Chereads / Different Life / Chapter 2 - Persiapan

Chapter 2 - Persiapan

Persiapan yang ia dan Ze lakukan hanya selama 2 hari. Ketua Paul bilang kalau lebih dari itu rencana matang yang sudah di canangkan takutnya malah gagal.

Son tidak terlalu peduli, di cerca berbagai arahan selama 2 hari penuh yang bahkan dia tidak punya waktu tidur yang layak, dia sudah tidak punya hak lagi untuk mengeluh.

Rasanya untuk misi kali ini terlalu memaksakan keadaan dan juga rencananya terlalu jauh dari aturan. Yang biasanya dia sendiri yang mengatur strategi jebakan, bahkan seharusnya dia bekerja dengan grupnya bukan hanya dengan agen Ze saja. Tapi kenyataannya, dia sama sekali tidak di perbolehkan untuk menuntut lebih. Hanya untuk berpikir saja para petinggi sudah sangat mengaturnya.

"Aku tidak begitu yakin dengan ini." Ze yang berada di sebelah kiri nya tiba-tiba berkata demikian, mereka sedang duduk di depan ruang rapat menunggu keputusan para petinggi.

Son tidak menjawab atau sekedar meliriknya. Kebetulan dia dan Ze tidak terlalu dekat. Ze yang menjadi leader grup Wolf dan dia leader grup Hell memang dari dulu sering berlomba untuk menentukan siapa yang paling unggul. Walau tidak ada kata dalam lomba itu. Tapi mereka semua memang merasa.

Dalam divisi IV hanya dua grup di bawah naungan ketua Paul. Divisi ini menempati posisi kedua setelah divisi V, dan grup White adalah agen kelas atas pertama yang sudah tidak di ragukan lagi keberhasilan kinerjanya. Itu di ketuai oleh Black. Lelaki berbadan tinggi besar yang tidak pernah sekali bersosialisasi.

"Aku pikir kau dan aku tidak akan berkerja sama sebaik yang mereka kira." Suara Ze masih memecah keheningan.

"Tapi apapun itu, kuharap kau bisa mengandalkan aku."

Ze sedikit mendengus geli mendengar kata-katanya. Setaunya leader Hell ini jarang sekali meminta bantuan orang lain selain grupnya sendiri. Dan rasanya untuk misi ini akan sedikit susah.

"Aku tau kau bahkan bisa melampaui ku." Son menjawab.

Ze menoleh, wanita cantik yang di sebelahnya ini masih menatap datar pintu ruang rapat. Ekspresi nya memang seperti itu setiap hari.

"Tidak, ku pikir aku bahkan perlu arahan mu " Ze kembali lagi pada posisinya seperti semula, namun sekarang sedikit merilekskan sandaran punggungnya.

"Yang aku rasakan, tugas ini bukan hanya menangkap bos bandar narkoba yang merangkap penjahat incaran polisi saja. Kau tau? Para orang-orang yang berkuasa di dalam sana tidak mungkin menugaskan kita hanya untuk misi sepele."

Son mengangguk membenarkan, dari awal pun dia mengira itu. Tapi mau ia mencari jawabannya sendiri sulit sekali, rahasia tentang siapa bandar narkoba itu sangat susah di akses.

"Aku hanya ingin kau percaya padaku. Kalau kau ingin bertindak sendiri-sendiri tidak masalah. Yang pasti aku juga akan menyelesaikan misi ini secepat mungkin." Kata Ze menutup percakapan, sebentar ia menutup matanya guna membuat pikiran beratnya hilang sedikit.

Namun Son malah terkekeh geli, dia berujar, "Kenapa rasanya tugas ini seperti mengirim ku ke alam kubur."

Masih dengan mata tertutup Ze menjawab, "Ya. Mungkin mereka akan merealisasikan nama grup mu. Untuk menjadi leader neraka sungguhan." Lalu di sambung tawa pelan.

Son mendengus geli mendengarnya. Tidak masalah. Kalau pun dia mati di dalam tugas ini toh tidak akan ada yang menangisinya. Ayah dan ibunya sudah berada di sisi Tuhan ketika umurnya masih 14 tahun. Merasakan kejadian tragis yang menimpa keluarganya membuat ia bertekad untuk menemukan siapa dalang di balik pembunuhan orang tua dan juga keluarganya yang lain. Dan disinilah ia sekarang.

