BAGAIKAN neraka di atas air yang menimpa. Mereka tak percaya dengan apa yang telah terjadi. Terutama Manda yang sangat khawatir melebihi apapun. Sangat cepat kapal itu melahap Jeno sampai tak terlihat.
Manda yang berusaha membantu Jeno pun dipaksa berhenti, karena reruntuhan isi dari kapal itu akan lebih mudah mengenainya. Gadis itu berusaha menghubungi pertolongan pun tak berhasil karena di sini sangat minim sinyal.
"Apakah kita sengaja dibawa ke tempat sejauh ini? Aku tidak mengenal tempat ini," kata Bi Yayu heran.
Tempat ini tak hanya asing untuk Bi Yayu. Tapi untuk Manda sekalipun. Perjalanan menuju ke Bali, sudah membuat mereka hafal karena memang sesering itu mereka berkunjung.
Tapi dengan tempat ini, mereka merasa bahwa tempat indah sekaligus mengerikan ini hanya ada dalam dongeng. Ditambah bulan purnama tepat berada di atas kepala mereka. Membuat semuanya ketakutan jika hal yang tak diinginkan terus terjadi.
"Manda, ayo, kita berenang ke pulau itu," ajak Bi Yayu Menunjuk pulau yang luas. Dan Manda pun mengiyakan.
Sesampainya mereka berhasil mendarat di tepi pantai dekat pulau tak dikenal, mereka pun menangis lebih lepas kali ini. Mereka malu berhasil selamat dan meninggalkan Jeno yang tertimpa kapal.
Mereka memunggungi laut dan menatap takut namun penasaran dengan pulau dihadapannya ini. Sampai seseorang yang berteriak mengaburkan pandangan rasa takut mereka pada pulau tersebut.
"Manda!" panggil seseorang yang semua orang kenal.
"Jeno! Kamu selamat! Manda, ayo, bantu dia!" pinta Bi Yayu yang ternyata Manda yang sudah berenang menghampiri Jeno lebih dulu.
Tak membutuhkan waktu lama untuk Manda menggiring Jeno kemari. Jeno berhasil selamat walaupun dengan luka yang amat banyak.
"Jeno, aku senang kamu masih hidup!"
Manda langsung memeluk Jeno dan membuat Jeno meringis kesakitkan.
"Ah, maaf. Kamu terluka dan aku malah memelukmu," kata Manda cukup menyesal.
"Tidak apa-apa. Di tasku ada beberapa obat merah. Tolong oleskan di punggungku," pintanya kepada Manda.
Manda langsung mengambil obat tersebut dan membantu mengoleskan serta memberi perban. Jeno berhasil selamat dengan tas di punggungnya. Sedangkan Bi Yayu, dia tak berhenti memeluk lututnya takut.
"Tidak apa-apa. Pertolongan akan segera sampai," ucap Manda menenangkan Indri.
"Kapan mereka akan datang? Tidak ada kehidupan di sini, Manda. Bibi benar-benar takut," katanya sembari menenggelamkan wajahnya di kedua lutut.
"Aish! Ini salah Nahkoda itu!" ucap Manda dengan kesal.
"Maafkan aku," kata Jeno dengan suara yang kecil. "Seharusnya aku tak percaya pada mereka!" sambungnya sembari mengangkat tubuhnya menghadap Manda.
"Duduklah. Ini bukan salahmu," jawab Manda dengan wajah yang cukup datar. "Sudah selesai," kata Manda lagi.
Jeno merasa lebih baik setelah diberikan obat. Dan kini, mereka dengan kompaknya melihat pohon-pohon yang menjulang tinggi. Namun bagaikan ada kehidupan, di tengah-tengah pohon tersebut terdapat jalan kecil bekas tapak kaki seseorang, tanpa alas.
"Di sini pasti ada pemukiman. Kita bisa meminta pertolongan kepada mereka," ucap Jeno.
Jeno terus mengamati jejak kaki yang lebih besar dari ukuran kakinya. Mengukur bahkan menyentuh pelan-pelan.
"Benar. Ini jejak kaki manusia," kata Manda lalu menghampiri Jeno
"Bagaimana kalau penduduk yang kamu maksud bukan manusia seperti kita?" kata Bibi, dengan penuh ketakutan.
Manda menatap pada Jeno, tanda dia juga sama ragunya.
"Perjalan kita ini menuju ke Bali. Dan Bali sendiri ada di Indonesia. Kita bisa saja sengaja dibuat tersesat. Lalu dengan Pulau ini, apakah ini merupakan pulau yang terdapat Suku Korowai?" tanya Jeno sembari berpikir keras.
