Chereads / Wanita yang dicintai suamiku / Chapter 10 - KEPERGIAN YUDHA UNTUK SIAPA?

Chapter 10 - KEPERGIAN YUDHA UNTUK SIAPA?

"Bersama siapa?" tanya Aisha dengan wajah curiga, dia khawatir jika Yudha akan pergi bersama dengan Sarah.

"Sendiri, aku ditemani beberapa karyawan dari kantor," jawabnya.

Aisha mendekat, bibirnya bergetar, kemudian kembali bertanya, "Apa Sarah ikut denganmu?"

"Kenapa kamu harus membahas dia sih, Aish. Sudah aku katakan kepadamu semalam, aku tidak ada hubungan apapun dengannya, selain hubungan pekerjaan, meskipun aku masih mencintainya, puas. Jangan salahkan aku jika kamu sakit hati, kamu sendiri yang terus memaksaku untuk mengatakannya."

"A-aku minta maaf Mas, tidak seharusnya aku bertanya seperti itu." Aisha menunduk.

Yudha menghela nafas, dia tidak ingin meninggalkan Aisha setelah memarahinya. "Aku akan bawa koper dulu, kamu tunggu di sini," pinta Yudha.

"Aku hanya takut, Mas. Bagaimana jika kamu pergi bersama dengan Sarah," gumam Aisha.

Tidak lama kemudian, Yudha turun dengan koper di tangannya. Dengan tersenyum manis, Aisha menghampiri suaminya.

"Mas. Kamu sarapan dulu yah, aku akan buatkan sarapan kesukaan kamu," ucap wanita itu seraya meraih tubuh laki-laki itu kemudian memeluknya, butuh keberanian yang sangat besar untuk Aisha akhirnya bisa memeluk tubuh Yudha yang selalu saja menghidar darinya.

Entah apa yang membuat Yudha terdiam saat Aisha memeluk tubuhnya, kenapa laki-laki itu tidak menjauh saat Aisha mendekapnya, sedangkan hal itu yang selalu dia lakukan saat Aisha mendekat ke arahnya. Semalam Yudha masih sangat marah dengan Aisha, bahkan saat Aisha hendak tidur, Yudha langsung mematikan ponselnya kala sedang menelpon seseorang, seolah dia sedang menutupi sesuatu dari Aisha.

Sejak pembahasan mengenai Sarah di sofa semalam, Aisha tidak lagi berbicara dengan Yudha, sebaliknya dengan laki-laki itu, dia memilih untuk mengabaikan Aisha seperti biasanya. Aisha ingin sekali percaya jika suaminya tidak menjalin kedekatan apapun dengan Sarah selain bisnis, tapi sulit untuk dia terima kala Yudha dengan terang-terangan mengatakan tentang perasaannya yang masih terikat dengan Sarah.

Aisha mengeratkan pelukannya, selama Yudha tidak melepaskan tangannya dari tubuh suaminya itu, meskipun Aisha heran dengan sikap suaminya yang berubah, tapi dia tidak ingin melewatkan kesempatan untuk memeluk suaminya, karena itu salah-satu cara untuk Aisha menunjukan perasaannya kepada Yudha.

Dengan spontan dan tidak membantah keinginan Aisha untuk memeluknya, Yudha sebaliknya membalas dekapan itu dengan sangat hangat, sekian lama Aisha menunggu untuk mendapatkan pelukan ini, dan kini ia mendapatkannya.

"Maaf Aisha, sepertinya kali ini aku tidak bisa sarapan di rumah, soalnya aku sudah pesan tiket penerbangan pagi ini, tidak masalah kan?" Pria itu menatap Aisha dengan dalam untuk meyakinkan wanita tersebut.

'Bagaimana aku akan mempermasalahkan, masalah yang sudah terbiasa terjadi.'

Wanita yang memiliki nama lengkap Aisha Maulina itu menunduk, ia mengatupkan mulutnya mendengar suaminya yang masih saja enggan menyantap saran buatannya. Selama ini Aisha tidak pernah marah atau mempertanyakan keputusan suaminya tersebut. Namun, sebagai seorang istri, hal itu terasa sangat menyakitkan, jangankan dipuji atas makanan yang telah dibuatnya, sekedar dicicipi saja tidak.

"Aisha, aku akan pergi selama dua hari, aku harap, kamu tidak akan membahas hal yang sama lagi ketika aku kembali, hal itu cukup membuatku sakit kepala," pintanya. Sorot matanya kembali menajam, Aisha pikir tatapan itu tidak akan lagi rasakan setelah pelukan yang berlangsung beberapa menit tadi.

