Chereads / Cinta 1302 / Chapter 10 - Pria Seljuk yang Lebih Keren

Chapter 10 - Pria Seljuk yang Lebih Keren

Altan mengikuti Alihan menaiki tangga dengan kedua tangannya yang penuh kantong belanjaan. Postur tubuhnya yang tegap sehingga membuat dadanya membusung, langkahnya yang lebar dan pasti, serta pandangannya yang lurus ke depan dengan dagunya yang sedikit terangkat benar-benar menampakkan sisi dirinya sebagai seorang prajurit. Membuat aura lelaki Altan menguar dengan kuat. Bahkan karena begitu kuatnya hingga membuat Alihan serasa terhimpit olehnya.

"Altan, biasa saja," Alihan meminta.

Altan menoleh. Air mukanya menunjukkan bila dia tidak memahami maksud perkataan Alihan kepadanya. Lantas dia menggelengkan kepalanya sebagai isyarat tanya untuk meminta penjelasan dari Alihan.

"Cara berjalanmu," Alihan menjawab isyarat tanya yang diberikan Altan sembari menggerakkan matanya melihat pria Seljuk itu dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. "Kita tidak sedang dalam perjalanan untuk menghajar orang lain sekarang. Kita hanya akan ke rumahku. Jadi santai saja," ucapnya dengan sedikit olokan dalam kalimatnya.

Altan tidak langsung menjawab. Sambil berjalan sambil dia menundukkan kepalanya memperhatikan dirinya. Setelahnya dia kembali menoleh pada Alihan. "Tidak ada yang salah denganku. Aku memang seperti ini," katanya menyangkal ucapan Alihan yang seolah tengah mempermasalahkannya.

Dalam hati Alihan mencelos. Di sana Altanlah yang merupakan lelaki kuno. Ralat, bukan hanya kuno lagi tetapi seharusnya sudah masuk ke dalam buku sejarah. Namun sialnya malah Alihan yang terlihat tidak okay. Sudah dia hanya menggunakan kaos dan celana chino saja ditambah dengan wajahnya yang lesu serta bahunya yang jatuh. Saat ini dia tidak ada keren-kerennya sebagai lelaki, berbanding terbalik dengan Altan.

Lihatlah bagaimana Altan yang tetap tampak gagah ketika mengenakan seragam Alp-nya maupun ketika dibalut gaya masa kini. Padahal saat ini Altan hanya mengenakan kaos polos biasa dirangkap dengan jaket bomber serta celana training yang semuanya serba hitam. Tentu saja semua pakaian yang dikenakan Altan hingga ke sepatunya merupakan hasil pinjaman dari Alihan karena entah kebetulan macam apa yang menyertai Altan, keduanya memiliki ukuran tubuh yang sama.

Naasnya, justru barang-barang tersebut terlihat lebih perlente ketika Altanlah yang mengenakannya. Sebaliknya ketika Alihan yang mengenakannya, auranya tidak menguar walaupun dia harus bersyukur karena tetap terlihat sebagai lelaki. Jadi tidakkah wajar bila Alihan sedikit memendam rasa iri saat melihat Altan sekarang?

Duh, terlebih saat Alihan mengingat atensi yang diterima Altan saat mereka berada di tempat perbelanjaan tadi. Alihan dapat melihat bagaimana hampir seluruh wanita yang berada di tempat tersebut menolehkan kepalanya hanya untuk dapat melihat Altan -- Altan yang gagah dengan tatanan rambutnya yang nyentrik! Mata mereka berbinar penuh kekaguman tatkala berhasil menangkap bayangan Altan.

Memang Altan tidak merespon apapun kepada wanita-wanita tersebut. Boro-boro menanggapi, Altan justru dengan lincah berpindah ke sana-kemari mengeksplorasi apa saja yang ada di tempat perbelanjaan. Menyentuh berbagai macam barang dan menanyakan barang apakah itu kepada Alihan.

Intinya, Altan tidak sadar bila dirinya yang tampan lagi gagah itu telah menjadi pusat perhatian di sana. Pria Seljuk itu polos dan karenanya Alihan menjadi semakin gemas kepadanya. Tapi tenang saja, Alihan bukan sosok jahat yang mampu untuk mencelakai orang lain hanya karena perasaan iri bak tokoh-tokoh antagonis dalam sinetron. Secara alamiah Alihan memang akan bersaing dengan Altan namun bukan berarti dia akan memusuhi pria tersebut. Kepribadian Alihan memang agak unik. Bagi sesiapapun yang sudah lama mengenalnya, Alihan merupakan malaikat yang menyebalkan.

