MATAHARI yang menyorot pada gua tersebut, menyentuh lembut mata Sabrina. Sabrina pun membuka matanya dan tak mendapatkan Jeno di sampingnya.
Ternyata, Jeno sekarang ada di luar gua itu. Dia bersama Suku Necros. Jeno dibuat duduk di atas tanah menggunakan lututnya. Kemudian tali yang mengikat kedua tangannya pada bambu yang telah para Suku itu buat sekuat mungkin.
"Hey! Lepaskan dia!" pinta Sabrina yang tak dibalas apapun oleh mereka. Mereka hanya menertawakan Sabrina.
"Imbalan apa yang akan kamu berikan untukku jika aku melepaskan orang asing ini?" kata Argha dengan meremehkan.
Blang!
Sabrina langsung membungkam mulut Argha dengan ponsel milik Jeno yang kebetulan ada di samping Sabrina.
Lemparan tepat sasaran itu, membuat mulut Argha lebam biru dan banyak berdarah.
Argha menatap Sabrina dengan menyeringai. Lalu, membuat wajah dingin itu kembali lagi. "Aish, menyebalkan sekali wanita jelek ini. Atasi dia! Aku dan sisanya harus membuat santapan untuk makan malam nanti," kata Argha sambil menjilat darah di bibirnya. Karena kemenangan dirinya kepada Sabrina.
Sabrina membelalak dan terus berteriak untuk melepaskan Jeno. Namun Jeno menggelengkan kepalanya supaya Sabrina tidak maju lebih jauh lagi.
Dan sebenarnya, Jeno cukup senang dibawa oleh Suku Necros Karena setidaknya, dia bisa menemukan Manda dan Bi Yayu. Walaupun dalam keadaan hidup ... Atau mati.
"Karena pada akhirnya, aku akan berakhir sesuai dengan pikiranku," batin Jeno sambil menutup matanya berusaha tenang.
Jeno dibawa oleh mereka ke suatu tempat yang merupakan tempat tinggal mereka. Dapat Jeno lihat, rumah mereka terbuat dari kayu dan atap yang terbuat dari jerami. Rumah itu tampak mengelilingi satu rumah yang paling besar.
Jeno yakin, jika rumah paling besar yang terbuat dari bebatuan itu, milik Argha. Kepala Suku Necros.
Setelah cukup lama berjalan sambil melihat keadaan, tubuh Jeno depan rumah Argha. Dengan tangan yang masih mengikat kedua tangannya. Jelas, Jeno tampak kesulitan untuk menggerakan tubuhnya dengan bebas. Kecuali, kakinya yang tak mereka ikat.
"Kamu, Argha, 'kan? Kepala Suku Necros?" kata Jeno dengan tatapan membunuhnya.
Argha menunduk untuk mensejajarkan tubuhnya dengan Jeno. "Wah, aku tidak tahu jika di luar sana aku juga dikenal, ya. Bagaimana mereka mengatakannya? Apakah aku sangat hebat? Kejam? Coba, ceritakan semuanya sebelum kamu mati hari ini," perintah Argha dengan telinga yang didekatkan di wajah Jeno sengaja.
"Ugh! Apa yang kamu lakukan, bodoh!"
Argha memeriksa dan mengusap telinganya. Dengan tubuh yang memundurkan diri. Setelah Jeno menendang telinga Argha itu.
Setelah melihat hal itu, para Suku Necros menyerang Jeno dengan tangan dan kaki mereka. Tubuh Jeno lemas sampai rasanya akan mati. Namun di sela penyiksaan itu, Jeno masih sempat mengangkat satu sudut bibirnya. Karena kepala dia memikirkan sesuatu.
"Sudah aku duga. Kepala Necros ternyata penakut," batinnya.
Bugh! Bugh! Bugh!
"Rasakan ini! Karena kamu sudah menendang telinga Kepala Suku kami!"
"Matilah! Matilah, orang asing! Karena aku tahu, kamu datang kesini karena ingin mengambil sesuatu yang menjadi milik kami, 'kan?!"
"Hentikan itu!" teriak Argha yang membuat mereka langsung menurut dengan penuh penghormatan. "Bawa dua wanita yang sudah mati itu! Ah, tidak! Yang paling tua dulu!"
Jeno membuka matanya sejelas mungkin. Telinganya juga tak mau kalah. Jeno mendengar dengan jelas bahwa dia akan membawa wanita yang merupakan Manda dan Bi Yayu.
"Ini, Tuan."
