Chereads / Wanita yang dicintai suamiku / Chapter 9 - WANITA YANG DICINTAINYA

Chapter 9 - WANITA YANG DICINTAINYA

"Apa yang mau kamu bicarakan, Aish?" tanya Yudha memecahkan keheningan.

Mendengar pertanyaan Yudha, Aisha menghentikan pijatan di tangan laki-laki itu. Dia masih ingin menikmati kebersamaan itu, tapi kenapa Yudha harus bertanya sekarang, sedangkan yang akan Aisha bahas, adalah tentang Sarah dan suaminya.

"Kenapa kamu diam saja? Bukankah kamu memintaku untuk pulang lebih awal untuk berbicara? Sekarang aku sudah lebih baik, bicaralah sekarang!" ujarnya dengan lembut.

"Apa bisa aku menyelesaikan pijatan ini dulu? Aku rindu sama kamu, Mas." Aisha mengalihkan pandangannya ke arah wajah Yudha dengan penuh kasih sayang.

"Aku tidak pegal, Aish. Aku bisa mendengarnya sekarang," jawab Yudha.

"Baiklah." Aisha sedikit menggenggam tangan Yudha untuk beberapa saat seraya mengerjap, sebelum akhirnya dia melepaskan tangan suaminya itu.

"Ini tentang Sarah," ucap Aisha dengan wajah menunduk.

"Ada apa dengan Sarah?" tanya Yudha dengan santai.

"Tadi aku bertemu dengannya, di depan toko kue," jawab Aisha.

Yudha melirik Aisha sebentar, tapi tidak bertanya apapun, cukup lama Aisha menunggu reaksinya. Namun Yudha hanya terdiam seakan tidak peduli, membuat Aisha akhirnya hanya mengigit bibir bawah dengan geram, kembali Aisha menatap suaminya dengan dalam.

"Sarah sudah mengatakan itu padaku," ucap Yudha membuatku mengernyit heran.

'Jadi Sarah sudah menemuinya lebih dulu.'

"Apa kamu sering bertemu dengannya, Mas?" Dengan ragu akhirnya Aisha berhasil menanyakan hal tersebut.

"Setiap hari. Perusahaannya berkerja sama dengan perusahaanku," jawab Yudha dengan santai.

"Apa kamu masih mencintai, Sarah?" tanya Aisha tanpa basa-basi.

Yudha berbalik menatap Aisha tajam tanpa berkedip, sehingga Aisha langsung mengalihkan pandangannya karena merasa tidak nyaman dengan tatapan Yudha yang menusuk tajam.

"Masih," jawabnya membuat Aisha tercengang hebat.

Aisha menunduk dengan telapak tangan yang sudah berkeringat banyak, tidak kuasa dirinya mendengar jawaban suaminya yang ternyata masih menyimpan rasa kepada wanita lain. Selama ini Aisha beranggapan jika Yudha hanya belum bisa mencinta dirinya. Namun, ternyata semua itu salah, ternyata Yudha masih mencinta Sarah, mungkin itu alasannya kenapa Yudha tidak bisa mencintai Aisha.

"Untuk apa kamu tanyakan itu? Apa ini yang ingin kamu ketahui, dengan memintaku pulang lebih cepat?" tanya Yudha ketus.

"Aku hanya ingin tahu, apa tidak boleh?"

Yudha berpaling, kemudian menyeringai sinis. "Kamu sudah tahu jawabannya, Aisha. Sebaiknya jangan kamu tanyakan sesuatu yang bisa menyakiti dirimu sendiri!" jawab Yudha.

'Kamu tahu hal ini bisa menyakitiku, Mas. Tapi kenapa kamu melakukan itu? Tidak bisakah kamu berusaha menyukaiku?' batin Aisha memelas.

Sikap Yudha semakin dingin dari sebelumnya, rasanya pernikahan yang Aisha usahakan untuk dipertahankan sia-sia jika tidak ada kerja sama yang baik diantara dua orang yang menjalaninya.

"Jadi kamu masih berhubungan dengannya?" Sudah terlalu luka, Aisha meneruskan pertanyaanya yang dia sendiri sadar itu hanya akan memperburuk keadaan. Aisha tidak ingin terdiam menjadi bahan kekerasan secara batin tanpa melakukan tindakan.

"Kamu tidak perlu berbohong lagi kepadaku, Mas. Kalau kamu benar-benar mencintainya, atau masih menjalin hubungan dengannya, sebaiknya kamu katakan saja!" ujar Aisha. Sebenarnya dia tidak ingin mengetahui itu, karena itu sama saja dengan bunuh diri, tapi apa boleh buat, pernyataan suaminya jauh lebih penting daripada pernyataan yang Sarah berikan.

"Apa maksudmu?" Yudha mengernyit lantas kembali menatap Aisha.

