Chereads / Wanita yang dicintai suamiku / Chapter 17 - PERASAAN YUDHA

Chapter 17 - PERASAAN YUDHA

Seorang pria tampan yang mengorbankan jiwa serta hati seorang perempuan hanya untuk mendapatkan sebuah warisan dari ibunya. Aisha sangat kesal dengan kejadian beruntun yang terjadi beberapa hari ini, dirinya kembali menangis dengan pilu, sulit rasanya unyuk mengendalikan air mata yang terus berdesakan di pelupuk mata.

"Aku tidak akan mengampuni kalian berdua," ucap Aisha menyumpah.

"Kamu sangat menikmati hubungan yang menjijikan itu, hubungan yang kalian bangun dengan cara yang salah, maka kalian juga akan menanggung akibatnya, akan aku pastikan hal itu terjadi padamu, terutama dirimu, Sarah." Rasa sakit di dada kian menghantam, tanpa ragu Aisha menghapus foto pernikahannya dengan Yudha, berharap dengan begitu dirinya akan jauh lebih kuat sampai semua dendamnya terselesaikan.

"Aku tidak akan memperjuangkan pernikahan ini untuk memenangkan dirimu lagi, Mas. Aku rasa, mendapatkanmu hanya akan membuatku terasa rendah. Aku akan berjuang sampai dimana kamu merasakan posisiku dan jauh lebih merasakan pahit dari yang sudah kamu berikan padaku."

"Aku tidak akan lagi menangis hanya karena semua kelakuanmu, aku tidak ingin jika ibuku merasakan penderitaanyang aku alami. Hidupku mungkin tragis karena pernikahan ini, tapi aku bisa bisa membangun hidupku lebih baik lagi setelah ini, akan aku pastikan itu."

"Aisha, kamu sudah bangun?" tanya Neli dengan sumringah saat mendapati Aisha yang sedang asik menikmati udara di balkon kamarnya.

"Iya, Nel. Oh iya, kamu kok bisa ada di sini?" Aisha balik bertanya, tanpa mengalihkan pandangannya dari kendaraan yang berlalu lalang di jalanan.

"Yudha memintaku untuk menemanimu," jawab Neli.

"Laki-laki itu? Dengan alasan apa dia memintamu menjagaku?" Dengan penuh keheranan Aisha menoleh temannya yang kini menatap Aisha dengan penuh prihatin.

"Ada apa?"

"Apa kamu masih ingin mempertahankan pernikahanmu ini, Aisha?" tanya Neli.

"Kenapa kamu terus menanyakan hal yang sama, Nel. Apa Yudha melakukan sesuatu?"

"Seharusnya aku yang bertanya, apa yang Yudha lakukan sampai kamu mengalami depresi seperti ini?" Neli sudah geram melihat temannya yang selalu tampil kuat, padahal dia tahu, Aisha sudah kehilangan banyak kesabaran untuk meladeni Yudha.

"Kamu tahu apa yang dia lakukan padaku, Nel. Sekarang aku hanya perlu menunggu waktu yang tepat untuk menunjukan padanya, kalau aku bisa bertindak," ujar Aisha dengan tegas.

"Apa yang akan kamu lakukan, Aisha. Jangan bertindak gegabah!"

"Aku tidak akan lagi menangisi dirinya, Nel. Dia tidak pantas mendapatkan air mataku. Aku akan membalas perbuatannya, dan aku butuh seseorang untuk melakukannya." Aisha menoleh ke arah Neli, matanya menatap Neli dengan sebuah permohonan.

"Baik, apa yang bisa aku bantu?"

***

Suara ketukan pintu menyadarkan Aisha yang sedang menyiapkan makan malam di meja, dengan langkah cepat dirinya menghampiri pintu, dia sudah menduga jika seseorang yang kini ada di depan rumahnya adalah Yudha.

"Sudah pulang, Mas." Aisha tersenyum simpul, tangannya meraih Yudha, sekedar melakukan kewajibannya, selanjutnya Aisha kembali menyibukan dirinya di dapur tanpa memberikan Yudha perhatian seperti biasa.

"Aisha, apa Neli sudah pulang?" tanya Yudha.

"Sudah, memangnya kenapa?" tanya Aisha tanpa menoleh, dia tidak ingin jika ketegaran yang sedang dia bangun runtuh seketika melihat Yudha.

"Tidak, tadi aku meminta dia untuk menemanimu sampai aku pulang," jawab Yudha. Dia mendaratkan tubuhnya di sofa, menyalakan televisi sekedar beristirahat.

Aisha melirik pria itu dengan tatapan aneh, tidak biasanya Yudha melakukan itu, dia selalu datang tengah malam dan menyibukan dirinya dengan ponsel sebelum akhirnya dia tertidur. Bahkan Yudha tidak pernah menemani Aisha di dapur, ini kali pertama Yudha berdiam menikmati acara tv dengan cukup lama.

"Aku tidak ingin meladeninya," gumam Aisha.