Menjadi agen elite yang sudah bertahun-tahun menjalankan misi berbahaya. Penuh lika liku ia jalani disini. Mempelajari semua jenis bela diri, begitu pula semua jenis senjata. Son juga mempelajari cara menemukan informasi dengan cepat dan akurat. Bagaimana cara membedakan sikap dari orang-orang yang menjadi targetnya.

Dan selama itu pula dia sudah menghabisi seluruh komplotan penjahat itu sampai ke akar-akarnya.

Suasana kembali hening seperti semula. Detik jarum jam tangan dari masih masing-masing mereka memenuhi suara koridor.

15 menit berlalu, ketua Paul yang pertama kali membuka pintu ruang rapat di susul oleh beberapa ketua divisi yang hadir dan juga para petinggi.

"Kalian akan berangkat sore ini, dan pelajari dulu berkas ini. Jika ada yang ingin kalian tanyakan langsung datang saja ke ruangan ku." Ketua Paul menyerahkan dua berkas yang bersampul hijau.

"Dan beri salam dulu pada para petinggi." Bisiknya, lalu ketua Paul berpindah posisi ke sebelah Ze.

Mereka bertiga kompak membungkuk memberi salam pada para petinggi yang melewati jalan.

"Oh Son, aku yakin kau pasti bisa melakukan ini. Aku sangat percaya padamu kau tau ?"

Son segera menegakkan tubuhnya, ada ketua dewan direksi dari semua para petinggi sedang tersenyum lebar padanya.

"Aku harap kau tidak akan mengecewakan ku." Lalu Son merasakan pundaknya di tepuk tiga kali lumayan keras.

Setelah itu rombongan para petinggi berlalu dengan senyum di wajah mereka.

Son mengepalkan tangannya kuat. Matanya menatap tajam punggung orang-orang itu. Brengsek, hinaan sekali senyuman mereka.

"Ya sudah, aku juga akan kembali keruangan ku. Kalian berdua segeralah bersiap-siap." Ketua Paul berlalu setelah mendapat anggukan hanya dari Ze.

Dia tidak mau mengganggu Son yang sedang mengeluarkan hawa tidak menyenangkan begitu.

"Agen Son, aku akan keruangan ku dulu."

Son menoleh, "Baiklah. 30 menit lagi kita bertemu di ruangan ketua"

Ze mengangguk, dia pun berjalan meninggalkan Son yang masih diam. Berdiri kaku memegang berkas hijau yang sudah ia remat.

***

Jam 18.36 Son dan Ze berangkat setelah mengukuhkan rencana yang para ketua divisi dan para petinggi buat.

Kedua agen itu hanya mengangguk dan selebihnya diam. Son sendiri tidak punya waktu untuk menyusun rencana sendiri. Arti lainnya dia terlalu malas. Kalau pun situasi nya nanti gawat dia hanya akan kabur secepat mungkin.

Matanya melirik agen Ze yang diam saja sambil menyetir. Baju yang di pakai Ze tidak berbeda jauh dengan yang ia pakai. Dress ketat yang menonjolkan lekukan badan.

Ze terlihat cantik dengan dress berwana abu-abu. Rambut curly yang terurai sedikit berantakan dan make up tipis yang sempurna. Bedanya dengan Son, Son memakai gaun berwarna merah marun dengan rambut yang di kuncir kuda dan sepatu hak yang tidak terlalu tinggi. Dia hanya memakai bedak dan lipstik saja, terserah kalau mukanya terlihat lebih pucat. Dia tidak suka bermake up.

Mobil berhenti di depan sebuah gedung berlantai 3. Plang nama bar Dream terlihat gemerlap menyatu dengan suasana kota yang ramai. Para pengunjung yang keluar masuk dengab pakaian mewah mereka, juga beberapa orang valet parkir yang sigap ketika mobil mewah datang. Terdapat empat bodyguard berbadan besar di depan pintu masuk.

"Kita akan bertemu dengan siapa dulu?" Tanya Son

Ze menoleh, "Kau tidak membaca berkas yang tadi agen Son ?" Tanyanya.

Son hanya diam, dia masih memperhatikan keadaan di sekitar gedung bar.

"Wah, kalau kau begini terpaksa aku yang memerintah mu."

Son mengangguk, "Tidak masalah."

