Chereads / Cinta 1302 / Chapter 4 - Lelaki yang Jatuh dari Langit (1)

Chapter 4 - Lelaki yang Jatuh dari Langit (1)

Rumah Alihan, semalam

Alihan terbangun di tengah kegelapan. Tenggorokannya begitu kering. Bukan hanya itu saja, keringat pun mengucur deras dari keningnya. Dirinya tidak sedang demam. Bukan pula baru saja mendapatkan mimpi panasnya. Dia mengerang. Bukan karena bergairah tapi karena kepanasan.

Dengan kesal Alihan menghempaskan selimut tebalnya ke sisi kasurnya yang kosong. Kedua kakinya menghentak-hentak mengenyahkan bagian selimut yang tak berhasil disingkirkannya, yang menggelung kaki panjang berbulunya.

Iya, dia berbulu. Hampir di setiap inci tubuhnya. Di lengan, kaki, wajah, dada dan bagian intinya juga. Makanya udara panas sungguh merupakan siksaan baginya.

Kini Alihan menyeret dirinya ke dapur. Matanya yang sayu oleh rasa kantuk tetap dapat melihat dengan jelas di dalam kegelapan. Tanpa kesulitan dia menuang air putih dari teko kaca ke dalam gelas plastik dan meminumnya dalam sekali teguk.

Alihan kembali memenuhi gelasnya. Meminumnya lagi dan memenuhinya lagi. Total tiga gelas penuh air dia habiskan pada dini hari itu. Dia benar-benar kepanasan sehingga minum bagaikan unta padang pasir yang baru saja menemukan oase.

Setelah membasahi tenggorokannya, Alihan bergerak kembali ke kamarnya. Sambil berjalan dia menguap dan juga menggaruk perut berbulunya yang kini menggelembung. Pikirannya antara sadar dengan tidak sadar. Namun inderanya masuk ke dalam mode waspada dalam sekejap ketika dia mendekati pintu kamarnya.

Ada suara yang terdengar dari dalam kamarnya.

Alihan menepikan tubuhnya ke kusen pintu. Yang tadinya dia sudah kepanasan, sekarang bertambah semakin panas sebab hormon adrenalin yang seketika terpantik dalam dirinya. Dadanya bergemuruh ketika dirinya memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi: antara setan atau maling.

Dua-duanya buruk dan Alihan takut pada keduanya. Kalau tidak malu dengan statusnya sebagai lelaki, dia pasti sudah lari terbirit-birit keluar dari apartemennya saat ini juga.

Sungguh pelik jadi lelaki memang. Kalau dirinya adalah perempuan sudah pasti Alihan tidak akan ragu untuk kabur menyelamatkan diri sembari menjerit-jerit demi mengekspresikan rasa takutnya. Tapi yah, karena dia pria maka tidak mungkin baginya untuk berperilaku sedemikian rupa. Tabu!

Dalam hati Alihan merutuki situasinya saat ini. Dirinya hanya seorang pria polos yang mencoba untuk tidur kembali di tengah malam. Kenapa dia harus mendengar suara-suara ghaib sialan itu?!

Bibirnya lantas bergerak-gerak. Tanpa suara Alihan membaca doa apapun yang terlintas dalam ingatannya. Pandangannya menyorot keseluruhan isi kamarnya. Tidak ada siapapun di sana tapi suara itu terus terdengar: suara ketukan yang beritme.

Alihan mencari-cari dari mana suara itu berasal. Dia memfokuskan dirinya hingga kemudian mendapati asalnya dari dalam lemari pakaiannya.

'Lemari?'

Kening Alihan berkerut. Dirinya semakin tegang memikirkan skenario-skenario yang mungkin terjadi. Bagaimana bisa ada bunyi yang keluar dari dalam lemarinya? Tidak mungkin ada orang yang dapat masuk ke sana karena Alihan selalu mengunci lemari pakaiannya mengingat dia juga menyimpan barang-barang berharganya di dalam sana.

Yang ada di dalam lemarinya pasti bukan manusia! Itu pasti kerjaan setan yang terkutuk!

Alihan kembali mendengarkan dengan seksama suara tersebut.

Ketukan tunggal. Ketukan tunggal. Ketukan panjang...

'Apa dia sedang mengirim morse? Dasar setan sialan!', batin Alihan menghujat.

Dengan menekan-nekan rasa takutnya, perlahan Alihan mendekati lemarinya. Dia sudah menyusun rencana dalam otaknya. Pertama, dia akan menyalakan lampu kamarnya terlebih dulu. Setelahnya dia akan menyergap setan terkutuk itu yang sudah berani mengganggu waktu istirahatnya.

Naasnya ternyata gerakan si setan lebih cepat dari pada dirinya, seolah makhluk itu telah membaca isi pikiran Alihan. Belum sempat Alihan meraih saklar lampunya, pintu lemarinya terbuka seketika -- secara dramatik -- dengan suara dobrakan keras dari dalamnya.

"ARGHHHH!!! ARGHHHH!!!"

