Son terbangun dengan badan pegal luar biasa. Berguling ke kanan dengan kakinya menapak tanah lebih dahulu agar tidak jatuh. Son bersumpah tubuh gendutnya benar-benar membuat ia susah bergerak.
Dia meregangkan badannya dengan tangan yang di rentangkan lebar. Son menguap panjang. Matanya melirik kearah jendela, ternyata hari sudah mulai gelap. Keadaan rumah juga sudah remang-remang. Son berdiri untuk menyalakan saklar lampu.
Meraba semua dinding tapi Son tidak menemukan saklar lampu yang ia cari. Son mengerjap sebentar, dengan panik di menatap keatas. Sejauh matanya mencari dia tidak menemukan lampu yang tergantung atau yang menempel di dinding.
Oh jangan bilang kalau ia akan hidup di kegelapan jika malam hari.
Lidahnya berdecak sebal, sekarang perutnya mulai terasa keroncongan tapi makanan yang ada malah tidak layak makan.
Son kembali duduk, dia merasa akan meledak sebentar lagi.
Lalu dari pintu depan ia mendengar suara gemerincing. Kemudian pintu terbuka lebar. Ada seorang gadis masuk membawa nampan yang sama dengan penutup bulat. Di tangan kirinya ia memegang kayu yang di talikan pada sebuah lentera berbentuk kotak kecil.
Ruangan menjadi agak terang. Son bisa melihat wajah putih pucat gadis ini. Si gadis yang berbeda dengan segerombolan gadis tadi.
"Ma-maaf nyonya saya baru mengantarkan makan malam anda." Si gadis itu menunduk ketakutan.
Dia berjalan perlahan menghampiri Son yang tengah diam saja memperhatikannya. Dengan bergetar tangan kirinya meletakan lentera ke tanah baru setelah itu dia meletakan nampan di sebelah Son.
"Si-silahkan di makan nyonya. Saya akan menunggu anda menyelesaikan makan malam." Gadis itu mundur perlahan, kepalanya menunduk enggan menatap Son dengan tangan meremas satu sama lain.
Son diam tak terlalu menggubris. Tangannya ia bawa membuka penutup bulat itu. Untuk makanan ini untungnya layak di makan. Tidak ada bubur kekuningan yang beraroma tak sedap atau roti sekeras batu. Yang ada nasi dengan daging dan sayuran. Lalu ada 2 buah cupcake kecil untuk dessert dan satu buah pisang serta sepotong semangka untuk penutup mulut.
Son mau tak mau sedikit senang. Ia berdehem sekali, melirik si gadis tadi yang masih tertunduk. Tak mau ambil pusing Son mulai memakan makanannya. Dengan sedikit kelaparan Son menyuap makanannya dalam suapan besar. Dia benar- benar seperti tidak pernah makan dalam satu minggu. Rasanya sangat lezat sekali.
Beberapa menit kemudian Son menyelesaikan makannya. Si gadis melirik Son lalu dia sedikit berlari ke arah dapur dan membawa gelas kayu lalu menyerahkannya pada Son.
"Silahkan nyonya." Katanya masih dengan wajah tertunduk.
Son mengambilnya sambil berucap terima kasih. Terlihat si gadis begitu senang.
Son sedikit bersendawa setelah minum. Dia lalu menutup kembali nampannya dan menatap si gadis.
"Boleh aku tanya sesuatu?" Tanya Son.
Si gadis mengangguk beberapa kali.
"Tapi sebelum itu bisa tidak kau jangan menunduk, aku tidak mungkin berbicara dengan ubun-ubun mu bukan?"
Tapi si gadis malah menggeleng, "maaf nyonya saya tidak berani." Katanya dengan suara pelan.
Son mengernyitkan dahinya aneh, apa mungkin karena wajah dan badannya ya? Pikirnya.
