Genap 4 hari sudah Son berakting yang berkebalikan dengan sifat aslinya. Dia muak dan akan terus muak apalagi kalau harus menghadapi para pria hidung belang yang menggoda dirinya.
Dalam 4 hari ini sebisa mungkin Son akan tetap berada di lantai atas, berbeda dengan Ze yang sering bergabung dengan beberapa tamu. Son sangat penasaran dengan si manager itu.
Tapi sayang sekali, si manager hanya akan keluar ruangan jika ada tamu penting saja dan itu hanya terjadi sekali. Apalagi yang paling menyebalkan adalah banyaknya bodyguard yang di tempatkan di beberapa titik, bahkan sepertinya di semua sudut bar ini bodyguard akan sangat mudah di jumpai.
Son mendengus kasar, dia menaruh lengannya di pembatas teralis lantai atas. Matanya sesekali melirik ke beberapa cctv yang sialnya begitu banyak terpasang. Dan rasanya setiap gerak gerik dirinya seperti di awasi. Kalau begini caranya dia akan sangat kesusahan. Dan juga, si bos besar yang sering di bicarakan sangat jarang datang ke bar ini.
Kembali Son mendengus keras. Son melirik ke arah sisi kiri, dimana ruangan manager berjejer dengan 3 ruangan yang lain.
Son mengerutkan keningnya heran, "benar juga, 3 ruangan lain ya,"?" Katanya berbisik.
Dilihatnya lagi dengan seksama. Orang-orang yang berlalu lalang juga tidak ada yang masuk ke salah satu ruangan itu. Son berpikir, Cat bilang untuk siang hari bar ini tutup. Benar-benar tutup. Tidak ada yang kesini walau itu hanya bodyguard yang berjaga sekalipun.
Tapi Cat juga menyarankan agar tidak menyusup di siang hari karena yang pasti, si manager mungkin saja ada di dalam ruangannya seorang diri.
Lalu tiba-tiba, terlintas satu pikiran gila di kepalanya. Son tersenyum miring. Dia mengedarkan pandangan melihat rekan agennya. Cat yang sedang berbincang dengan tamu pria. Dia menyamar menjadi pria gay. Dan Ze yang sedang tertawa dengan 4 orang tamu di sofa bundar.
Kedua orang itu terlalu menikmati peran mereka. Tapi tidak masalah, setelah rencananya berhasil dia akan langsung keluar dari tempat memuakkan ini.
Son berjalan tenang menuruni tangga ke lantai satu, dia melewati orang-orang dan juga penjaga dengan santai. Kakinya ia bawa kearah ruang loker pegawai. Seingatnya, disini hanya ada satu cctv, di sudut lorong di dekat kamar mandi. Karena ruang loker dan kamar mandi itu bersebelahan.
Son menengok ke kiri dan ke kanan. Hanya beberapa orang yang keluar dari kamar mandi dan melewatinya begitu saja. Lalu Son memutar knop pintu yang bertuliskan 'only staff' dengan pelan dan masuk kedalam tak lupa menutupnya kembali.
Rencananya dia akan tinggal di loker pegawai semalaman penuh agar bisa menyusup ke ruangan si manager siang harinya.
Namun yang tak Son ketahui adalah, bos besar yang sering orang-orang bicarakan justru sedang berjalan dengan di kelilingi para bodyguard bertubuh besar masuk kedalam bar.
Si manager saja sampai lari tergopoh-gopoh. Sebab kedatangan bos besar tidak ada yang memberi tahunya atau bahkan tidak ada yang tau kalau bos besar akan datang malam ini secara tiba-tiba.
Cat yang melihat ribut orang-orang sekitar berdiri dan menoleh ke lantai atas. Matanya melotot kaget di saat sang manager sedang membungkuk hormat pada seorang pria tinggi dengan topeng hitam khasnya.
Lalu tak lama dia menghampiri Ze yang juga sedang menatap ke atas.
"Itu bos besar." Bisiknya setelah sampai di samping kanan Ze.
"Agen Son kemana?" Tanyanya lagi masih sambil berbisik.
Ze sontak melotot kaget menyadari rekan kerjanya tidak ada di manapun. Dia menggeleng pelan ke arah Cat.
"Duh, kalau sampai manager memanggil kalian bagaimana ?"
