PLAKK
Aisha tidak percaya dengan apa yang dia dapatkan dari suaminya, dadanya terasa sesak, kakinya bergetar hebat, dengan air mata yang perlahan pecah membasahi kedua pipinya. Sebuah tamparan yang tidak pernah Aisha sangka akan dia dapatkan dari laki-laki itu, berhasil menyayat hatinya.
"Mas, kamu--!" Kalimatnya tertahan dengan air mata yang kian menderas. Aisha sudah berusaha untuk tidak menangis di hadapan Yudha, tapi sangat sulit untuknya mengendalikan rasa sakit yang kian mendera hingga bendungan itu pecah di atas pipinya.
"Aku tidak percaya ini," gumam Aisha meringis.
"Aisha. Maaf aku tidak sengaja." Yudha menatap Aisha, dirinya pun terlihat kaget dengan tindakannya yang sangat berlebihan. Yudha pernah berjanji kepada ibunya, bahwa dia tidak akan menyakiti Aisha secara pisik, tapi ternyata dia tidak mampu mengalahkan ego dalam dirinya, hingga menyakiti perempuan yang mencintainya dengan tulus.
Aisha memalingkan wajahnya ke sembarang arah dengan penuh kecewa, sedangkan Yudha hanya mematung terlihat serba salah. Tidak ingin lagi mempersoalkan semua yang terjadi, Aisha memilih pergi meninggalkan Yudha dengan langkah tergopoh-gopog ke kamar, membiarkan Yudha dengan penyesalannya. Tamparan yang Yudha sebabkan membuat kekecewaan yang mendalam bagi Aisha.
"Ahhh sialan." Yudha meleburkan tubuhnya di atas sofa dengan wajah marah, dia tidak menyangka jika semuanya akan semakin buruk setelah dirinya kembali dari luar kota.
"Fitting baju? Apa maksud dia?" gumam Yudha dengan dahi mengkerut. Dia mencoba mencerna semua kalimat yang Aisha lontarkan, tapi sayangnya dia tidak mengerti dengan apa yang terjadi.
Yudha mengacak rambutnya frustasi, mendengar Aisha yang tidak berhenti menangis di kamar dengan histeris. Dia merasa bersalah karena sudah menampar Aisha karena hal yang sepele.
"Itu bukan kesalahanku, Aisha. Kalau saja kamu mendengarkan ucapanku, aku tidak akan mungkin menyakitimu. Kamu tahu itu," teriak Yudha.
Aisha membelalakan mata, mendengar Yudha yang berteriak dengan semua pembelaannya.
"Tidak aku sangka, dia akan melakukan hal serendah ini. Apa dia tidak punya hati, sekedar menjaga perasaanku?" Aisha menangis pilu dengan tubuh yang mengigil lemas.
Berbulan-bulan lamanya Yudha bersikap manis terhadap Aisha, hingga berhasil membuat wanita itu jatuh cinta. Namun, siapa sangka, dibalik sikapnya yang menenangkan ada perbuatan yang menyakitkan.
Kini pikiran Aisha berkecambuk dengan puluhan pertanyaan yang tidak berhasil ia temukan jawabnnya. Tubuhnya terasa lemah untuk sekedar berdiri, dia meringkuk dengan tubuh yang mengigil, bayangan saat Yudha menamparnya terus menerus menghantui.
"Sudah cukup, Aish. Mereka tidak pantas mendapatkan air matamu." Aisha berusaha untuk menenangkan dirinya di tengah hantaman palu yang terus menerus memukul dadanya.
"Aku tidak boleh kalah secepat ini, kalau ini cara Sarah untuk merebut mas Yudha dariku, maka aku akan melakukan hal yang sama. Aku harus bisa menahan sakit ini, aku tidak boleh gagal." Dengan rasa percaya, kalimat itu ke luar begitu saja dari mulut Aisha.
Kumandang adzan menyadarkan Aisha dari kesedihan. Diliriknya jam weker yang sudah menunjukan pukul 07:15 menit, dengan tertatih Aisha beranjak dari posisi lantas pergi berwudhu. Dia ingin mengadukan semua yang terjadi kepada sang maha kuasa, serta memohon ketenangan dari-Nya agar bisa selalu kuat dalam menyelamatkan pernikahannya.
"Sebaiknya aku luapkan semua rasa sakitku dalam doa, aku tahu. Allah selalu menolong hambanya dalam segala masa sulitnya."
Sepuluh menit kemudian, derit pintu menyadarkan Aisha yang masih terus berdzikir di atas sajadah. Aisha membiarkan laki-laki itu masuk tanpa keinginan untuk menoleh ke arahnya. Rasa sakit mengingat perlakuan buruk Yudha kepadanya, membuat Aisha enggan untuk memperlakukan suaminya seperdi dulu.
"Aku tahu, ya Allah. Kau tidak akan memberikan ujia di luar batas kemampuanku. Jika Engkau mempercayaiku untuk menerima ujian ini, itu berarti Kau sudah menaruh banyak kekuatan dalam diriku untuk melewatinya. Tetaplah bersamaku, Allah. Sungguh aku tidak mampu melakukan apapun sendirian." Aisha mengusap area wajah dengan tangannya sebagai penutu doa. Sedangkan Yudha hanya mengamati wanita itu dengan rasa bersalah.