Alihan menjerit kalap. Tanpa sadar dia pun melemparkan dirinya ke arah tembok. Matanya sempat menangkap sebuah kaki yang terangkat ke udara dalam posisi 90 derajat. Penampakan tersebut menjelaskan padanya bila siapapun pemilik kaki itu, ia baru saja menghancurkan pintu lemarinya dari dalam menggunakan satu tendangan. Setelah kaki, menyusul sosok tinggi hitam yang keluar dari dalam lemar.

'Setan? Jin? Genderuwo? Bukan... Bukan!', pikiran Alihan bekerja secara semrawut.

"S-siapa kau?!" serunya dengan suara bergetar pada sosok tersebut.

Seluruh badan Alihan tremor. Dia tidak tahu siapa yang berdiri di hadapannya saat ini. Yang dia tahu, saat ini dia ingin pingsan saja.

'Heh, tunggu dulu... Kalau aku pingsan bagaimana bila dia melakukan sesuatu kepadaku?', pikirnya ulang. Akhirnya Alihan memutuskan untuk tidak pingsan dan bertahan dengan kengeriannya.

Pria di hadapannya itu bak kucing hitam yang baru saja jatuh dari atap ke dalam rumah asing. Kebingungan luar biasa menguasai dirinya. Mengontrol gerak-geriknya. Posisinya sangat defensif. Terlebih ketika matanya menangkap keberadaan Alihan.

Kondisi Alihan pun tak kalah kalutnya. Bisa jadi lebih parah -- punggungnya menempel pada tembok dengan kedua lengannya telentang hampir sejajar dengan bahunya. Sesuatu yang berkilau diarahkan oleh penyusup itu kepadanya.

Ketakutan luar biasa menguasai Alihan. Membuatnya terkencing-kencing.

Tepat saat itu, sebelah kaki pria asing tersebut menginjak remote TV yang tergeletak di atas karpet. Rombongan anak bebek seketika muncul di layar TV. Mereka berjoget-joget ke kanan dan ke kiri sambil mengepakkan sayap dan menyanyikan lagu mereka, "Bıcı-bıcı... bıcı-bıcı... (1)"

Iklan yang ditampilkan anak bebek itu menjadi hal terakhir yang dilihat Alihan sebelum TV hasil kreditnya terbelah menjadi dua.

Alihan histeris. Lucunya, pria yang menjadi pelaku vandalisme di rumahnya itu lebih histeris lagi,

"TEMPAT MENGERIKAN MACAM APA INI?!"

Menyaksikan bagaimana TV-nya dihancurkan sedemikian rupa di depan matanya, Alihan merasakan tubuhnya lemas seketika. TV itu, Alihan baru membayarkan kreditnya untuk bulan pertama sedangkan dia membelinya dengan pembayaran selama enam bulan. Itu artinya selama lima bulan ke depan Alihan harus membayar cicilan dari benda yang sudah tidak dapat digunakannya lagi.

'Apa-apaan ini', Alihan meratapi kemalangan yang baru saja menimpanya.

Sekarang Alihan dipaksa untuk pasrah melihat bagaimana pria asing tersebut menyenggol-nyenggol pecahan TV-nya menggunakan pedangnya.

Ya, sesuatu yang berkilau yang di arahkan oleh pria tersebut sejak tadi adalah sebuah pedang!

Awalnya Alihan tidak menyadarinya. Kepalanya sudah terlalu dihantam oleh syok sebab adanya penyusup di rumahnya. Tapi detik di mana bola matanya bergerak menangkap bayangan benda tersebut, rasanya nyawanya sudah sampai di tenggorokannya bahkan sebelum penyusup itu menebasnya.

"SIAPA KAU?!" hardik pria asing itu yang kembali menawan Alihan. Ujung pedangnya sudah terarah pada garis nafas Alihan lagi setelah sebelumnya ia menggunakannya untuk memastikan apakah sesuatu yang baru saja ditebasnya masih 'hidup'.

"Ya Allah, ini sungguh gila! Ini benar-benar gila! Manusia macam apa yang masih berkeliaran dengan membawa pedang di masa ini?" Alihan berkata pada dirinya sendiri dengan suaranya yang menyerupai cicitan.

"Berhentilah merengek dan katakan siapa dirimu!" si penyusup kembali menghardiknya sembari mengayun-ayunkan pedangnya.

"Hah, iya, iya, baiklah!" sahut Alihan yang semakin merapatkan dirinya ke tembok.

Mata Alihan bergerak dari ujung pedang ke arah pria tersebut. Dia memang tidak dapat dengan jelas melihat profil wajah penyusup itu di dalam kegelapan. Namun dia masih dapat melihat bagaimana penampilan pria itu secara keseluruhan. Sontak setitik logikanya menyeruak muncul di tengah-tengah rasa takut yang mengungkungnya.

'Heh, tunggu dulu... Bukankah ini rumahku? Kenapa malah jadi dia yang menginterogasiku seperti akulah penyusupnya? Ini tidak bisa dibiarkan!', pikirannya bekerja.

Begitulah Alihan kemudian mendapatkan keberaniannya secara instan untuk melawan penyusup yang telah berani memasuki rumahnya.

'Kalau aku mati maka aku akan mati dengan terhormat karena sudah membela diriku sendiri!'

---

(1) Istilah mandi untuk anak-anak.