Chereads / Wanita yang dicintai suamiku / Chapter 16 - PERUBAHAN AISHA

Chapter 16 - PERUBAHAN AISHA

Sudah beberapa menit semenjak Aisha pingsan, tapi dirinya masih belum sadar, Yudha terus memantau keadaan istrinya, tatapannya terlihat tulus, bahkan mimik wajahnya terlihat perihatin dan penuh kekhawatiran di dalamnya. Neli yang melihat kegelisahan dalam diri Yudha merasa heran, sedangkan dia mengetahui kejahatan yang Yudha lakukan pada temannya tersebut.

'Apa mungkin Yuhda mengkhawatirkan keadaan Aisha saat ini?' batin Neli menerka-nerka.

'Kalau pun ia, aku yakin alasannya bukan karena itu, mungkin dia tidak ingin kehilangan harta yang diwariskan almarhumah ibunya,' lanjut Neli dengan geram.

"Dokter, kenapa dia masih belum sadar?" tanya Neli.

"Sepertinya dia sangat stres, selain itu, tekanan darahnya juga menurun, jangan terlalu khawatir, dia akan baik-baik saja. Namun, untuk selanjutnya, tolong untuk lebih diperhatikan lagi kondisi mentalnya, karena itu menjadi salah satu fakto kesehatannya menurun."

"Dia terlalu sibuk memperhatikan kondisi orang lain, Dokter, tapi tidak pernah ada yang memperhatikan dia sebagaimana dirinya mengurus orang tersebut," gumam Neli mengandung emosi, sudut matanya melirik Yudha yang berdiri tegang di sampingnya.

"Kenapa kamu terus menatapku seperti itu, apa kamu sengaja mengatakan itu untuk menyindirku?" Yudha membalas tatapan Neli dengan tajam, dahinya mengernyit menuntut jawaban.

"Nyindir? Oh, tentu saja tidak. Bukankah kamu orang baik, lantas untuk aku menyindirmu," jawab Neli sinis. Dia tahu jika semua yang terjadi kepada Aisha adalah ulah Yudha, hanya saja Neli tidak mau ikut campur, karena takut hal itu hanya akan memperburuk keadaan temannya.

"Da—" Kalimat itu terhenti saat dokter selesai memeriksa keadaan Aisha.

"Bagaimana dok?" Kembali dia memfokuskan dirinya pada dokter.

"Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya. Dia sangat stres hingga mengalami depresi mayor, selain itu tubuhnya juga sangat lemah, sepertinya dia tidak mengisi perutnya dengan benar. Jadi tolong, untuk suaminya agar lebih memperhatikan pola makan istrinya, dan sebaiknya temani dia dalam keadaan seperti ini. Untuk obat, akan saya kirimkan resepnya." Dokter itu tersenyum kemudian pergi dari ruangan tersebut.

"Tapi dokter, apa itu depresi mayor?" tanya Yudha penasaran.

"Suatu gangguan kesehatan mental yang ditandai dengan suasana hati yang terus tertekan atau kehilangan minat dalam melakukan aktivitas. Namun keadaan ibu Aisha masih dapat ditangani dengan ringan, seperti mengkonsumsi obat yang akan saya resepkan ditambah dengan keseharian yang baik. Jangan sampai bu Aisha mengalami hal-hal yang membuat mentalnya lemah, karena itu bisa mengakibatkan depresi persisten, bentuk depresi ringan jangka panjang."

Yudha tercengang saat mendengar konsisi istrinya yang sama sekali tidak dia duga. Dirinya benar-benar merasa bersalah saat ini, ditambah dirinya yang kini sedang mempersiapkan alasan untuk menceraikan Aisha dengan cara memperbaiki hubungannya dengan wanita yang kini masih terbaring tidak sadarkan diri.

"Terima kasih dokter."

"Astaga, Aisha. Kamu pasti banyak pikiran akhir-akhir ini." Neli tidak tega melihat keadaan temannya yang terlihat pucat dan bahkan tubuhnya terlihat lebih kurus dari sebelum dia menikah.

"Aku berangkat sekarang, setelah itu aku akan membelikan obat untuknya. Aku akan pulang lebih awal," ujar Yudha tapi Neli tidak merespon ucapan laki-laki itu, dirinya benar-benar merasa kesal dengan Yudha yang sudah membuat Aisha menderita seperti itu.

***

"AHH. Bagaimana sekarang? Kenapa dia harus menderita depresi segala." Yudha terus mengumpat selama perjalanannya menuju kantor.

"Tapi kenapa aku harus memperdulikan dia? Bukankah ini bagus untukku, dengan begini dia tidak akan mencari masalah lagi," lanjutnya dengan dahi mengernyit.