Ze memutar bola matanya, "Kita akan bertemu dengan agen Cat yang sudah bergabung selama 2 bulan dengan club itu, setelah itu baru kita di perkenalkan dengan manager nya."

"Cat? Siapa itu?"

"Dia agen dari divisi III, nick name agennya Max tapi dia menggantinya jadi Cat setelah gabung di club."

Son mengangguk dua kali, "baiklah."

"Tunggu agen Son.. " Ze menahan tangan Son yang akan membuka pintu.

"Sebelum masuk, kau tidak mungkin memasang ekspresi seperti itu. Yang ada orang-orang club tidak akan percaya padamu."

Son menaikan sebelah alisnya, "Maksud mu ?"

"Maksudku, kau harus mengganti mimik wajahmu. Buat senatural mungkin dan jangan pasang ekspresi seram begitu." Ze mengulum senyum.

"Memangnya kau tidak pernah memang ekspresi lain selain datar begitu ?"

Son memutar matanya malas. Ribet sekali.

"Ayolah.. Agen Son supaya misinya cepat selesai, kalau kau begitu yang ada kita dapat masalah." Ze memasang senyum cantik, dia sedikit merengek dengan menggoyangkan lengan Son.

"Ck, kenapa kau malah membuatku repot begini. Aku tidak mau." Tolak Son, dia memalingkan wajahnya kearah lain.

"Ish, yang benar saja. Setidaknya senyum agen Son. Ya ampun. Itu tidak susah" Ze bersedekap dada. Masih merengek.

Son kembali berdecak, "Darimana kau belajar sikap seperti itu? Lagipula kita tak ada bedanya dalam hal mimik wajah"

"Menyamar sebagai pembantu genit sudah membuatku profesional kau tahu" Jawab Ze.

Son menoleh, "kau apa ?"

Ze berdecak, dia mengerucutkan bibirnya sebal.

"Aku bahkan pernah di tugaskan untuk jadi wanita penghibur dan juga tetangga yang harus menggoda target. Ughh, jangan lupa kalau selama 6 bulan tahun kemarin aku menyamar menjadi istri seorang pejabat."

"Kau agen yang satu tahun berada di bawahku, aku masuk divisi IV tak lama kau juga masuk kan? Bagaimana mungkin bisa kau melakukan misi aneh begitu." Son bertanya dengan nada tidak percaya.

Ze kembali berdecak, "Aku tidak mungkin menolak kan? Kau tau kalau ketua Paul juga sangat pintar dalam merayu. Haah agen elite divisi IV hanya sebuah nama. Bukan berarti misi ku juga sama elite nya."

Setelahnya hanya hening yang terjadi. Dalam pikiran Son, para petinggi benar-benar tidak menghargai totalitas mereka dalam bekerja. Seingatnya agen Ze sering sekali meraih keberhasilan dalam misi yang sulit. Ck, apa sekarang aku juga targetnya mereka?

Son menghela napasnya pelan, tangannya ia bawa memijit pelipisnya yang sekarang berdenyut.

"Kita tunggu sampai satu jam lagi, setelah itu baru masuk. Aku akan latihan dulu." Putus Son.

Ze menoleh sambil mengulum senyum geli, "kalau begitu turuti aku."

Walau sambil mendengus jengah, Son terpaksa menuruti tingkah dan segala ekspresi yang Ze contohkan. Son juga akhirnya membuat keputusan untuk rencana darurat kalau-kalau mereka terjebak di situasi yang gawat.

"Bagaimana kalau kita langsung saja mendekati inti dari rencana kita, bukankah itu lebih cepat agen Son?" Tanya Ze saat Son sibuk berkaca melihat aktingnya sendiri.

"Benarkah ?" Tanya balik Son, oh dia jengah sendiri melihat mimik wajahnya.

"Ya, begini. Para petinggi sudah gila. Kita musti menjadi mucikari dan kita sendiri yang harus mencari gadis-gadis muda yang mau menjadi penghibur, kalau kita disana selama dua bulan, kita akan benar-benar menjadi mucikari sungguhan."

"Lalu ?"

"Kalau untuk meyakinkan manager mereka aku sudah punya 7 orang yang ingin menjadi penghibur disana. Tapi kalau untuk hari lain aku tidak tau"

"Wah, kau jago juga ya ?"

Ze mendengus, " mereka gadis belia yang lebih memilih hidup bergelimang harta di banding meneruskan sekolah. Tidak susah."

