Usapan dingin di tangannya membuat Son terperanjat kaget dan langsung terbangun. Dia menoleh ke kanan dan terlihat ada si gadis yang semalam sedang berdiri menunduk sambil memegang handuk.
"Kau.. " Son mengalihkan pandangannya pada jendela yang terbuka, hari terlihat sudah siang.
"Jam berapa ini?"
"Ma-maaf nyonya saya tidak tau." Jawab si gadis dengan nada gemetar.
"Berapa lama aku pingsan?" Tanya Son lagi.
"Se-semalaman penuh nyonya, dan sampai siang." Si gadis menunduk.
"Lalu apa yang kau lakukan barusan?"
"M-maaf nyonya, anda pingsan dan saya hanya membersihkan tubuh anda. Takutnya nyonya tidak nyaman tidur."
Son terdiam, matanya menatap tajam. Dia memandangi lagi si gadis dengan seksama seperti yang semalam ia lakukan.
Masih sama saja. Tidak ada bedanya.
Hanya saja, nampan yang semalam dan yang kemarin sudah tidak ada di gantikan dengan nampan baru, di atasnya ada satu mangkuk bubur dengan satu piring kecil berisi puding.
"Semalam apa yang kau ceritakan masih tidak bisa aku terima." Kata Son dingin.
Si gadis menunduk dengan gemetar, tangannya meremas handuk yang ia pegang.
"Aku benar-benar tidak bisa percaya ini. Maksudnya bagaimana mungkin aku menjadi orang lain?" Gerutu Son mengusak kuat rambutnya.
"Dengar, kau tau siapa aku?" Tanya Son.
Si gadis mengangguk kuat, "anda nyonya Anastasia Clarkson.." Matanya melirik Son sedikit lalu menunduk lagi, "istri pertama dari Duke Alexander "
"Hah? Coba ulangi."
"A-anda nyonya Anasatasia Clarkson, Istri pertama Duke Alexander." Si gadis makin meremas handuknya.
Son terdiam, dia mengerjap beberapa kali. Istri? Sejak kapan dia menikah? Ze tidak mungkin menikahkannya ketika ia koma kan? Terus maksud gadis ini...
Son menoleh perlahan pada gadis di depannya. "Apa maksud mu dengan istri pertama?"
Si gadis mulai terisak, dia terlalu takut dengan tatapan Son.
"Nyonya hiks nyonya memang istri pertama tuan Duke, anda menikah 2 tahun yang lalu. Ayah anda menjodohkan anda dengan tuan Duke hiks." Jelasnya dengan gemetar ketakutan.
Son mengerutkan keningnya, Ayah? Sejak kapan ayahnya hidup kembali?
Son berdiri tiba-tiba, dia membuat wajah kaget dan bingung yang kentara. "Tunggu, tunggu.." Tangannya membuat tanda stop
Dia mendekati si gadis, "apa maksud mu ayah ku? Ayah kan ku itu sudah mati terbunuh, bagaimana kau bisa bilang dia menjodohkan ku 2 tahun yang lalu? Kau gila?"
Si gadis lalu bersujud dengan menangis keras, dia menggeleng berkali-kali. "Nyonya ampuni saya. Ta-tapi saya tidak berbohong. Saya bersumpah demi hidup saya."
Son memegang kepalanya yang tiba-tiba berdenyut sakit, dia menggeleng untuk menghilangkan denyutannya. Lalu berdecak dan tidak sengaja menoleh ke arah kaca.
Dia memperhatikan wajah dan tubuh yang menatap kaca sama seperti yang ia lakukan. Wajahnya tentu bukan wajah Son sama sekali, hidungnya itu mancung, pipih kalau ini kecil walaupun tidak pesek. Lalu matanya sedikit belo dan tatapannya sendu, Son sendiri punya mata tajam yang khas. Dan bibirnya, tidak kecil tipis begini. Kalau tubuhnya jangan di tanya.
