Chapter 22 - Kemanusiaan

"Jika kau tiba-tiba terbangun, lalu berubah menjadi salah satu dari mahluk menjijikan itu, apa yang akan kau lakukan?"

Baik Raya atau Arany tidak dapat menyembunyikan ekspresi terkejut mereka, mereka berdua secara otomatis memandang wajah Jagt saat dia melontarkan pertanyaan tersebut. Bahkan Arany yang sedari tadi nampak tenang, tak bisa menahan ekspresinya.

"Apakah kita bisa berubah menjadi seperti mereka?"

Pertanyaan itu secara otomatis keluar dari mulut Raya setelah beberapa saat terdiam. Dia tidak pernah mendengar tentang informasi seperti itu. Dia tidak bisa membayangkan bahwa dirinya tiba-tiba menjadi mahluk yang berbeda dengan manusia dalam satu malam.

"Entahlah, Aku sendiri tidak ingin membayangkan menjadi mahluk menjijikan dalam satu malam, tapi jika kau tiba-tiba berubah menjadi mahluk seperti itu, apakah kau sanggup membunuh dirimu sendiri?"

Raya menutup matanya saat mendengar pertanyaan itu. Dia membersihkan pikirannya dan berpikir tenang, sebelum akhirnya memberikan jawabannya dengan mengangguk pelan.

"Oh! Seperti yang diharapkan oleh murid terbaikku! Kau memang tidaklah mengecewakan... jadi bisa kami mendengar kenapa kau sanggup mengakhiri hidupmu sendiri, jika kau berubah menjadi mahluk menjijikan itu?"

Senyum puas nampak di wajah Jagt, sementara Arany menampilkan wajah tidak nyaman. Sepertinya ekspresi tenang wanita muda itu telah hancur, setelah mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Ayahnya. Raya kemudian memberikan jawabannya dengan tenang.

"Aku sudah tahu betapa berbahayanya mereka... jadi jika Aku berakhir menjadi seperti mereka, Aku tidak akan ragu-ragu membunuh diriku, karena bagaimanapun Aku tidak bisa membahayakan orang-orang di sekilingku hanya karena Aku ingin tetap hidup!"

Arany nampak ingin mengatakan sesuatu saat mendengar jawaban Raya, tapi sayangnya tidak ada yang memperhatikan perubahan ekspresinya dan dia pada akhirnya bisa menahan dirinya untuk mengatakan apapun. Dia tahu bahwa pendapatnya tidak akan didengar oleh kedua lelaki yang berada satu ruangan dengannya itu.

"Kau benar sekali... mahluk berbahaya seperti mereka tidaklah pantas hidup... mereka hanya akan membahayakan umat manusia, jika dibiarkan tetap hidup!"

"Ya, Aku juga setuju!"

Meskipun Raya tidak pernah kehilangan anggota keluarganya, karena ulah mereka, tapi dia telah mendengar banyaknya korban akibat keberadaan mereka. Jadi dia cukup paham jika dia tidak bisa membiarkan mereka tetap hidup, meskipun itu terdengar kejam, tapi dia tidak bisa ragu-ragu dalam mengambil keputusan itu atau dia akan membiarkan nyawa orang tidak bersalah melayang begitu saja.

"Ada apa, Arany? Kau nampak ingin mengatakan sesuatu?"

Saat Jagt melihat wajah Arany, dia menyadari bahwa putrinya itu menampakan ekspresi wajah yang ingin mengatakan sesuatu. Meskipun Ayahnya sudah menyadari niatnya, tapi Arany hanya menggelengkan kepalanya tanpa mengatakan apapun.

"Jika kau tidak mengatakan apapun, Aku akan menganggap bahwa kau juga setuju dengan pendapat kami!"

Arany tidak membalas perkataan Ayahnya sedikitpun, dia bahkan tidak lagi melihat ke arah siapapun yang berada di ruangan itu, dia hanya menatap lurus ke depan. Raya yang akhirnya menyadari perubahan ekspresi Arany memutuskan untuk tidak mengatakan apapun, karena dia sadar bahwa wanita muda itu akan mengatakan sesuatu yang berbeda dengan pendapat mereka berdua.

"Jika tidak ada yang ingin mengatakan apapun lagi, maka Aku akan melanjutkan kepertanyaan keempat, yaitu... apakah menurutmu yang membuat manusia menjadi manusia?"

"Apakah itu pertanyaan untuk mengetes kemanusiaanku?"

"Kau bisa menganggapnya seperti itu... kau hanya perlu memberikan jawaban jujurmu!"

Raya nampak berpikir keras saat mendengar pertanyaan itu. Raya sangat yakin bahwa gurunya itu ingin mengetes moral kemanusiaannya, tapi jawaban seperti apa yang ingin didengar oleh gurunya itu.

"Kurasa selama kau bisa mematuhi semua peraturan yang ada dan bersikap seperti manusia yang beradap, maka kau tetap bisa menyebutmu sebagai manusia yang baik."

"Lalu apakah menurutmu orang yang mencuri sudah bukan manusia lagi?"

"Tidak... bukan begitu maksudku..."

"LALU APA MAKSUDMU, KATAKAN DENGAN JELAS!!!"

Ini bukanlah pertama kalinya Raya melihat Jagt marah padanya, bahkan dari semua muridnya yang ada Raya adalah yang paling sering dimarahi dan paling tahan dengan amarahnya. Raya menganggap bahwa amarah Jagt pada dirinya adalah bukti bahwa gurunya itu memiliki harapan besar padanya. Jadi Raya bisa tetap tenang dan tidak merubah ekspresi wajahnya sedikitpun.