"Kalau begitu bisakah kita singkat saja menjadi satu minggu ?"

Ze menjentikkan jarinya girang, "jangankan satu minggu, dua hari juga kita pasti bisa langsung menangkap bandar itu. Bagaimana ?" Tanya Ze semangat.

Son mengangguk pelan sambil berpikir. Dia masih ingat dengan arahan ketua divisi V untuk tetap menjadi mucikari walau tidak sampai dua bulan lamanya. Alasannya adalah agar mereka benar-benar mencari tau seluk beluk club mewah itu.

Ketua divisi V juga mengatakan kalau ada beberapa polisi yang tengah menyamar menjadi pelayan dan juga bodyguard. Sebenarnya tugas inti mereka bukan tentang menangkap bandar narkoba yang licin itu, tapi mereka harus tau dimana saja letak bisnis sang bandar narkoba.

Mereka juga harus mencari tahu dimana pabrik narkoba dan mereka bekerja sama dengan polisi untuk menemukan ini. Untuk tugas yang ini Ze yang bertanggung jawab.

Yang Son tangkap dari pengarahan kemarin. Ada beberapa anak gadis dari pengusaha dan pejabat yang menjadi korban dagang manusia. Dan pemilik club mewah ini yang menjadi dalang nya.

Kalau untuk Son sendiri inti misinya ialah memberikan laporan pada ketua Paul setiap apa saja yang mereka temukan. Lalu dia harus menemukan berkas penting tentang aset kekayaan yang dimiliki si bandar.

Sebenarnya kalau di pikir-pikir tugasnya itu memang mata-mata, tapi entah kenapa kalau yang ini dia merasa sangat tidak suka. Bahkan rasanya ingin mati-matian menolak. Lagipula tugas seperti ini memang seharusnya junior yang di berikan misi bukan dirinya yang sudah punya grup lengkap.

"Baiklah, beri tahu saja aku kalau kau sudah punya rencana yang matang." Dan Ze mengangguk dengan semangat.

Dirasa sudah terlalu lama berada dalam mobil, Son dan Ze memutuskan untuk segera masuk. Ze menunjukkan sebuah kartu masuk khusus pada para bodyguard.

"Dimana para gadis yang kau sebut tadi ?" Tanya Son tiba-tiba, mereka sedang menyusuri sebuah lorong kaca gelap setelah pintu masuk.

"Mereka sedang dalam perjalanan, nanti akan aku telepon begitu si manager itu menerima yang kita tawarkan." Ze menjawab dengan tenang.

Suara musik baru terdengar ketika jalan lorong kaca itu habis, gemerlap sebuah club tersaji di depan mereka. Son mendesis tajam ketika telinganya merasakan sakit mendengar musik yang begitu keras.

Ze berhenti secara tiba-tiba dan berbicara di depan telinga Son, "oh iya Agen Son, karena hanya kau yang tidak punya persiapan apapun. Aku akan memberikan dua gadis padamu sebagai tanda kalau kau juga seorang mucikari."

Son hanya mengangguk saja, mereka berdua memperhatikan sekeliling. Nuansa biru gelap sepertinya memang tema dari club ini, dari sini Son bisa lihat lantai bawah yang lebih ramai. Ada begitu banyak orang yang sedang berjoget bebas di tengah-tengah ruangan, di depannya terdapat panggung yang seorang DJ sedang beraksi dan sisi masing-masing panggung ada para penari striptis yang menari dengan tiang mereka.

Di sisi sebelah kanan terdapat banyak meja dan sofa yang melingkar, di sisi sebelah kiri ada meja khusus untuk memesan alkohol. Kalau untuk di lantai ini hanya terdapat sofa dan meja yang di tempatkan sepanjang ruangan, lalu di sebelah kirinya dia melihat 4 ruangan yang berjejer.

"Kita langsung kebawah saja, Cat ada di depan meja bartender" Ajak Ze, dia menarik tangan Son.

Melewati orang-orang hilir mudik, lalu menuruni tangga, mereka berdua sampai di belakang seseorang yang memakai bando kucing dan sedang bercengkrama dengan bartender.

Ze menepuk satu kali pundak orang itu. Yang di tepuk reflek berbalik dan mengangkat alisnya heran melihat dua wanita cantik tengah menatapnya. Yang satu tersenyum manis dan yang satunya menatap datar.