"Memangnya kenapa harus memanggil kita berdua ?" Tanya Ze penasaran.
"Yang aku tau, biasanya bos besar akan memanggil pegawai baru untuk meminta kalian memasarkan narkoba."
"Kau bilang bos besar susah sekali di temui."
"Memang, memanggil pun dia hanya akan membelakangi kita tanpa mau menoleh. Dulu aku sampai harus menunduk karena tidak boleh bertatapan dengan orang itu."
Ze mengernyit aneh, "freak sekali."
Cat terlihat mengangkat dua bahunya. Mereka lalu membubarkan diri ketika si bos besar menolehkan kepalanya ke lantai satu. Tatapan tajam di balik topeng hitam itu memindai semua orang yang sedang asik di dalam hingar bingar barnya.
"Apa ada yang baru ?" Tanyanya.
Si manager, Zedd mengangguk sekali.
"Ya. Beberapa hari yang lalu saya menerima dua perempuan mucikari. Mereka tidak terlalu mengecewakan, setiap hari ada saja yang mereka bawa untuk bergabung" Jelas Zedd dengan menunduk kaku.
Si bos besar hanya mengangguk, lalu berjalan tenang ke arah ruang manager.
"Bagaimana penjualan barang kita ?" Tanyanya begitu duduk di sofa yang ada di dalam ruangan.
"Bagus bos, semakin meningkat. Apalagi di tambah beberapa anak orang kaya dan anak pejabat yang bergabung. Mereka mudah sekali untuk di perdaya." Zedd berkata dengan lugas.
"Ku dengar, dari beberapa anak remaja itu ada yang hilang dan menyalahkan bar kita ?" Si bos bersandar dengan mengangkat kedua kakinya ke atas meja.
"Saya juga mendengar dari beberapa pegawai yang sering mendengar para tamu membicarakan itu. Tapi bos tenang saja. Setelah saya selidiki itu hanya akal-akalan pihak musuh. Mereka ingin hubungan relasi kita dengan para pejabat negara memburuk."
Si bos besar tersenyum sinis, dia menatap Zedd dan para bodyguard yang menunduk kaku. Beberapa dari mereka terlihat gurat ketakutan yang sering ia sukai.
"Pihak musuh ya? Itu berarti kelakuan Brandon ?"
Zedd mengangguk sekali. Si bos malah terkekeh geli," apa dia juga membuat para pengikutnya menjadi penyusup disini ?"
Zedd langsung menegakkan tubuhnya, dia melirik sebentar sang bos sebelum menjawab, "maaf bos, tapi sebenarnya saya sedang mencurigai beberapa orang yang menjadi pegawai disini."
"Oh ya ?"
"Maaf bos, saya sengaja menerima mereka agar tau siapa yang memerintahkan mereka."
Si bos mengangguk beberapa kali, dia tersenyum puas lalu terkekeh lagi. Adiknya benar-benar tidak pernah pantang mundur untuk membuat bisnisnya kacau.
"Berapa banyak jumlah karyawan yang baru ?"
"Untuk dua bulan ini, ada 11 orang yang saya terima bos."
Si bos mengangguk, tangannya mengisyaratkan salah satu anak buahnya untuk membawakan dia alkohol yang ada di dalam lemari kaca di sudut ruangan.
"Kenapa kau menerima begitu banyak orang ?" Tanya si bos, tangannya menuangkan wiski kedalam gelas yang berisi es batu.
"Maaf bos, feeling saya mengatakan untuk menerima mereka karena ada sesuatu." Zedd dan semua anak buah di ruangan itu masih menunduk kaku.
"Bagus." Katanya, menyesap minuman perlahan.
"Lalu kau dapat apa setelah mereka semua menjadi pegawai ?"
"Hanya 3 orang yang benar-benar bersih sebagai orang biasa. 2 orang yang ternyata anak buahnya Brandon. Ada 3 polisi yang menyamar, 1 yang masih saya selidiki, dan kemarin 2 wanita yang juga baru saya akan selidiki." Jelas Zedd
"3 orang itu benar-benar bersih ?"
Zedd mengangguk sekali, "iya bos, mereka hanya mahasiswa yang putus asa."
Si bos kembali menuangkan wiski kedalam gelasnya. "Kalau begitu, berikan aku data selain 3 orang yang bersih itu."
Zedd segera melangkah ke mejanya, dia membuka laci kedua dan membawakan map berwarna kuning.