Dia tidak segendut ini !
Mungkin tingginya memang sama, tapi lipatan lemaknya dan juga pipi chubby nya tentu bukan dia sama sekali. Son mendesis keras. Dia menatap tajam ke arah cermin.
Brengsek, apa maksudnya ini semua?
"Kau.. coba jelaskan lebih rinci siapa aku." Son berkata tanpa melepas pandangan pada cermin.
Si gadis menengadah menatap Son. Dia masih dalam posisi bersujud. "Nyo-hiks nyonya ingin saya jelaskan tentang apa?"
"Apa saja, semua yang kau tau. Dan duduk yang benar." Perintah Son.
Si gadis lalu buru-buru duduk, hawa yang tuannya keluarkan membuat ia sangat ketakutan. Karena biasanya kalau sedang marah, nyonyanya akan menangis sambil mengomel di banding diam dan menatap tajam begini.
"Nama nyonya adalah Anastasia Clarkson, anda adalah anak kedua dari Archduke Hedwig Roland Clarkson. Anda berasal dari kota Luminera, dan dijodohkan dengan Duke Alexander 2 tahun yang lalu melalui perjodohan bisnis." Jelas si gadis.
Son diam, dia benar-benar diam. Otaknya sulit sekali menerima perkataan yang barusan ia dengar. Son juga tidak tau harus berekspresi seperti apa. Jangankan kaget, heran saja rasanya tidak cukup.
Dan apa katanya tadi, Luminera? Kota? Nama apa itu?
Apalagi nama ayahnya tidak sepanjang itu, dan Clarkson bukan lah marga. Itu nama belakang ibunya, dan Son itu adalah panggilan dari kedua kakak laki-lakinya. Son menggunakan nama panggilan itu untuk nicknamenya di perusahaan.
Son menghela napas, terkesan kesal dan emosinya mulai naik.
"Kita sedang berada dimana?" Tanya Son memastikan.
"Ki-kita di rumah pengasingan tuan Duke Alexander, nyonya." Si gadis berusaha untuk tidak menangis.
"Bukan. Lebih jelasnya aku sedang berada di kota mana?"
"Kerajaan Elderscobia nyonya. Di ibukota Levianthas." Jawab si gadis cepat.
Son terdiam. Kerajaan?
Son mengeratkan rahangnya. Di berusaha untuk tidak membentak dan mengeluarkan emosinya yang sudah memuncak. Son mengepalkan tangannya dengan kuat, berusaha meredam emosi.
"Brengsek." Bisiknya dengan mengumpat.
Dia benar-benar tidak mengerti. Kenapa harus mendengarkan ucapan konyol gadis di hadapannya dengan serius. Tapi Son juga tidak bisa mengelak kalau ekpresi si gadis itu jujur. Walau ia tidak tau kenyataannya benar atau tidak.
Son menghela napasnya keras. Dia lalu tak sengaja melirik pakaian yang ia kenakan lewat kaca. Son menunduk kemudian merentangkan tangan lebar. I-ini baju yang modelnya sama dengan si gadis hanya saja berbeda warna.
Son menganga tidak percaya. Setaunya orang-orang yang mengenakan pakaian seperti ini itu jaman abad pertengahan eropa dulu. Era Victoria.
Sama dengan si gadis. Hanya saja Son tidak memakai sepatu kulit cokelat seperti gadis itu. Dia hanya memakai sendal yang sepertinya terbuat dari jerami.
Son mengerjap beberapa kali. Hei, emosinya hilang dan sekarang malah berganti dengan rasa takut. Son takut kalau dia ternyata berhalusinasi dan sekarang ini hanyalah alam bawah sadarnya.
Son lalu mencubit kecil punggung tangannya. Dia meringis merasakan sakit. Nyata. Rasa sakitnya terlalu nyata untuk di katakan sebuah halusinasi.
