Chereads / Between Two Sugar Daddy / Chapter 2 - Dua Perempuan Cantik

Chapter 2 - Dua Perempuan Cantik

"Chiara Karina, mau jadi pacarku?" Januari menekuk lutut lalu mengulurkan kotak perhiasan berwarna merah beludru.

Chiara sama sekali tidak menduga kalau lelaki yang diam-diam ia kagumi akan memberi kejutan semanis itu.

"Cantik, come on. Aku malu jadi tontonan pengunjung lain." Januari berbisik.

Chiara langsung menolehkan kepala. Benar, beberapa pasang mata sedang menjadikan mereka berdua sebagai bahan tontonan gratis dadakan. Separuh malu, ia menganggukkan kepala.

Januari bangkit lalu membuka kotak perhiasan itu. Chiara terharu ketika gelang emas putih itu dipakaikan oleh sang kekasih di lengannya.

"Pak Janu, ini bagus banget," bisik Chiara, terharu.

Mereka berpelukan sebentar lalu Januari menghapus air mata yang melelehi pipi ranum Chiara.

"Ayo, duduk. Dan ingat, cukup Janu, Cantik. Tanpa Bapak, oke?"

Chiara tersenyum malu-malu. Detak jantungnya sudah tak karuan. Mimpi-mimpi yang selalu menghiasi malamnya sekarang menjadi nyata. Lelaki tampan bernama Januari Prakasa itu memintanya untuk mengikrarkan diri sebagai kekasih.

'Ah, dunia, aku adalah perempuan yang sangat beruntung!' Chiara memekik dalam hati.

Candle light dinner yang ternyata sudah dipersiapkan itu membuat kaki Chiara lemas. Tidak pernah ada seorang lelaki pun yang bersikap seperti Januari.

"Kenapa, Cantik? Kamu gak suka gelangnya, hm?" Januari mengusap lembut pipi Chiara.

"Suka, Pak eh Janu. Mas Janu." Bahkan mengucapkan sebutan itu saja, sesuatu dalam diri Chiara seperti terbakar.

Lelaki di hadapan Chiara itu digilai banyak staf dan perempuan cantik di luaran sana. Kemarin, Chiara menganggap dirinya tak mungkin bisa menarik perhatian seorang Januari Prakasa. Ternyata salah, panah asmara justru menancap di hati sang CEO.

Enam bulan setelah menjadi sekretaris pribadi Januari, status mereka berganti menjadi sepasang kekasih. Satu hal, Januari meminta Chiara agar merahasiakan jalinan cinta mereka. Gadis yang sedang terpanah asmara itu tidak berpikir panjang dan langsung menyanggupi saja.

Sejak mereka berubah status, sering kali Januari mencuri ciuman ketika mereka berada di ruang kerja atau di tempat-tempat tertentu. Ciuman itu menjadi candu yang merantai hati Chiara. Karena Januari adalah pacar sekaligus cinta pertama sang sekretaris pribadi.

Hati Chiara seolah-olah terselimuti kabut asmara. Perbedaan usia di antara mereka tidak menjadi masalah. Dua puluh lima tahun hanyalah angka tak berarti bagi mereka yang sedang terbakar gairah.

"Aku mencintai kamu, Karina." Januari berbisik, serak. Tatapannya masih menyiratkan hasrat yang membara.

Mendadak, kesadaran Chiara kembali. Tangannya langsung mendorong tubuh Januari menjauh. Dihapusnya kasar jejak basah yang masih melekat di bibir.

"Kau memang lelaki berengsek, Januari Prakasa! Masih sempat kau menciumku dan mengucapkan kata cinta? Apa kau semudah itu kau lupa, kemarin hendak bercinta dengan ibuku sendiri, hah?" Chiara mengamuk seperti orang kesurupan.

"Hei, chil, Cantik. It just like dark joke. I don't love her."

Chiara ingin menerjang lelaki yang sedang mencoba meluluhkan hati dengan tatapan memuja itu. Namun, tatapan penuh cinta itu membuatnya bimbang.

"Benar kamu gak cinta sama Mami aku?" Chiara mencoba mencari kejujuran di mata sang kekasih.

Januari merasa mendapat angin segar langsung mendekat. "Hanya kamu cintaku, Cantik. Memangnya kalau kamu adalah putri Mia, salahkah perasaan cinta kita?"

Mendadak, Chiara merasa hidup tak adil. Sekian banyak lelaki, kenapa Mami harus merebut kekasihnya? Toh, selama ini, Chiara sudah bersikap baik dan menjadi anak penurut.

Jemari Januari kembali menjelajah bibir ranum milik Chiara. "Aku bisa gila kalau tak mencium bibir ini. Kau adalah candu, Karina."