"Silahkan bos."
Si bos menerima itu, dia menyilangkan kakinya dengan elegan. Sambil menyesap wiski nya, tangan kanannya ia bawa untuk membuka lembaran map yang ia simpan di pahanya.
"Cih." Si bos mendecih ketika melihat data dari 2 orang suruhan adiknya. Orang-orang ini bahkan ia hapal di luar kepalanya. Mereka berdua ajudan setia si adik. Kenapa tidak menyewa orang lain saja. Pikirnya.
Lembar berikutnya, data dari 3 orang polisi yang menyamar. Tidak heran, karena tahun lalu saja ada 2 orang polisi dari divisi reskrim narkoba yang datang dan sering menyamar menjadi pelanggan setia wanita-wanita penghibur disini.
"Tangkap 2 orang suruhan Brandon, kurung mereka di markas bawah. Untuk 3 polisi ini, langsung pecat mereka malam ini dan tulis surat pengiriman anak buahnya untuk kepala divisi mereka." Suara beratnya mengalun di dalam ruangan sepi kedap suara ini.
Zedd dan semua bodyguard yang ada mengangguk paham. 6 orang bodyguard keluar menjalankan tugas si bos sambil menghubungi bodyguard yang lain. Diruangan tersisa Zedd dan 3 orang lagi.
Si bos masih membaca data dari orang yang bernama Cat dengan poto seorang pria gemulai. Namun di bawah data yang di jadikan profil untuk masuk ke bar ini, ada nama Hengky Weldren dengan nama Agen Max dari divisi III dari salah satu perusahaan badan keamanan.
Di lembar berikutnya, ada profil wanita bernama Clara. Seorang wanita yang tersenyum cantik dengan make up glamor. Data aslinya belum lengkap. Begitupun lembar terkahir, wanita bernama Meggy yang wajahnya kaku dan menatap dingin kearah kamera. Profilnya bahkan tidak selengkap data sebelumnya.
"Adakah yang mencurigakan dari ketiga orang ini ?" Si bos menutup map dan menyerahkannya kembali pada Zedd.
"Belum bos, Cat tidak melakukan hal yang mencurigakan. Kalau untuk wanita-wanita itu, saya lebih mencurigai yang bernama Meggy."
Si bos sepertinya tertarik, dia mengernyit sambil menatap Zedd yang menunduk sambil bicara.
"Kenapa dengan wanita itu ?"
"Dia terlalu berani untuk orang yang pertama kali bergabung dalam pekerjaan kotor. Dan sepertinya bukan orang sembarangan."
Si bos makin tertarik, dia berjalan mendekati Zedd. "Oh. Benarkah ?"
"Ya bos. Dan auranya bukan untuk orang biasa."
Si bos menganggukkan kepalanya beberapa kali. Dia jadi tertarik mendengar perkataan dari Zedd.
"Untuk data aslinya aku ingin pagi nanti harus sudah kau kirimkan padaku lewat e-mail."
Zedd melirik dulu bosnya sebentar yang sedang berjalan menuju kursi kerjanya. "Maaf bos, sudah 4 hari ini orang kepercayaan kita dalam mencari informasi belum mendapatkan apapun untuk 2 wanita ini. Sangat susah. Bahkan bisa di bilang mustahil saking susahnya."
Si bos mengernyit tidak suka, dia menatap tajam Zedd yang langsung membungkuk meminta maaf.
"Maaf bos, akan saya kirimkan pagi ini."
Si bos tersenyum manis dan mengisyaratkan Zedd serta para bodyguard itu untuk segera keluar dari ruangan. Setelah membungkuk hormat mereka segera berlalu. Zedd langsung menelepon seseorang sambil berjalan ke dalam ruangan yang Ketiga. Dan para bodyguard berjaga di depan pintu ruangan manager.
Si bos besar terlihat begitu tenang, dia menggerakkan kursi kerja ke kanan dan ke kiri dengan pelan. Matanya menatap lurus pada bayangan dirinya di layar komputer yang tidak menyala.
"Badan keamanan ?" Suara beratnya bertanya pada ruangan yang sepi.