Son menggeleng pelan. Dia mengusap wajahnya merasa frustasi. Dia bawa tubuh gemuknya untuk duduk.
Jadi maksudnya. Dia sekarang menjadi orang lain?
Rasa marah, tidak percaya, kaget, membuatnya ingin menangis sekarang. Son yang orangnya tidak pernah merasa ingin mengeluarkan air mata walau seterpuruk apapun kini ia malah ingin menangis sejadi-jadinya.
Son tidak mungkin harus percaya begitu saja. Tapi melihat bagaimana wajah, badan serta keadaannya sekarang membuat hati kecilnya merasa ragu.
"Hei, kau.." panggil Son. Matanya menatap kosong kearah tanah.
Si gadis mendongakkan kepalanya menatap Son. "I-iya nyonya."
Son terdiam lagi. Dia merasa raganya mengambang. Dia merasa tidak menapak bumi. Kejadian hari ini dan kemarin membuat ia terus berpikir ini hanya alam bawah sadarnya.
"Aku tidak mengerti.." Son menggantungkan kalimatnya, dia masih menatap kosong ke arah lantai tanah.
"Dengar. Aku bukan lah Anastasia Clarkson yang kau maksud, aku adalah Anastasia Clarkson yang lain."
Perkataan Son membuat si gadis terdiam, kepalanya miring ke kiri di sertai wajah bingung.
Son mendesis kesal melihat si gadis yang tidak mengerti perkataannya. "Aku itu Anastasia Clarkson. Tapi bukan nyonya mu yang sudah menikah dan berbadan gendut seperti. Kau paham?" Son menunjuk wajah si gadis dengan berang.
Si gadis yang makin tidak mengerti mengangguk dan menggeleng perlahan. Dia bingung harus menjawab seperti apa. Yang ada di dalam pikirannya sekarang tuannya pasti sedang sakit parah.
"Haaah, percuma. Ck, kenapa juga namanya dengan namaku sama persis, dasar brengsek." Omel Son, dia mengacak rambutnya yang sudah tidak teratur semakin berantakan.
"Nyo-nyonya kenapa? Ma-maksud saya apa nyonya butuh tabib?" Si gadis langsung menunduk begitu Son meliriknya dengan tatapan tajam.
"Tidak usah. Lebih baik kau jawab semua pertanyaan ku."
Si gadis mengangguk, dia menggigit bibirnya ketika suasana rumah berubah menjadi agak menyeramkan
" Dengar.. " Son menghirup udara dengan rakus. Baru kali ini dia secerewet ini
" Aku tidak peduli kau mau berpikir aku gila atau aku sakit. Yang pasti aku bukanlah nyonya mu. Jiwaku itu bukan berasal dari dunia antah berantah ini, dan aku juga tidak tau kenapa aku bisa disini. Mungkin nanti akan ku pikirkan tentang itu tapi sekarang yang jelas aku bukan lah nyonya mu." Jelas Son.
Si gadis terlihat masih menunduk mendengarkan setiap perkataan Son.
"Dan aku ingin kau menjelaskan lebih rinci lagi tentang dunia ini."
Si gadis perlahan mendongak lagi, dia bisa melihat wajah bulat tuannya yang memerah seperti menahan amarah. Dan tatapan matanya memang bukan khas tuannya. Biasanya sang nyonya selalu bertutur kata manja dan suaranya cempreng. Terkadang dia sering mengeluarkan kata-kata berlebihan dengan gaya yang bahkan lebih berlebihan lagi.
Tapi ini, tegas tatapan matanya tajam serta intonasinya begitu dewasa dan hawa yang di keluarkan pun membuat ia ketakutan.
"Mmm nyonya ingin tahu darimana dulu."
Son berdecak, "terserah. Bila perlu semua yang kau tau."