"Hai Cat, aku Clara dan ini Meggy. Kami berdua mucikari yang sudah menelepon mu waktu itu." Ze mengatakan itu sambil melambai ceria. Karena musik terlalu keras Ze harus sedikit berteriak.

Cat yang sepertinya sudah paham langsung mengangguk sambil menuntun mereka ke sebuah lorong kaca gelap

."Kenalkan aku Max dari divisi III, senang bertemu dengan kalian senior." Cat membungkuk sedikit, dia tersenyum menatap dua wanita cantik itu.

Ze melambai lagi, " ya ya kami sudah tau. Jadi bagaimana ?"

Cat mengangguk paham, "manager ada di ruangannya sekarang. Kalau untuk bos besar dia sedang tidak ada di sini. Dari yang aku dengar dia sedang dalam perjalanan bisnis ke Meksiko."

Cat menengok ke kiri dan ke kanan melihat sekitar. Dia sedikit berbisik, "hati-hati dengan managernya, dia sangat tidak bisa di tebak."

Ze mengibaskan tangannya, "tidak masalah kalau untuk itu kita berdua akan menanganinya, apa ketua divisi mu memberi arahan yang lain ?" Tanya Ze.

Cat mengangguk, "ya, aku harus membantu kalian. Dua bulan aku disini hanya untuk mengetahui seluk beluk tempat ini dan juga kapan jadwal bos besar berkunjung."

"Bagaimana bos besar itu ?" Tanya Son.

"Hmm, kalau senior tanya wajahnya aku sendiri tidak tau karena dia sering pakai topeng hitam. Lagipula bodyguard nya banyak sekali jadi untuk dekat dan melihat dia lebih jelas itu sangat susah . Kalau untuk sifatnya dia lumayan santai. Itu juga kata pegawai yang sudah bertemu dengan dia secara pribadi."

"Bagaimana dengan narkobanya ?"

"Setiap hari minggu di minggu kedua selalu ada pengiriman keluar masuk barang baru, dan kalau untuk pemesanan biasanya langsung pada manager. Yang aku tau mereka tidak sembarangan memberikan narkobanya. Mereka akan memilih orang-orang yang akan mereka jadikan pelanggan." Terang Cat.

Son dan Ze mengangguk, Cat menambahkan, "nah, rumor untuk para gadis belia yang menjadi korban perdagangan itu rasanya masih harus di selidiki. Dari sekian banyak rumor, anak gadis dari kepala polisi yang paling terkenal, dia tidak hilang atau jadi korban. 3 hari yang lalu aku lihat dia ada bersama bos besar."

"Kalau untuk penjualan organ manusia?" Tanya Ze.

"Kalau untuk itu, kemungkinan besar anak buah bos besar yang lain yang menanganinya. Kalau untuk disini hanya narkoba saja tidak lebih."

Ze mengangguk lagi. Son terlihat diam mencerna semua informasi yang Cat berikan. Kalau seperti ini lumayan sulit.

"Bagaimana dengan para polisi ?" Tanya Son.

"Yang menjadi bodyguard hanya 3 orang, kalau pelayan sekitar 6 orang. Nanti aku kasih kode siapa saja polisi yang menyamar."

"Baiklah, kita langsung temui saja managernya."

Ze dan Cat mengangguk kompak, Cat memimpin jalan. Mereka kembali berjalan kearah Lantai atas. Cat menuntunnya sampai di depan 4 ruangan berjejer tadi.

Sebelum mengetuk pintu, Cat terlebih dulu menengok kebelakang. Ze mengangguk sebagai isyarat mereka sudah siap. Ketika pintu di ketuk yang ke tiga kalinya. Ada seorang lelaki tinggi besar, berwajah bulat dan kepalanya pelontos yang keluar dari ruangan.

"Ada apa ?" Tanya si lelaki itu dengan suara berat.

Cat langsung tersenyum ceria, dia melambai dengan gemulai, "eyy Frans, aku mau bertemu dengan manager."

Perubahan Cat membuat Son mengerut aneh dan Ze tersenyum geli.

"Untuk apa ?"

Masih dengan sikap gemulainya, Cat mengelus pelan lengan si lelaki yang bernama Frans itu.

"Aku mau menawarkan sesuatu. Biasalah, ada yang ingin bergabung."

Frans diam sebentar, dia menoleh melihat Son dan Ze yang di belakang Cat dengan teliti.