"Aisha," ucap Yudha ragu-ragu.
"Heuh," balas Aisha dengan wajah tertunduk.
"Apa kau masih marah?"
Terdiam. Mendeng pertanyaan Yudha yang seolah tidak terjadi hal besar membuat Aisha hanya semakin sulit untuk melupakan kejadian buruk tadi.
"Jika tidak ada hal lain, biarkan aku istirahat." Setelah merapikan mukena, Aisha langsung berbaring lantas menutup tubuhnya dengan selimut, tanpa melirik Yudha.
Ada gemuruh tidak jelas di dada Yudha saat melihat tingkah Aisha yang seketika bersikap dingin kepadanya. Perlahan ia menyentuh dadanya yang seakan terasa sakit. Namun, dengan segera dirinya menepis jauh-jauh pikiran tentang Aisha.
'Tidak, Yudha, kamu terlalu lelah hingga merasakan ini,' batin pria tersebut.
"Baiklah. Aku hanya penasaran, kenapa kamu mengatakan soal fitting baju."
Tidak ada jawaban dari Aisha, hingga Yudha memutuskan untuk tidur. Berbeda dari sebelumnya yang mana Yudha selalu tidur membelakangi Aisha. Kini dirinya tidur menghadap ke arah Aisha karena wanita itu yang memilih untuk tidur membelakangi Yudha.
Dering ponsel menyadarkan Yudha dari tidurnya. Pria yang selalu bangun lebih awal untuk datang ke kantor, kini masih terbaring dengan selimut yang membungkus tubuhnya. Dengan nyawa yang belum terkumpul, Yudha menerima panggilan yang tidak lain dari Sarah.
"Ada apa dia menelponku sepagi, ini," gerutunya.
"Ada apa, Sarah?" tanya Yudha.
(Pagi sayang, apa kamu masih belum bangun?) sapa Sarah di seberang sana.
"Iya, sepertinya aku sangat kelelahan," jawab Yudha.
(Baiklah. Cepat mandi, aku tunggu di kantor, kita sarapan bersama.)
"Maaf, Sarah. Sepertinya aku akan sarapan di rumah," tolak Yudha.
(Ada apa, Yudha. Jangan bilang kalau kamu cinta sama Aisha.)
"Apaan si, mana mungkinlah aku cinta sama dia. Sudahlah, aku mau mandi dulu. Sampai ketemu di kantor." Yudha memutus sambungan teleponnya secara sepihak. Dengan wajah heran, dirinya beranjak dari tempat tidur mencari Aisha.
"Ke mana dia? Kenapa dia tidak mambangunkanku?" gumamnya.
"Apa dia pergi dari rumah ini?" Yudha terkejut saat mendapati seisi rumah kosong. Dia tidak menemukan Aisha di mana pun termasuk dapur. Dia tidak menyangka jika tamparan yang dia lakukan ketika marah kemarin, membuatnya kehilangan Aisha.
"Kenapa dia menjawab panggilanku?" Yudha terlihat gelisah. Pikirannya kini tidak tenang, setelah menghubungi Aisha yang tidak kunjung menjawab teleponnya.
Yudha terdiam di meja makan, dalam hening dia melihat sepiring nasi goreng yang nampak masih hangat, kemudian dia teringat dengan penolakannya untuk menikmati masakan yang selalu dibuatkan Aisha untuknya.
"Astaga," Yudha bergumam. Ia belalu lantas pergi ke belakang rumah, selain di dapur, Yudha tahu, jika Aisha selalu menghabiskan waktunya di belakang dengan tanaman-tanaman yang dirawatnya sejak mereka menikah.
"Aisha?" panggil Yudha ketika ia berada di depan pintu belakang.
Tidak mendengar adanya jawaban, Yudha pun berinisiatif untuk membuka pintu tersebut dan mendatangi Aisha di luar sana. Namun, ketika dirinya sampai di sana, Yudha tidak melihat adanya Aisha di tempat tersebut. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh tempat, sayangnya dia masih tidak menemukan keberadaan Aisha.
"Kemana dia pergi?"
Mendengar suara mobil dari arah pekarangan depan, mengingatkan Yudha pada istrinya yang mungkin pergi membeli sesuatu di luar, tanpa menunggu lama, Yudha pun berlari menemui sosok yang datang ke rumahnya, berharap itu adalah Aisha.
"Aisha, kamu dari mana saja?" Tanya Yudha dengan reflek tanpa memperhatikan siapa yang datang ke rumahnya.
"Aisha? Kamu mencari wanita itu?"
Seseorang yang datang ke rumah tersebut tidak lain adanya Sarah, dia datang membawa makanan di tangannya, entah apa maksud kedatangan dia ke rumah tersebut, tapi Yudha terlihat tidak suka jika kekasihnya tersebut datang ke sana.
"Ada apa, Yudha. Apa kamu tidak suka aku datang ke sini?" tanya Sarah. Wanita itu memandang heran kekasihnya yang terlihat cemas.
"Apa terjadi sesuatu?" Sarah meraih wajah Yudha kemudian mendaratkan sebuah kecupan lembut di pipinya. Siapa sangka hal tersebut terjadi saat Aisha sampai di rumahnya.
"Aisha."