Lagi. Semua terulang seolah-olah tidak pernah ada badai yang memporak-porandakan hati. Dengan mudahnya Chiara luluh.

Jemari Januari sudah menjelajahi kancing kemeja yang dikenakan di balik blazer Chiara. Tangan itu dengan kurang ajarnya mulai menyentuh sesuatu yang tabu. Chiara mengerang merdu.

Tepat ketika bibir Januari hendak menikmati keindahan tubuh kekasihnya, pintu mendadak dibuka.

"Bajingan! Apa yang kau lakukan pada putriku?"

Chiara langsung berbalik badan. Gairahnya langsung padam begitu saja. Skor mereka imbang. Satu sama. Terburu-buru jemari lentik Chiara mengancingkan kembali kemeja yang sudah berantakan itu.

"Tega sekali kalian! Kau, Pras, bukannya aku masih punya waktu untuk memberi jawaban? Kenapa kau malah mencumbu calon anak tirimu sendiri?" Mia berkacak pinggang.

Kepala Januari Prakasa pening. Dua kali berturut-turut gairahnya padam. Padahal sedikit lagi tujuannya hampir tercapai. Membuat Chiara takluk sepenuhnya di bawah jebakan gairah.

"Untuk apa Mami ke sini?" Chiara mendesis marah.

"Oh, sekarang kau hendak merebut lelaki ini dari Mami, hm? Apa kau sudah lupa, berapa selisih usia kalian? Dia layak jadi papamu, bukan kekasih, Chiara Karina!"

Januari hanya diam. Lelaki itu menikmati pertengkaran di antara dua perempuan cantik yang sudah mengisi hati dan hari suramnya. Tak hanya itu, otak jahat Januari pun sudah membayangkan bagaimana dunia terasa indah jika bisa memiliki keduanya di atas ranjang lalu melenguh panjang secara bersamaan.

'Sial. Mendadak aku ingin sekali bercinta dengan keduanya!' Januari merutuk.

"Mas Janu, bilang ke Mami, kalau kamu baru saja mengucapkan cinta ke aku!" Chiara merengek dengan nada manja.

Otak kotor Januari meronta. Tak kuat melihat bagaimana cara gadisnya merajuk. Bibir ranum yang masih menyisakan rasa hangat dan manis itu membuatnya enggan berpaling.

Chiara belum pernah disentuh oleh laki-laki. Hal itu membuatnya kembali teringat dengan masa indah saat menjadi kekasih Mia dahulu. Darahnya bergejolak. Ingin mengulang kembali, tetapi tidak dengan Mia, melainkan Chiara.

"Pras! Kenapa kamu malah diam? Ayo, siapa di antara kami yang kamu pilih?"

'Tentu saja aku ingin memiliki Chiara, Wanita Peot!' umpat Januari dalam hati.

Namun, tentu saja Januari tak mungkin melontarkan ucapan itu. Karena masih ada tujuan yang hendak dicapai sejak mendekati Mia.

"Karina, tolong kembali ke ruangan kamu. Saya harus menjelaskan tentang hubungan kita ke Mami. Oke?" Januari mengelus lembut pipi Chiara.

Mia melotot melihat bagaimana cara Januari mengelus dan menatap pada Chiara. Hati Mia terbakar cemburu, tetapi bukanlah hal baik jika mengamuk dan menerjang putrinya sendiri.

"Tapi, Mas, kita--"

"Ssh, sebentar saja. Oke?" Januari mengusap bibir Chiara.

Otak kotor milik Januari sudah tak mampu memberi perintah pada sesuatu di bawah sana. Dalam pikiran lelaki itu, hanya mencari bagaimana cara menyelesaikan semua saat ini juga.

"Oke." Chiara merasa di atas angin. Karena di hadapan Mami, Januari tak sungkan berlaku intim.

Chiara melangkah keluar dengan dada membusung. Percaya diri maksimal kalau setelah ini maminya yang akan kalah.

Sayangnya, Januari malah langsung menerkam Mia ketika pintu ruangan sudah dikunci.

"Kenapa kau lama sekali? Hampir saja aku termakan sandiwara dan lupa akan janji kita." Januari mengomel.

Mia tak mampu menjawab karena Januari sudah mendesak sedemikian rupa. Wanita itu bahkan harus mengigit bibir kuat-kuat agar desahannya tak membongkar rahasia.

"Kau memang yang terbaik, Mia Kirana." Januari melenguh panjang.

Untung saja, Januari tak salah menyebutkan nama di puncak kepuasan itu. Karena sedari tadi, otaknya hanya menyajikan imajinasi wajah cantik Chiara saja.

***