Mencoba untung tenang dan sabar. Aisha tidak ingin jika apa yang akan dia katakan mempengaruhi pekerjaan dari suaminya itu. "Aku usahakan, Mas. Semua kembali kepadamu, semua sesuatu yang dilakukan seorang istri, tergantung bagaimana suaminya memperlakukan dia. Selain itu aku hanya merasa kesepian kalau kamu tidak ada di rumah, meskipun hal itu sudah biasa aku rasakan. Namun, tetap saja jika kamu pergi terlalu jauh, aku sangat ketakutan," jawab Aisha lembut, seraya membalas tatapan suaminya. Semua yang Aisha katakan tidak berniat untuk menyindir suaminya. Namun, itulah kenyataan yang Aisha rasakan selama ini.

'Aku harus membuat dia yakin dengan jawabanku semalam, jika dia terlalu curiga denganku, semua rencanaku akan gagal,' batin Yudha.

'Aku harap dia tidak menyembunyikan apapun dariku,' batin Aisha berhadap dengan cemas.

"Aku akan berusaha memperbaiki semuanya, saat aku kembali, aku akan ajak kamu pergi bermain."

Aisha terdiam dengan dahi mengernyit, rasanya hal itu jauh lebih sulit untuk Aisha terima daripada mendengar Yudha yang masih mencintai Sarah.

"Yang benar, Mas?" tanya Aisha antusias. Ini kali pertama dirinya dibuat bahagia seperti itu oleh suaminya, sekian lama Yudha hanya terus menerus membuatnya menderita.

'Ada apa dengannya, kenapa dia berubah lebih manis seperti ini? Apa dia tidak sedang menutupi sesuatu dariku? Ah aku tidak peduli, aku tidak boleh berpikir buruk tentangnya,' batinnya, bertanya-tanya.

"Tentu saja. Kalau begitu, aku berangkat dulu, takut terlambat. Assalamualaikum." Yudha tersenyum simpul kemudian mendaratkan sebuah kecupan di kening istrinya tersebut dengan lembut.

"Wa'alaikumsalam, hati-hati ya Mas. Kabarin kalau sudah sampai di sana!"

***

"(Aisha, apa kamu punya waktu hari ini?)" Sebuah pesan yang Neli kirimkan siang ini.

"(Tentu, ada apa Neli?)" balas Aisha dengan cepat.

"(Ada banyak hal yang ingin aku ceritakan kepadamu, temui aku di caffe yang biasa kita temui waktu kuliah dulu!)" Neli kembali memalas.

"(Baiklah.)"

Satu jam sudah keberangkatan Aisha dari rumah menuju caffe yang terletak cukup jauh dari kediamannya. Aisha langsung masuk ke dalam kala melihat mobil Neli yang sudah terparkir di halaman caffe tersebut.

"Aish!" Neli melambaikan tangan dari ujung meja saat melihat Aisha datang. Tanpa menunggu lama, wanita berhijab biru itu pun menghampiri Neli.

"Assalamualaiku, Nel." Aisha duduk di hadapan wanita itu.

"Wa;alaikumsalam."

"Aku sudah pesan makanan kesukaanmu, jadi kita tinggal tunggu saja," ujar Neli.

"Oh iya, tumben kamu minta ketemuan di tempat ini, ada apa?" tanya Aisha dengan wajah heran, karena sebelumnya, Neli selalu mendatangi Aisha apabila ada hal-hal yang penting.

"Maaf sebelumnya, tapi aku benar-benar penasaran. Sebelum itu, dengarkan aku baik-baik!"

"Iya, ada apa sih, serius banget," ejek Aisha.

Neli menghentikan percakapannya kala menu makanan yang dia pesan sudah datang. "Mau makan dulu, atau aku lanjut bicara?" tanya Neli.

"Lanjut sambil makan saja," jawab Aisha.

"Baiklah, sepertinya kamu sangat lapar Aisha, aku melihatmu beberapa hari ini, dan aku yakin kamu sedang ada masalah besar."

"Oke." Neli langsung melanjutkan kalimatnya, kala Aisha akan membantah pernyataan yang temannya katakan.

"Aku tahu kamu akan menyangkalnya, Aish. Aku juga tahu urusan rumah tangga itu aib, dan tidak seharusnya dibicarakan kepada orang lain, tapi, Aish. Tidak setiap masalah bisa dihadapi sendirian, kadang kala kita membutuhkan orang untuk membantu, jika setidaknya orang itu tidak bisa membantumu dalam menyelesaikan masalah, setidaknya dia bisa menjadi pendengar, dan penenangmu disaat kamu menghadapi masalah."

"Aku mengenalmu sudah bertahun-tahun, Aish. Aku kenal bagaimana sikap dan sifatmu ketika ada masalah, bahkan hanya dengan melihat wajahmu saja semua orang akan tahu, kalau kamu sedang bermasalah, kamu sering kali mengabaikan kesehatanmu sendiri, seringkali kamu tidak makan hingga tubuhmu melemah, dan aku melihat itu darimu beberapa hari terakhir ini, Aisha.

"Jangan biarkan Yudha jatuh ke tangan orang lain!" ucap Neli.

"Bagaimana kamu tahu, Nel?"