"Aku hanya memberitahumu. Jangan bilang aku tidak mengatakannya ketika kau dikejar nenek-nenek nanti. Aku tidak akan peduli bila itu terjadi," kata Alihan. Tidak jelas apakah dia sedang memberitahu -- seperti yang dikatakannya -- ataukah dia tengah menyampaikan pesan berisi ancaman kepada Altan.

Yang diajak bicara menghentikan langkahnya. Dengan kening berkerut memikirkan perihal ucapan Alihan barusan. Mana paham Altan mengenainya.

"Dikejar nenek-nenek katamu? Apa maksudnya itu?" Altan pun bertanya dengan polosnya sembari menyejajarkan langkahnya dengan Alihan dalam sekali kejar.

"Dikejar... Seperti ini..." Alihan mempraktikkan dengan kepalanya yang menoleh pada Altan. Kakinya membuat gerakan mengejar di tempat sedang kedua lengannya yang menggenggam belanjaan terayun di udara. "Kau paham sekarang?" tanyanya setelah menghentikan gerakannya.

Altan mengamati masih dengan ketidakmengertian terpatri di wajahnya. "Aku tahu arti mengejar. Tapi kenapa nenek-nenek harus mengejarku?" tanyanya kembali. Dia tidak puas dengan jawaban yang diberikan Alihan karena bukan itu yang ingin diketahuinya.

"Karena kau tipe mereka. Tampan, gagah, kuat, dan sepertinya kau pekerja keras," kata Alihan diikuti dengan cengiran usilnya. Sengaja hanya sebatas itu jawaban yang diberikannya karena dia berniat untuk mengerjai Altan. Padahal masih ada lanjutannya, kalau Altan merupakan tipe lelaki yang digemari oleh nenek-nenek untuk dijadikan suami bagi cucu perempuan mereka.

"Kau jangan mengarang! Dasar minus akhlak!" sahut Altan tidak suka. Kemudian dia berjalan cepat meninggalkan Alihan yang masih berdiri di tempatnya.

'Bocah kurang ajar! Bisa-bisanya dia mengatakan hal tidak senonoh seperti itu kepadaku!', dalam hatinya Altan ngedumel.

Gurauan Alihan sama sekali tidak lucu bagi Altan. Sebabnya, bukan hanya karena perbedaan masa yang sangat jauh di antara mereka namun juga karena sifat Altan yang sebenarnya pemalu. Karenanya dia merasa sangat risih dan menganggap candaan Alihan kepadanya sebagai sesuatu yang tidak pantas. Terlebih bagi pria yang belum menikah sepertinya.

Alihan yang tertinggal di belakang Altan tidak tahan untuk tidak menertawakan pria Seljuk tersebut. Setelah sejak kemarin hanya melihat sisi prajurit Altan, akhirnya kini dia dapat melihat sisi Altan yang lainnya. Sisi yang menurutnya jauh lebih manusiawi.

"Kau akan berdiri di situ saja sampai pagi atau aku yang akan menghancurkan pintu rumahmu?!" seru Altan dengan nada mengancam. Kesal dirinya semakin bertambah mendapati Alihan yang menertawakannya dari balik punggungnya.

Bergegas Alihan berlari menyusul pria Seljuk itu. Tawa di wajahnya tetap terlihat meskipun mendapatkan ancaman dari Altan padahal normalnya dia pasti akan jengkel bila ada yang berani mengancamnya. Tapi karena dia baru saja mendapatkan hiburan dari Altan sehingga suasana hatinya sedang baik-baiknya saat ini.

Sekilas Alihan menengok Altan dengan penuh kegelian sebelum memasukkan kunci ke dalam lubang kunci pintunya. "Silakan masuk, Saudaraku," ucapnya masih dengan niatan menggoda pria Seljuk itu.