"Maksudmu, jangan bilang suku paling ganas di dunia?!" Manda berdiri dengan tangan yang mengepal dekat celananya.
Setelah mendengar dan memikirkan tentang Suku Korowai, semua orang mundur menuju pesisir pantai dengan jantung yang hampir meledak. Pasalnya, mereka ini memiliki kulit putih, bahkan Manda sendiri seputih susu. Dan jika mereka benar-benar ada, mereka akan mengincar Manda lebih dulu. Lalu, sisanya.
Suku Korowai dikenal dengan suku kanibal yang paling berbahaya. Dan menurut yang Jeno dan Manda ketahui, Suku Korowai sangat benci manusia berkulit putih, karena menganggap bahwa mereka dirasuki setan.
Mereka sudah mengetahui cerita tentang Suku ini sejak dari bangku sekolah. Maka tak heran jika mereka sangat amat ketakutan sampai rasanya jantung akan mendidih dan otak mendadak gila.
WOSH!
SPLAT!
"AAAA!!"
Semua orang berteriak setelah panah tiba-tiba menancap lengan Jeno
KREK!
"Menghindar!" Jeno berteriak.
Jeno lebih cepat saat mata elangnya itu melihat pohon yang tepat berada dibelakang Manda dan Bi Yayu, hampir saja menggepengkan tubuh mereka. Dengan cepat, mereka berlari ke arah Jeno.
Kini, mereka membuat lingkaran kecil untuk berjaga-jaga jika ada yang tiba-tiba menancapkan tombak panah lagi.
Langit yang semakin gelap, membuat mereka tak begitu jelas melihat pohon-pohon yang juga sama gelapnya.
BRUK!
Dan dengan tiba-tiba juga, seseorang dengan perawakan yang sama dengan Jeno terjatuh tepat di depan mata Jeno. Wanita yang memiliki otot, berkulit sawo matang, dengan pipi dan kening yang diberikan semacam garis-garis tinta biru juga pakaian yang hanya menutupi bagian dada dan bawah perutnya serta jubah berbulu itu, membuat siapapun terkejut dan takut. Tapi dia terlihat tak berdaya.
"Lari! Sebelum dia bangun!" pinta Jeno tegas.
Semua orang pun menuruti permintaan Jeno itu dan masuk Pulau tersebut melalui jalan kecil yang sudah mereka lihat.
"Jeno!" teriak Manda.
Manda melihat ke arah Jeno yang hanya diam dan menatap manusia seperti Tarzan yang sedang memakai sebuah jubah berbulu dengan permata biru di tengahnya.
"Aku akan menyusul," balas Jeno dengan senyum hangat namun membuat Manda takut.
Manda pun membalikkan pandangannya dan ditarik Bi Yayu untuk tetap berlari. Namun saat mereka semakin masuk hutan yang gelap itu, jalan semakin menghilang. Sehingga membuat mereka kesulitan untuk melangkah kemana lagi.
"Buntu," kata Manda.
Tubuh Manda mendadak lemas sampai tak sanggup berdiri. Hutan ini semakin hitam dan pekat. Tidak ada cahaya yang dapat membantu mereka melihat sekitar, kecuali kunang-kunang yang hanya ada beberapa membantu.
"Aku tak percaya kita kehilangan arah seperti ini. Ayo, kita kembali," kata Bi Yayu.
Tapi saat mereka melihat ke arah belakang untuk balik ke tempat awal, tidak ada jalan itu lagi. Entah kenapa, menghilang begitu saja. Hal ini membuat mereka bingung sekaligus merinding.
Tak! Tak! Tak!
Panah yang cukup banyak hampir mengenai tubuh mereka, tapi beruntungnya saat ini panah itu meleset dan malah menancap pepohonan. Dan sebuang kebohongan besar jika mereka tidak takut.
"Ini Pulau terkutuk! Lari! Kemana saja!" perintah Manda.
Manda dan Bi Yayu lari meninggalkan tempat itu, kemana saja yang baik menurut mereka, sampai terpecah belah.
Sedangkan Jeno, dia baru saja berlari dan sedang dikejar oleh wanita itu tepat setelah wanita itu sadar.
"Argh!"
Saat Jeno dengan semangatnya berlari menjauhi wanita asing yang mengejarnya, mendadak terhenti karena raungan gadisnya sampai membuat burung-burung hutan berterbangan takut.