Tiba-tiba dia mendengus sinis memikirkan adiknya yang selama ini terobsesi sekali menghancurkan segalanya jenis usahanya. Perang keluarga yang adiknya lakukan hanya karena ayah mereka mempercayakan hampir 86% bisnis jatuh ke tangannya. Dan sisanya di kelola oleh Brandon, adiknya. Karena masalah itu dia jadi dendam kesumat padanya selama bertahun-tahun. Dan menghalalkan segala cara.
Dan ia pikir, ini yang paling parah. Adiknya bahkan sampai rela menyuruh tangan kanan dan ajudan kepercayaannya untuk menyusup kedalam bar ini. Bar yang baru saja ia buka untuk cabang kota ini.
Tujuan utamanya tentu saja menghancurkan rencana bisnisnya disini, karena beberapa tahun belakangan ini adiknya itu bukan hanya gencar sekali membuatnya bangkrut tapi juga membuatnya mati. Hanya saja, kenapa tidak langsung ke bar inti saja. Disini bahkan tidak ada kegiatan produksi sama sekali.
Kalaupun untuk mencuri data tentang bisnis narkobanya harusnya dia menyerang ke bar inti. Jadi untuk apa dia menyusupkan orang kepercayaannya disini ?
Gerakan kursinya langsung berhenti dia saat satu pemikiran melintas di kepalanya. Brandon tidak pernah menggunakan cara yang halus untuk mengacaukan bisnisnya. Karena biasanya, saudara satu-satunya itu akan bertindak tanpa berpikir matang.
Tangannya langsung meraih handphone berwana hitam di dalam saku jasnya. Mendial nomor salah satu kepercayaannya di bar inti.
"Periksa semua pegawai, bodyguard, wanita penghibur, dan semua kurir. Awasi juga para tamu. Jika ada yang mencurigakan langsung bawa ke markas bawah."
Panggilannya langsung ia tutup tanpa menunggu jawaban. Sedikit ia menghela napas lelah.
Layar komputer di depannya tiba-tiba menyala, ada notifikasi pemberitahuan dari cctv. Tanpa pikir panjang ia langsung membukanya.
Ada sekitar 5 video cctv yang muncul. Thumbnail dari semua cctv berbeda-beda video. Hanya saja yang paling menarik perhatian nya ada di video cctv 014. Disana ada tangkapan gambar wanita yang sedang melirik kearah cctv di depan pintu loker pegawai.
Matanya menyipit melihat wajah si wanita. Rasa-rasanya dia familiar dengan wajah itu. Lalu jarinya mengklik tombol play.
Hanya berisikan si wanita yang melihat situasi sebelum masuk kedalam ruangan. Itu saja. Hanya terjadi 29 detik.
Karena penasaran, dia menutup tab notifikasi dan beralih mencari CCTV nomor 014. Situasinya sama saja dengan video barusan, beberapa orang keluar masuk kamar mandi tanpa mau menengok ke arah ruangan loker.
Dia juga memeriksa cctv yang lain untuk menemukan si wanita tadi. Tapi nihil, men zoom wajah sana sini, tidak ada si wanita di manapun. Itu berarti, si wanita tadi masuk ke dalam loker tanpa keluar lagi?
Si bos besar terkekeh, dia jadi ingat perkataan Zedd. Apa yang di maksud Zedd wanita ini ? Karena ketika mata itu menatap kamera cctv, tatapannya tidak seperti orang biasa.
"Dari mana Brandon bisa menemukan wanita seperti ini ?" Katanya masih sambil terkekeh. Kalau memang Brandon ingin sekali menghancurkannya. Apa boleh buat, dia juga akan berbalik menghancurkannya.
***
Detik dan menit terus bergulir dengan cepat. Suasana bar bintang lima ini semakin malam semakin menjadi. Para pelanggan mana mungkin melewatkannya. Apalagi mereka mendengar kalau bos besar yang terkenal misterius itu datang malam ini.
Sebagian besar para wanita yang antusias. Mereka berpikir mungkin saja si bos besar ingin melewatkan malam bersama. Tapi hanya melihat wajah sang bos saja sudah sangat berharga untuk mereka.
Di salah satu sudut kursi bar, Ze terlihat berdecak beberapa sambil menatap satu persatu orang yang berlalu lalang. Dia sedang mencari agen Son yang entah kemana perginya.
Sialnya, agen seniornya itu tidak membawa handphone dan juga tidak memberi tahunya terlebih dahulu. Matanya menatap Cat yang masih saja bercengkrama dengan tamu pria. Anak itu terlalu natural untuk menyamar sebagai pria gay.