Tapi Son tidak terlalu ambil pusing, dia berdehem dua kali. "apa rumah ini tidak ada lampu sama sekali?" Tanya Son.
Si gadis menggeleng, "maaf nyonya. Rumah ini memang tidak pernah di berikan lampu."
Son mengangguk.
"Lalu sekarang aku ada di mana?" Tanya Son lagi.
"Nyonya berada di rumah pengasingan yang terletak di sebelah barat rumah inti Duke Alexander, nyonya."
Son makin mengernyit aneh mendengar jawaban melantur gadis di hadapannya.
"Apa? Coba kau bilang apa sekali lagi?"
Si gadis terlihat bergetar ketakutan, dia semakin meremas tangannya. "Anda sedang di rumah pengasingan nyonya. Letaknya ada di sebelah barat rumah inti Duke Alexander."
Son terdiam. Dia yang gila atau gadis ini yang gila? Itu pikirannya sekarang.
"Kau melantur apa bagaimana?" Tanya Son.
Tapi si gadis malah bersujud sambil menangis membuat Son terkejut.
"Saya bersumpah demi hidup dan mati saya nyonya. Saya sama sekali tidak melantur atau memberikan jawaban bohong. Ampun nyonya."
Son bangkit dari duduknya dan menghampiri gadis itu. Dia meraih tangannya dan menyuruhnya untuk bangkit. Tapi si gadis malah menangis lebih keras dan tetap berada di posisi sujud.
"Hei aku itu bertanya bukan menuduh mu. Kenapa respon mu berlebihan begini ? Ayo cepat bangun." Kata Son sambil menarik lengan gadis itu.
"Tidak nyonya saya mohon ampun. Saya benar-benar bersalah tolong hukum saya!" Teriak si gadis.
Son berdecak kesal. Dia berkacak pinggang, tak habis pikir dengan kelakuan gadis ini. Bagaimana ada orang yang suka rela memohon untuk di hukum?
"Bangun cepat! Atau aku akan mencekik mu sampai mati kalau kau tidak bangun." Ancam Son.
"Hamba bersedia nyonya asalkan hamba mati di ampuni." Katanya terisak.
Son menepuk jidatnya mendengar jawaban gadis ini. Dia menghela napas kesal.
"Bangun lah. Aku tidak akan menghukum mu atau mencekikmu apalagi membuat mu mati hanya karena pertanyaan konyol tadi. Cepat bangun, ada yang aku ingin tanyakan lagi." Perintah Son, dia berbalik dan kembali duduk.
Si gadis segera menghentikan tangisannya, dia menengadah menatap Son. "Nyonya mengampuni saya?"
"Iya, iya aku mengampuni mu. Cepat berdiri." Son mengibaskan tangannya.
Si gadis buru-buru berdiri, dia tersenyum lebar menatap Son. "Anda baik sekali, terima kasih nyonya semoga dewa memberikan yang terbaik untuk anda."
Son bergumam tidak jelas untuk menjawabnya, telinganya makin aneh mendengar perkataan gadis ini.
"Dengar aku sama sekali tidak mengerti sekarang. Tentang Duke Alexander atau rumah pengasingan ini. Coba jelaskan satu-satu." Kata Son.
Si gadis mengangguk semangat dia tersenyum makin lebar.
"Mohon maaf nyonya sebelumnya. Nyonya di hukum oleh Duke Alexander karena ketahun memberikan racun pada kelinci peliharaan nyonya Carissa. Anda di kurung di rumah pengasingan ini selama 3 bulan. Tapi karena Duke Alexander tengah berkunjung ke negeri sebrang jadi kurungan Nyonya akan di tambah selama Duke Alexander belum pulang." Jelas si gadis.
Son diam mencerna baik-baik setiap perkataan yang ia dengar. Tapi sejauh apapun ia mengingat tentang memori di otaknya. Dia sama sekali tidak tau siapa itu Duke Alexander ataupun rumah pengasingan ini. Di tambah lagi dia tidak tau tentang cerita keracunan seekor kelinci dari nyonya Carissa. Son bersumpah kepalanya pening sekarang.