Si gadis mengangguk cepat beberapa kali. "mmm ki-kita sekarang sedang berada di rumah pengasingan tuan Duke Alexander karena nyonya ketahuan memberikan racun kepada kelinci kesayangan nyonya Carissa. Nyonya di hukum 3 bulan, dan tidak di perbolehkan keluar dari sini. Untuk pembebasan nyonya harus menunggu tuan Duke Alexander yang sedang berada dalam perjalan bisnis. Nyonya sendiri adalah istri pertama dari tuan Duke Alexander dan nyonya Carissa adalah istri kedua."
Si gadis menghentikan sebentar penjelasannya, dia melirik takut-takut pada Son yang masih diam mencerna ucapannya. Sebelum melanjutkan si gadis meneguk kering ludahnya.
"Duke Alexander adalah bangsawan terhormat yang memilik bisnis besar di Levianthas. Anda sendiri dijodohkan karena perikatan bisnis. Mm anda belum mempunyai momongan. Dan mm dan anda masih p-perawan." Si gadis menggigit bibir bawahnya seraya menunduk dalam. Menunggu jawaban dari sang tuan.
Tapi Son sama sekali tidak mengatakan apapun, dia hanya menunggu sambil melipat tangan dengan wajah datar menatap tanah.
Si gadis mendongak kembali dengan takut, dia melanjutkan ke hal yang lain, "Elderscobia adalah kerajaan terbesar di daerah barat. Kaisar yang sekarang memimpin adalah Yang Mulia Philip Seigfried. Dia adalah keturunan ke delapan. Duke Alexander dan Yang Mulia Philip adalah sahabat sejak kecil, tak heran semua rakyat Elderscobia khususnya Luminera begitu menyegani Duke Alexander. Karena selain pandai dalam bisnis, suami anda juga salah satu peranan penting di dalam kerajaan."
Si gadis berhenti, dia melipat bibirnya melirik takut-takut ke arah Son. Tapi sang nyonya masih dalam posisi yang tadi. Belum bergerak sama sekali dan bahkan tidak berkedip.
"Nyo-nyonya.."
Son melirik si gadis yang memanggil dengan suara pelan. Dia menghela napas dan mengusak rambut tubuhnya yang gimbal. Dari mana dulu dia harus percaya?
Cerita yang barusan dia dengar seperti karangan anak sekolah dasar dengan imajinasi yang tinggi. Son tak habis pikir, dia menolak percaya tapi keadaannya memaksa untuk percaya.
Son menghela napasnya kembali. Dia berdiri, menghampiri si gadis dan mengulurkan tangan ke bawah.
"Bangunlah, aku bukan dewa hingga kau berlutut seperti itu."
Si gadis menganga dengan melongo. Dia mengerjap beberapa kali lalu menggeleng ribut.
"H-hamba tidak berani nyonya."
Son berdecak, "cepat raih tanganku atau aku akan menendang kepalamu seperti bola."
Si Gadis tergagap, dengan cepat dia meraih tangan Son dan berdiri. Suasana berubah canggung dan kaku, untuk si gadis karena Son biasa saja dan sedang berkacak pinggang.
"Aku tidak akan mengomentari penjelasan mu tadi. Untuk sekarang biarkan aku mencerna semuanya karena bagiku ini adalah hal gila. Tapi nanti jika aku ingin bertanya lagi kau harus menjelaskan lagi." Ucap Son.
Si gadis mengangguk dengan sedikit membungkuk beberapa kali.
"Hari ini, biarkan aku sendiri dulu sampai kau mengantarkan makan sore. Aku tidak mau diganggu siapapun. Kau paham?"
Si gadis mengangguk.
"H-hamba paham nyonya. Kalau begitu saya akan pamit undur diri."
Son mengangguk, dia memperhatikan langkah si gadis sampai pintu tertutup dan bunyi gemerincing rantai terdengar.
Son menghela napas, dia berdecak dengan kesal.
"Aku bisa gila." Dia menggeleng, "aku benar-benar bisa gila."
***