Sepuluh menit berlalu, sesampaikan di kantor, Sarah langsung berlari menghampiri Yudha dengan wajah kesal. Kedekatan mereka tidak lagi diperbincangkan oleh para karyawan, meskipun sebagian dari mereka merasa tidak suka dengan keberadaan Sarah di kantor tersebut karena selalu bertingkah seenaknya.

"Kamu kemana saja, sih, lama banget datangnya?" protes Sarah. Bibirnya maju tanda merajuk.

Yudha menghela nafas berat, tidak dapat dia pungkiri kini dirinya sedikit merasa muak dengan kehadiran Sarah yang membuat pikirannya seolah tertekan, mengingat dirinya yang kini punya banyak hal yang harus diselesaikan.

"Ada sedikit masalah di rumah," jawab Yudha dengan malas.

"Masalah apa? Istrimu berulah lagi?"

Beberapa karyawan yang mendengar perbincangan atasannya dengan Sarah langsung bergosip, membahas pernikahan Yudha dengan Aisha yang tidak mereka ketahui. Yudha yang mulai terganggu dengan perbincangan karyawannya langsung menoleh menatap satu per satu bawahannya dengan tatapan tajam.

"Sarah, mulai sekarang, sebaiknya kita bertemu di luar saja," pinta Yudha setelah mereka sampai di sebuah ruangan bertulisan CEO tersebut.

"Ada apa Yudha? Kenapa aku merasa kalau kamu sudah berubah sejak pagi tadi."

"Aku hanya tidak nyaman dengan ucapan karyawan di kantor," jawab Yudha.

"Ya ampun, sayang. Ini adalah perusahaanmu, mereka itu bekerja di bawah tanganmu, jadi untuk apa kamu merasa tidak enak dengan mereka semua? Sedangkan kamu bisa dengan mudahnya memecat mereka."

"Sudah aku katakan, perusahaan ini bisa menjadi milikku karena Aisha. Wanita itulah alasan aku masih berkuasa di sini," timpal Yudha tegas.

"Ada apa ini, Yudha? Sejak tadi pagi kamu sangat peduli dengan istrimu itu, apa dia sudah berhasil mengelabui pikiranmu."

"Bukan begitu, Sarah. Saat ini aku harus fokus pada rencanaku untuk mendapatkan perusahaan ini seutuhnya, setelah semuanya aku ambil alih, aku akan segera menceraikan Aisha, aku janji."

"Bagaimana caranya?" tanya Sarah.

"Itu yang sedang aku pikirkan, sudahlah Sarah aku sangat lelah hari ini, kita bertemu lagi besok." Yudha mulai menyibukan dirinya dengan setumpuk dokumen yang sudah tersedia di atas mejanya.

"Baiklah aku akan pergi, tapi ingat Yudha, aku tidak akan pernah membiarkanmu dekat dengan wanita itu, aku tidak akan pernah membiarkan itu, dan kamu sudah berjanji untuk menikahiku," ancam Sarah, lantas dia pergi dengan wajah marah dari ruangan tersebut.

Yudha yang mendengar jelas kalimat ancaman yang kekasihnya katakan langsung berdecak kesal. Ia mengepalkan ke dua tangannya dengan erat hingga di detik berikutnya dia memuluk meja dengan cukup kuat.

"Sial, hidupku bisa berantakan jika terus begini. Tidak ada cara lain, aku harus menceraikan Aisha secepatnya, aku tidak peduli entah dia sakit ataupun tidak, aku tidak sudi lagi hidup dengannya."

Di tempat lain, masih di dalam kamar yang sama, Aisha sudah terbangun dengan tubuh yang masih lemas, matanya mengamati sekitar dengan kepala yang terasa berat, dengan penuh kehati-hatian ia beranjak meninggalkan kamarnya.

"Mas, apa kamu sudah berangkat?" teriak Aisha memanggil Yudha. Mengetahui tidak adanya seseorang di rumah tersebut, Aisha memilih untuk kembali masuk ke kamar, diambilnya ponsel yang tergeletak di samping bantal.

(Aisha, aku keluar dulu untuk membeli buah untukmu, istirahatlah dan jangan kemana-mana!) Sebuah pesan yang Neli kirimkan padanya lima menit yang lalu sebelum dirinya sadar.

"Jadi Neli ada di sini? Tapi siapa yang membawaku sampai ke sini?" pikir Aisha.

Terdiam, matanya menatap foto pernikahan yang menjadi wallpaper di layar ponselnya. Terlihat Yudha yang tengah tersenyum gembira, Aisha tidak menyangka kalau senyuman itu adalah kepalsuan yang mematikan untuknya.