"Dengar. Aku sama sekali tidak mengerti perkataan mu itu. Duke Alexander itu siapa dan nyonya Carissa itu siapa?" Kata Son dengan nada jengkel, dia memijat pelipisnya pelan.
"Nyo-nyonya tidak mengingatnya?" Nyonya hilang ingatan? Ba-bagaimana ini hiks hiks nyonya sakit paraaaah?" Gadis itu malah menangis histeris dengan prasangkanya sendiri.
Son semakin memijit pelipisnya kuat, pusingnya kian bertambah. "Dengar gadis muda. Aku sama sekali tidak tau maksud mu dan kau jangan menambah pusing kepalaku. Coba kau katakan secara jelas, terperinci dan jangan mengada-ngada." Perintah Son.
Si gadis memelankan tangisannya. Masih dengan terisak dia mencoba merangkai kata.
"Ma-maaf nyonya. Tapi saya tidak berbohong hiks. Anda di kurung oleh tuan Duke Alexander karena anda terbukti bersalah. Racun yang anda di simpan di lemari rias nona sama dengan racun yang ada pada tubuh kelinci nyonya Carissa. Anda sudah di kurung di sini selama dua bulan, harusnya bulan depan nanti anda bisa bebas tapi sayangnya tuan Duke Alexander sedang pergi ke negeri Floralyan karena ada pekerjaan. Dan anda tidak bisa keluar sebelum ada perintah dari tuan besar Duke." Jelasnya panjang lebar.
Son tidak bisa berkata-kata. Apa yang keluar dari gadis di hadapannya ini semua seperti karangan bebas di telinganya. Lagipula si gila Ze itu dapat dari mana gadis aneh ini?
Son mencoba bersabar. Dia menghirup dan mengeluarkan napasnya berkali-kali mencoba tenang. Rasanya sedikit sulit. Dia punya masalah dalam mengontrol sifat pemarahnya. Di rasa tenang, Son menatap gadis di depannya yang sedang tertunduk.
Son memperhatikan dengan seksama gadis itu. Dan Son berkedip beberapa kali ketika merasa ada yang aneh.
Pakaiannya. Pakaian yang di pakai oleh gadis itu terlihat berbeda. Son mengamatinya dari atas hingga bawah. Bajunya seperti pelayan ala jaman eropa kuno. Dalamnya putih, di bagian tangannya lebar. Luarannya berwarna light blue, di dadanya terdapat tali yang mengait, bentukannya seperti kita menalikan sepatu. Lalu rambutnya yang di kepang ke sisi kiri. Sepatunya terlihat seperti dari bahan kulit berwarna coklat.
Terlihat sangat kuno dan ketinggalan jaman.
Wajahnya pun putih pucat dan terdapat banyak freckles di tulang pipi bawah mata serta hidung.
Son melihat tangannya sendiri. Tidak ada bedanya dengan gadis itu. Maksudnya tangannya yang sekarang terlihat lebih putih dari sebelumnya. Karena Seingat Son, kulitnya itu tipe kulit tan, dan itu turunan gen ayahnya. Terlebih lagi dia sering sekali di tugaskan di lapangan.
Apa-apaan ini?
Kenapa dalam sehari ia bangun banyak keanehan yang ia alami.
Pertama tubuhnya, lalu wajahnya, tempat tinggalnya, dan sekarang orang-orang di sekitarnya.
Jantung Son tiba-tiba berdegup kencang, keringat dingin mulai merayap di sekujur tubuhnya. Napasnya terengah-engah. Matanya menatap sekitar dengan panik. Di atas itu semua Son tidak bisa berpikir dengan jernih.
Terakhir kali yang Son ingat adalah teriakan panik si gadis. Lalu gelap.
***