"Apa kau sudah masak, Aisha? Aku sangat lapar," tanya Yudha, sontak Aisha tercengang tidak percaya dengan perubahan Yudha.

'Tidak, aku tidak boleh tertipu dengan perubahannya, bisa jadi dia melakukan itu karena ada siasat lain di belakangnya,' batin Aisha.

"Sudah."

Yudha segera bangun dari posisinya, membuka jas yang masih melekat di tubuhnya, kemudian menaruhnya di atas kursi. Pemandangan yang sangat langka untuk Aisha melihat, mengamati Yudha yang bertingkah seperti suami pada umumnya membuat Aisha hampir luluh kembali.

Yudha mengedarkan pandangan ke sekeliling rumah, mungkin dia merasakan suasana yang berbeda dari sebelumnya, ditambah Aisha yang tidak lagi banyak bicara padanya. Yudha termenung, menatap menu makanan sederhana di atas meja makan.

"Apa ini? Apa kamu tidak membeli makanan yang layak? Kita bukan orang miskin." Kembali Yudha menaikan nada bicaranya, sorot matanya menatap Aisha yang terlihat santai itu.

"Jika kamu ingin makan di rumah, sebaiknya cepat makan sebelum dingin, jika tidak, kamu bisa minta tolong Sarah untuk membuatkan makan malam untukmu, Mas," timpal Aisha. Mulutnya bergetar ketika mengatakan itu, sebenarnya tidak ikhlas untuk Aisha mengatakan itu, tapi demi dendam yang sudah membara dalam dadanya, Aisha terpaksa harus melakukan itu.

"Apa maksudmu, Aisha? Kenapa kamu menyangkutkan semua hal dengan Sarah?" Yudha kembali memarahi Aisha. Namun, Aisha tidak lagi menggubris ucapan pria itu, dan malah duduk dan bersiap menyantap makanannya.

"Aku tidak tahu kalau kamu akan makan di rumah, Mas. Bahkan aku tidak ingat kapan terakhir kali kamu makan makanan rumah buatanku, jadi aku hilangkan pikiran tentang makananmu di sini, aku tidak lagi membuat makanan yang hanya akan berakhir di tempat sampah," jawab Aisha ketus.

Yudha yang melihat perubahan istrinya yang begitu kentara hanya mendelik, tidak percaya jika jika Aisha akan berubah.

"Apa kamu marah padaku?" tanya Yudha dengan dahi mengernyit, meskipun dirinya tidak menyukai tumis tahu yang Aisha buat, ia terpaksa duduk dan menikmatinya karena dia memang belum makan malam.

Aisha menoleh tipis, hatinya merasa tidak tega melihat Yudha yang harus makan dengan tumis tahu saja, sedangkan Yudha tidak menyukainya. Namun, kembali mengingat kejadian beberapa waktu yang telah berlalu, tidak lagi Aisha ingin memberi hati pada pria brengsek seperti Yudha.

"Apa salah jika seorang istri marah pada suaminya yang bercumbu dengan wanita lain di hadapannya?" Aisha balik bertanya.

"Aku tidak mengatakan kalau itu salah, aku minta maaf karena sudah melakukan kesalaha, tapi aku sudah mengatakannya padamu, kalau aku tidak ada hubungan apapun dengan Sarah." Yudha terkekeh.

Aisha mengalihkan pandangannya dari makanan, wajahnya kembali murung mendengar ketika mendengar nama wanita yang masih menguasai hati suaminya.

"Berhentilah membohongiku, Mas! Aku sudah tidak peduli lagi dengan hubunganmu dengannya, jadi jangan menutup-nutupi apapun lagi dariku!" pekik Aisha lirih.

"Apa maksudmu? Aku sama sekali tidak membohongimu, Aisha. Aku benar-benar tidak berhubungan dengannya."

Brag!

Aisha menggebrak meja dengan cukup keras, hal itu memicu amarah Yudha yang sudah ia tahan sedari tadi pada Aisha. "Jika tidak ada lagi yang ingin kamu bahas, aku ijin tidur." Aisha meninggalkan makanannya.

"Aisha!" panggil Yudha nyaring.

"Jika kamu hanya ingin membahas wanita itu, sebaiknya tunggu aku siap, Mas. Aku terlalu lelah mendengar nama wanita itu keluar dari mulutmu, apalagi mendengar semua kebohonganmu. Sekuat apapun kamu menyangkal hubunganmu dengannya, tapi kelakuanmu menggambarkan semuanya, semua yang kamu lakukan dengannya sudah menjelaskan apa yang kamu sembuntikan."

Aisha berlalu melewati melewati Yudha, sesaat ekor matanya menangkap mimik wejah Yudha yang mengamatiku dengan wajah marah penuh keheranan.

"Aku menerimamu karena orang tua kita, sampai akhirnya aku dibutakan oleh perasaan aku sendiri, aku pikir lambat laun kamu akan mengerti betapa tulusnya aku mencintaimu, tapi kini aku sadar, kamu tidak lebih baik dari seekor hewan liar yang buas di hutan sana," umpat Aisha seraya menaiki tangga.