Tanpa suara Altan melewati Alihan. Hanya lirikan tajam melalui ekor matanya yang diberikannya kepada saudara tibannya yang nyeleneh itu. Setelahnya dia memasuki rumah dan meletakkan semua kantong belanjaan ke atas meja di ruang tamu. Baru saja dia hendak membuka salah satu kantongnya, Alihan bersuara kepadanya.

"Jangan letakkan belanjaan di sana. Tolong pindahkan semuanya ke dapur," minta Alihan.

Awalnya Altan tak mengerti. Namun segera dia teringat tempatnya menyantap sarapannya pagi tadi yang Alihan sebut sebagai 'dapur'. Tanpa mengatakan apapun, Altan kemudian segera meraih kembali semua kantong belanjaan dari atas meja dan mengikuti Alihan ke bagian tengah rumah, titik di mana dapur itu berada.

Meniru Alihan, Altan lantas menaruh kantong belanjaan ke atas karpet dapur. Alihan mulai membuka belanjaannya, Altan pun melakukan hal yang sama. Hanya saja tujuannya berbeda. Bila Alihan mengeluarkan belanjaannya untuk ditata, Altan mengeluarkan belanjaan untuk mencari camilan-camilan yang tadi dibelinya. Oh, bukan yang dibelinya. Lebih tepatnya, dia meminta Alihan membelikannya untuknya dan pria itu mengabulkannya. Itu artinya camilan-camilan tersebut adalah miliknya, bukan? Jadi Altan tidak harus meminta izin pada Alihan untuk memakannya, benar kan?

Sejak di kantor Mozaik Altan sudah sangat kelaparan. Syukurlah gadis cantik dari Indonesia yang bernama Safira itu memberikan camilan untuknya. Memang tidak membuatnya kenyang namun setidaknya dapat sedikit mengganjal perutnya. Altan terlalu malu untuk meminta makan saat di depan Safira.

Saat di tempat perbelanjaan tadi Altan meminta Alihan membelikan makanan yang mampu mengenyangkan untuknya. Sayangnya di sana tidak ada yang seperti itu. Jadilah Alihan membujuknya untuk membeli camilan saja dan makan di rumah, Alihan yang akan memasak. Altan pun menyetujuinya.

Sekarang Altan mencari camilan yang sama dengan yang diberikan Safira kepadanya. Dia tidak tahu namanya tetapi camilan itu sungguh enak sekali.

"Hei, kau tidak jadi mau masuk bagasi mobil?" Alihan bertanya sambil memperhatikan Altan.

"Nanti," jawab Altan singkat tanpa melihat pada Alihan. Dia tetap fokus pada kegiatan mencarinya.

"Lalu apa yang kau lakukan sekarang?" Alihan bertanya kembali masih dengan memperhatikan kelakuan Altan.

"Mencari camilan Safira," karena Altan tidak tahu namanya jadilah dia menyebutnya seperti itu.

Segera memahami maksud Altan, Alihan mencari satu bungkus paket wafer coklat.

"Namanya wafer. Kalau kau tidak tahu nama camilan ini kenapa tadi tidak bertanya pada Safira?" Alihan bertanya sembari memberikan wafer tersebut kepada pria Seljuk itu.

Altan meraih wafernya. "Aku malu," jawabnya lugu.

"Kau bertanya ini itu padaku sampai berbusa-busa tanpa tahu malu tapi kau malu untuk bertanya satu hal saja pada Safira? Wah, wah, wah..." goda Alihan yang menemukan bila pengakuan Altan menarik.

"Dia tidak tahu siapa aku dan aku tidak ingin terlihat bodoh di depannya," Altan berkata tajam penuh penekanan. Lagi-lagi dia tersinggung karena keluguannya dijadikan bahan olokan oleh Alihan.

Sebuah cengiran terbentuk di bibir Alihan tatkala merasakan aura Altan yang seolah hendak mencekiknya. "Baiklah, baiklah. Kau benar. Tidak perlu marah tentang itu," katanya mencoba menenangkan Altan.

Alih-alih bersikap normal kembali, Altan justru semakin menatap tajam ke arah Alihan. Membuat bulu kuduk Alihan meremang. Tentu saja Alihan takut bila Altan tiba-tiba akan menebasnya dalam sekejap.

"Ada apa? Kenapa kau melihatku seperti itu?" tanya Alihan tercekat oleh rasa ngerinya.

"Berikan semua waferku!"