"Ayo masuk." Katanya, lalu dia berlalu ke dalam di susul yang lain.

Begitu pintu di tutup, suara bising dari musik yang bergema di club langsung hilang dalam sekejap. Nuansa hitam gelap langsung menjadi pemandangan mereka. Di meja kerja ada seorang lelaki pucat yang sedang membolak-balikan beberapa kertas.

"Maaf manager, Cat membawa 2 orang yang ingin bergabung." Frans berdiri di samping sang manager sambil sedikit membungkuk.

Si manager hanya berdehem sebentar, lalu mengalihkan perhatiannya dari kertas ke arah Son dan Ze.

"Siapa mereka ?"

Cat dengan gemulai memperkenalkan Son dan Ze, "yang ini Clara dan yang ini Meggy. Mereka yang aku bilang ingin bergabung disini."

Si manager mengangguk, dia bersidekap menilai dari atas kepala hingga kaki.

"Berapa yang kalian bawa ?" Tanya manager itu, dia berdiri dan berjalan santai menuju Son dan Ze.

"Aku hanya bawa lima, sedangkan dia dua." Jawab Ze.

Alis si manager terangkat, "kenapa harus kau yang menjawab? Biarkan dia sendiri yang bersuara."

Ze meringis malu, "maaf manager, Meggy orangnya agak susah di ajak berbicara kalau bertemu orang baru." Katanya sambil menunduk.

Si manager menyunggingkan senyum miring, dia berjalan lebih dekat kearah Son. Telunjuk kanannya mengangkat dagu Son lebih tinggi.

"Untuk orang yang pertama kali bekerja kotor seperti ini kau sangat pemberani ya. Aku tidak melihat keraguan di matamu sama sekali." Dia berkata tepat di depan wajah Son dengan sedikit membungkukkan badan.

"Tapi entah kenapa aku suka." Sambungnya dengan bisikan.

Son yang di perlakukan seperti itu hanya diam, dia menatap si manager tanpa ekspresi yang berarti.

"Baiklah. Aku Terima. Dan aku akan mengawasi kalian selama satu minggu ini. Jadilah partner yang menyenangkan dan jangan sekalipun berulah." Katanya setelah menjauhkan wajahnya dari Son.

Ze dan Cat tersenyum senang, "terima kasih manager." Ze membungkuk sambil tersenyum manis.

"Ya. Kalian boleh pergi." Si manager langsung berjalan menuju meja kerjanya.

Frans langsung menggiring ketiga tamu itu untuk segera keluar.

"Terima kasih ya Frans." Teriak Cat begitu keluar ruangan sambil mencolek dagu lelaki besar itu, jangan lupa flying kissnya.

Namun Frans tidak menjawab atau pun merespon, dia langsung masuk dan menutup pintu ruangan dengan kencang.

Cat berjalan lebih dahulu menuju lantai bawah, dia duduk di depan meja bartender sambil memesan tiga wiski.

"Jangan terlalu senang dulu senior." Kata Cat tiba-tiba.

Son melirik Cat seperti bertanya kenapa.

"Dia selalu penuh tipu daya. Lebih baik kalian berhati-hati." Bisiknya di telinga Son.

Son diam saja, dalam sekali lihat orang tadi memang tidak sembarangan. Son merasakan aura berbahaya dari orang itu. Kalau di tilik lebih lagi. Para bodyguard di sini juga seperti bukan orang yang mudah di tipu. Rasanya lebih berbahaya dari sekedar bar mewah.

Mungkin yang pertama ia tangani adalah si manager itu terlebih dahulu.

***

Ruangan sunyi selama beberapa menit. Zedd masih fokus pada pekerjaannya. Jarum jam berdenting di ruangan kedap suara ini.

Setelah menandatangani beberapa berkas, Zedd langsung berdiri menghampiri mesin kopi otomatis yang berada di sebelah kiri ruangan.

"Menurutmu aku salah tidak menerima mereka Frans ?" Tanya Zedd tiba-tiba.

Frans yang sedang berdiri di sebelah pintu langsung menoleh pada bos nya tetapi tidak langsung menjawab, dia yakin Zedd masih akan melanjutkan perkataannya.

"Aku pikir salah satu dari mereka menarik, bukan begitu? Dan aku yakin nantinya akan ada yang lebih menarik lagi."

Katanya sambil tersenyum miring.

***