"Maksud perkataanku adalah kau tetap bisa menjadi manusia yang baik, selama kau bisa mematuhi peraturan dengan baik, tapi jika kau melanggarnya, maka kau tidak bisa lagi menyebutmu sebagai manusia yang baik... atau bisa kusebut sebagai orang yang jahat!"

"Jadi pada akhirnya dia tetaplah manusia, bukan?"

"Ya, bagaiamanapun... manusia tetaplah manusia, kita tidak bisa menyebut mereka sebagai bukan manusia, meskipun mereka melakukan tindakan kejahatan!"

"Ya, Aku setuju dengan dirimu... manusia adalah manusia... apa yang diperlukan manusia untuk tetap menjadi manusia adalah tetap memiliki tubuh manusia! Selama kau memiliki wujud manusia dan tak memiliki wujud lainnya, maka bagaimanapun cara orang-orang menyebut dirimu, pada akhirnya kau tetaplah manusia!"

Meskipun Raya hanya memikirkan jawaban itu ditengah-tengah pembicaraan mereka, tapi sepertinya jawaban yang diberikan oleh Raya sangatlah memuaskan Jagt.

"Jadi maksudmu kita harus tetap melindungi orang-orang bahkan jika orang-orang itu adalah penjahat yang paling busuk sekalipun!"

Arany yang sedari tadi menutup mulutnya akhirnya memutuskan untuk membuka mulutnya kembali. Jagt nampak tersenyum saat mendengar perkataan dari putrinya itu. Meskipun dia sadar bahwa apa yang dikatakan putrinya adalah sebuah sindiran untuk Ayahnya, tapi dia tetap nampak senang saat mendengarnya.

"Ya, meskipun mereka adalah para politikus yang suka menyiksa rakyat dan memperkaya diri mereka sendiri, pada akhirnya mereka tetaplah manusia yang harus kita lindungi... atau apakah menurutmu kita lebih baik meninggalkan mereka untuk dimakan hidup-hidup oleh para mahluk menjijikan itu?"

"Tidak, Aku tidak bisa membiarkan mereka terbunuh begitu saja..."

Meskipun Arany nampak tidak sejutu dengan Ayahnya, tapi pada akhirnya mulutnya tidak bisa mengatakan bahwa dirinya tidak setuju padanya. Arany harus mengakui bahwa dirinya tidak bisa membuang hati nuraninya dan membiarkan orang-orang terbunuh di depan matanya, meskipun orang itu adalah orang yang dia benci sekalipun.

"Lalu bagaimana pendapatmu mengenai kemanusiaan itu, Arany? Jangan-jangan kau akan mengatakan hal bodoh seperti 'Selama kau memiliki hati manusia, maka kau tetaplah manusia!' seperti yang ada di film-film? Kalau seperti itu, memangnya hati manusia itu seperti apa? Apakah hati manusia adalah hati yang selalu memberikan kebaikan pada orang lain tanpa meminta imbalan apapun? Apa kau benar-benar berpikir ada orang yang memiliki hati seperti itu!? Kalau memang begitu, maka kau benar-benar adalah bocah yang naif dan tidak mengerti apapun! Di dunia ini tidak ada manusia yang hanya berbuat kebaikan, sebaik-baiknya manusia, pasti mereka tetap akan melakukan kesalahan!"

Arany tidak bisa menyangkal sedikitpun perkataan dari Ayahnya. Dia harus mengakui bahwa tidak ada manusia di dunia ini yang benar-benar memiliki hati yang murni. Kata hati manusia juga menjadi sangat abu-abu, karena kau tidak bisa menganggap bahwa seseorang tidak memiliki hati hanya karena dia telah melakukan kejahatan yang tak termaafkan bagi manusia lainnya. Kita tidak tahu apa yang telah dilakukan oleh orang itu sebelum melakukan kejahatannya itu, bisa saja orang-orang di sekelilingnya yang memaksanya untuk melakukan kejahatan yang tak termaafkan itu. Jadi Arany hanya bisa menutup kembali mulutnya tanpa mengatakan apapun.

"Jika kau tidak mengatakan apapun, maka bisa kuanggap bahwa kau setuju denganku!"

Kali ini Arany menganggukan kepalanya dengan pelan. Dia tidak bisa membantah sedikitpun perkataan Ayahnya, bahkan di dalam kepalanya, jadi dia hanya bisa setuju dengannya.

"Kalau begitu, kita akan melanjutkan pembicaraan tadi... kau sekarang tahu bahwa kau hanya perlu memiliki tubuh manusia untuk menjadi manusia, maka inilah pertanyaanku selanjutnya!"

Raya dan Arany mendengarkan perkataan Jagt dengan seksama. Mereka memiliki firasat tidak enak dengan pertanyaan jagt yang kelima.

"Pertanyaan kelima... Apakah menurutmu mahluk menjijikan seperti mereka masih pantas disebut sebagai manusia, meskipun mereka memiliki wujud manusia?"

Seperti dugaan mereka berdua. Jagt benar-benar menanyakan pertanyaan yang tidak mengenakan, meski begitu tak butuh waktu lama bagi Raya untuk memberikan jawabannya.

"Tidak, meskipun mereka memiliki wujud yang menyerupai manusia, mereka tetaplah bukan manusia!"

Suara dingin Raya dapat terdengar saat dia memberikan jawabannya. Tidak ada keraguaan sedikitpun di suaranya saat mengatakan hal tersebut. Senyum menakutkan muncul di wajah Jagt saat mendengar jawabannya.