Ze menghela napasnya kesal. Kalau sudah begini dia hanya pasrah saja. Semoga seniornya itu tidak melakukan hal yang berbahaya, karena satu jam yang lalu ketua Paul memberi tahunya untuk tidak bertindak gegabah. Bos besar pemilik bar ini bukanlah orang sembarangan.
Dia menatap jam yang ada di tangan kirinya, 02.34 dini hari. Ze memutuskan untuk pulang saja. Tubuhnya ia bawa untuk berdiri, dia melangkah pelan ke arah lorong pintu masuk. Hari ini dia sedang tidak membawa mobil, jadi rencananya dia akan menaiki taksi.
Tapi sayangnya, sebelum berbelok menaiki tangga, tangannya di jegal oleh dua orang pria berbadan besar. Ze sedikit panik, karena yang ia tahu mereka ini adalah para bodyguard bar.
Matanya menoleh kearah Cat, tapi agen itu sudah tidak ada di tempatnya. Orang-orang juga tidak terlalu menghiraukan dirinya. Dua orang itu lantas menggeret nya kelantai atas. Ze hanya pasrah saja, berontak pun percuma. Kalau dia membuat keributan yang ada dia malah terbongkar secara cuma-cuma. Dia di bawa ke dalam ruangan kedua setelah ruangan manager.
Tubuhnya di hempaskan oleh kedua bodyguard besar itu hingga ia terduduk di lantai. Ze berdecak sebal. Dia sedikit menatap tajam mereka berdua, tapi seolah tidak melakukan apapun para bodyguard itu berlalu keluar meninggalkannya.
"Ow ow tenang saja Clara, mereka hanya menjalankan perintah ku." Sebuah suara di iringi tepukan tangan pelan membuat Ze menoleh, matanya melebar melihat si bos besar yang tadi ia lihat berdiri di hadapannya.
"Ahh atau aku harus bilang agen Ze?" Si bos besar tersenyum manis menghampiri Ze.
"Bukan begitu ?" Tanyanya lagi, dia mencengkram rahang Ze dengan kuat.
Ze menatap lekat kedua bola mata yang menatapnya tajam. Sayangnya wajah si bos besar terhalang topeng hitam.
"Sepertinya kau tidak terlihat terkejut, ketakutan ataupun panik, profesional sekali, ya" Si bos besar berdiri lagi, dia berjalan kearah sofa besar yang berada di sisi kiri ruangan.
"Sayang sekali yang tertangkap hanya kalian berdua."
Ze mengedar pandangannya, di sana, disudut ruangan ada Cat yang sudah terikat di kursi dengan wajah yang lumayan babak belur dalam keadaan pingsan.
Si bos besar mendengus melihat Ze yang diam saja, dia sedikit tidak suka melihat wanita itu tidak ketakutan dengan aura bahaya yang ia keluarkan.
"Untuk siapa kau bekerja ?" Tanya si bos besar.
Ze diam saja, balas menatap datar.
"Kau akan diam saja seperti teman agen mu itu ?"
Si bos besar mendengus kesal. Dia berdiri lagi dan berjalan perlahan menghampiri Ze.
"Dengar kan aku agen Ze, kalau kau bekerjasama dengan ku kau mungkin akan selamat" Si bos besar diam, menantikan jawaban Ze.
Ze terlihat diam menimang sesuatu, tawaran yang menggiurkan. Lalu Ze menengadah menatap si bos besar.
"Bagaimana caranya ?"
Si bos besar terkekeh mendengar akhirnya buka suara, dia berjongkok di depan Ze, lalu tersenyum sinis.
"Kalau kau bisa menjadi alat ku, kau akan ku lepaskan.." Tangannya mengusap pelan wajah Ze, ".. Dari kematian."
"Bagaimana ?" Tanyanya lagi, Ze terlihat diam menatap mata si bos dari lubang topeng.
"Baiklah, aku terima." Ze mengangguk.
Si bos tertawa senang sambil berdiri, dia bertepuk tangan beberapa kali.
"Bagus, bagus. Kalau begitu yang harus kau lakukan untuk pertama kali adalah.."
Si bos kembali berjongkok, dia berbisik tepat di telinga Ze.
".. Bunuh teman mu"
***