, seperti yang sudah diduga, Altan berhasil menghindar dari tinju tersebut dengan mudah. Dia menangkap pergelangan tangan Alihan hanya dalam sekali gerakan.

Alihan yang tak mau kalah kemudian melayangkan tinjunya lagi menggunakan tangannya yang bebas. Naasnya lagi-lagi tinjunya dapat ditangkap Altan semudah pria itu menangkap tinjunya yang pertama. Setelahnya Altan menghempaskan kedua lengan Alihan dengan kasar ke sisi tubuhnya kemudian mencengkeram bahu Alihan dengan sangat kuat dan menghantamkan punggung Alihan ke tembok.

Alihan meringis merasakan nyeri di punggung serta bahunya yang dicengkeram oleh Altan. Cara Altan menekan bahunya seolah pria tersebut akan meremukkan tulang bahunya dalam sekali remasan. Mata biru pria itu yang serupa safir pun tampak gelap oleh kemarahan kala mengunci mata Alihan.

Salah satu tangan Altan kemudian meraih leher Alihan dan mencekiknya. Sedangkan lengan yang satunya dari bahu Alihan berpindah pada bagian tengah dada pria itu. Menekan dengan keras hingga Alihan merasakan dadanya sesak. Begitulah Altan memblokade jalan nafas Alihan dari dua arah.

"Dengar, jangan main-main denganku! Kau pikir aku akan percaya pada bualanmu soal abad ke 18 ini, hah?! Katakan padaku di mana aku sekarang! Kalau tidak aku akan menghabisimu!" ancam Altan dengan suaranya yang keluar dari sela-sela giginya. Ya, dia menggeram bak seekor serigala.

"A-aku tidak berbohong. La-lampu itu memang ditemukan pada abad ke 18. Se-sedangkan ki-kita ada di Istanbul se-sekarang. Ko-kota Istanbul, ne-negara Turki, ta-tahun 2020," susah payah Alihan berkata sebab nafasnya yang semakin sesak.

Altan melonggarkan tekanannya pada dada dan leher Alihan. Mendadak dirinya linglung setelah mendapatkan jawabannya. Alihan pun menggunakan kesempatan tersebut untuk menjauhkan dirinya dari Altan meskipun dia harus terhuyung untuk itu.

"Bukan Kesultanan Seljuk di tahun 1302?" Altan tercekat.

"Bukan," jawab Alihan sembari mengusap lehernya yang terasa perih. "Kau bisa melihatnya dari jendela kalau kau tidak percaya padaku," katanya dengan arah matanya yang menunjuk pada jendela besar yang berada di balik punggung Altan.

Altan bergegas mendekati jendela kamar Alihan. Dia menyibak jendelanya dan tampaklah gemerlap masa yang seharusnya tak mungkin dapat dijumpainya.

---

(1) Ksatria Turki.