"Kamu dengan Sarah, apa hubungan yang kalian jalani di belakangku?" tanya Aisha dengan tegas.

"Jelas hubunganku dengannya sebatas teman kerja."

"Bagaimana caranya kamu bisa bekerja sama dengan seseorang yang kamu sendiri masih mencintainya," timpal Aisha tidak mau kalah.

"Aku tidak mencampur adukan antara perasaanku dengan pekerjaan, Aisha, itu dua hal yang berbeda," bantah Yudha.

"Perusahaan kita saling terikat, jadi itulah hubungan aku dengannya. Memangnya apa yang kamu pikirkan? Apa kamu mengira aku masih berhubungan dengannya seperti dulu? Apa kamu mau menuduhku berselingkuh?" desak Yudha.

"Aku tidak menuduhmu, Mas. Justru aku senang jika memang kamu tidak berhubungan dengannya, tapi kenapa Sarah mengatakan hal yang sebaliknya. Bagaimana dia bisa tahu tentang rumah tangga kita Mas? Dia tahu segalanya, dia tahu kalau kamu tidak mencintaiku, kamu tidak pernah menyentuhku, bahkan dia memintaku untuk meninggalkanmu, dan membiarkan kamu untuk menikahinya, apa maksud dari perkataannya, Mas? Bisa kamu jelaskan kepadaku?" Tanpa Aisha sadari, nada bicaranya mengeluarkan semua emosi yang selama ini ia tahan.

"Aku sudah mengatakannya padamu, hubunganku dengannya hanya sebatas rekan kerja, aku tidak berhubungan dengannya lebih dari itu. Jika kamu terus memfitnahku seperti ini, maka aku akan menggugatmu secepatnya!" Yudha berdiri dengan tegap, lantas meninggalkan Aisha begitu saja.

Untuk sesaat Aisha terpaku, dadanya terasa sesak. Ia mengela nafas panjang, berusaha menenangkan perasaannya yang kini kembali bercecampuk. Aisha merasa dirinya mendapatkan jawaban atas pertanyaannya. Meskipun Yudha tidak menjawabnya dengan tegas, tapi perasaanya yang dia ungkapkan menjelaskan semuanya.

"Jika memang mereka berdua masih saling mencintai, lalu untuk apa aku harus mempertahankan pernikahan ini?"

"Aku sadar kalau posisi Sarah di dalam hatinya lebih tinggi dariku, tapi apakah aku harus menyerah sekarang? Bukankah aku yang mempunyai posisi lebih tinggi dari wanita itu?" Aisha terus menggerutu dengan wajah gelisah.

"Mas Yudha sudah mengatakan hal itu sejak malam pertama, dari awal pernikahan ini terjalin, dia sudah mengatakan bahwa dirinya masih mencintai Sarah, aku pikir dirinya sudah lupa akan hal itu, tapi ternyata aku salah. Saat itu aku hanya bisa menangis dalam diam mendengar kamu yang masih mencintainya, karena aku takut jika orang tuaku mendengar tangisanku. Namun, ternyata air mata itu tidak berhenti sampa di sana, bahkan sampai detik ini, aku masih menangis dengan alasan yang sama."

***

Deru mobil Yudha terdengar ketika Aisha baru saja menyelesaikan salat subuh, Aisha melirik jam weker yang ada di atas nakas kecil, yang menunjukan pukul lima kurang lima menit, cukup pagi untuk Yudha yang sebelumnya selalu berangkat jam tujuh atau sekitar jam delapan pagi.

"Astagfirillah, apa mas Yudha sudah berangkat kerja? Kenapa dia tidak memberitahuku lebih dulu." Aisha bergegas ke luar dengan mukena yang masih melekat di tubuhnya.

"Mas." Terlihat Yudha yang kembali masuk ke dalam rumah dengan pakaian yang sudah rapi.

"Mas, kamu mau ke mana? Ini masih terlalu pagi loh untuk berangkat ke kantor," tanya Aisha seraya turun dari tangga.

"Aku lupa memberitahumu, aku ada kerjaan di luar kota," jawabnya.

"Sepagi ini? Berapa lama?" Aisha kembali melempar pertanyaan.

"Hanya dua hari, aku akan segera kembali," ucapnya lembut, membuat Aisha merasa curiga.

'Apa benar mas Yudha akan pergi untuk bekerja? Tapi kenapa setelah masalah semalam? Tidak, aku tidak boleh mencurigai suamiku seperti ini,' batin Aisha.

"Bersama siapa?" tanya Aisha dengan wajah curiga, dia khawatir jika Yudha akan pergi bersama dengan Sarah.

"Sendiri, aku ditemani beberapa karyawan dari kantor," jawabnya.

Aisha mendekat, bibirnya bergetar, kemudian kembali bertanya, "Apa Sarah ikut denganmu?"