"Aaaaaaaa!!! Tidak! Bi Yayu!" teriaknya.
Jeno tak kuasa menahan tangis yang membanjir. Karena mereka membawakan tubuh Bi Yayu dengan banyaknya bekas panah yang menancap.
Jeno berhasil membuat simpul yang mengikat tangannya lepas. Namun dua orang di belakangnya mampu menahan Jeno untuk tidak maju, melihat tubuh yang sudah menjadi mayat itu.
"A-apa yang telah kalian lakukan padanya?! Iblis! Kalian semua Iblis! Kalian tidak pantas hidup! Pergilah kalian ke Neraka!" kata Jeno dengan amarah yang membara. Sampai membuat urat di leher dan keningnya muncul. Wajah yang memerah juga seperti meminta pecah.
Plak!
"Apa kamu bilang? Justru kamu, orang asing! Mau apa kamu datang ke tempat kami? Mau membunuh lalu merampas yang menjadi milik kami, ya? Jangan berharap!"
"Betul!" jawab seluruh Suku Necros.
"Pertunjukan belum selesai. Maukah kamu melihat wanita satunya lagi? Aku sudah membuatnya dia tersiksa tadi malam. Sampai nafasnya saja tak bisa aku dengar lagi," bisiknya.
"Arghhhhh!"
Mendengar bahwa Manda juga mati, seharusnya dia tidak terkejut. Tapi Manda sudah jelas dibunuh secara kejam.
"Wah, dia sangat cantik dan nikmat sekali. Tadinya mau aku jadikan istriku. Tapi dia tidak menurut, sih. Jadi aku habisi saja. Menyenangkan, bukan?" bisiknya kembali.
Kesabaran Jeno sudah sampai akhir. Sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya bahkan terasa akan sobek. Lelah sekali. Jeno menahan amarah yang tak kunjung reda karena kabar buruk terus menerus terdengar.
Bugh! Bugh Blam!
Jeno lepas dari cengkraman dua orang Suku Necros. Dia lari menuju Argha dan meninjunya secara brutal. Jeno benar. Argha menatapnya ketakutan saat Jeno menghabisnya.
Slub!
Sampai Jeno yang kuat tiba-tiba lemah karena Suku Necros menancapkan panah di punggungnya. Jeno pun terjatuh ke belakang.
"Gyaaa!!! Hentikan!" teriak Sabrina dari kejauhan.
Sabrina mengambil dan membanting tubuh Jeno ke belakang tubuhnya. Memastikan tidak ada yang berani menyakitinya. Lalu, Sabrina maju untuk melawan Suku Necros.
Bugh! Bugh! Slub!
Sabrina juga sama seperti Jeno. Marah yang selalu disimpan, akan membludak dan menjadi kuat. Sabrina mampu mengalahkan Suku Necros dari beberapa arah yang menyerangnya. Bahkan satu lengannya mampu membanting dua tubuh ke pohon sampai kepalanya berdarah.
Tak sedikit juga orang yang mengeluarkan darah dari dalam mulutnya. Lalu senjata mereka yaitu panah, Sabrina ambil untuk di simpan di belakang punggungnya. Dan yang terakhir, Argha. Dia tidak sekuat yang Sabrina duga. Dia langsung terjatuh pingsan saat sikunya memukul lehernya.
Setelah selesai dengan mereka, Sabrina membawa Jeno ke Pesisir pantai. Di sana, Sabrina berhasil merakit kayu berukuran besar yang dapat menampung tubuhnya agar mengambang. Sabrina memang tidak punya niat jahat pada Jeno sejak awal. Maka dari itu, Sabrina berusaha menyelamatkan Jeno dari Pulau terkutuk ini.
"Kamu belum menceritakan banyak hal tentang dirimu. Tapi aku ingin kamu tahu. Jika adikku masih hidup, dia pasti sebesar kamu sekarang. Aku minta maaf karena tak berhasil menemukan mereka. Pergilah, dengan selamat," kata Sabrina kepada Jeno yang masih tak sadarkan diri. Dan dibuat menyatu tubuh Jeno dengan perahu datar itu, agar tak jatuh.
Sementara itu, Jeno terus mengambang terombang-ambing oleh ombak. Walau perahu datar itu sempat terbalik, tapi ombak membalikkan ke tempat semulanya. Seakan ombak pun tahu, jika Jeno harus melanjutkan hidupnya.
Perjalanan Jeno sampai membuat matahari semakin di atas kepalanya. Tapi dia tak kunjung bangun. Sampai sebuah kapal besar milik keluarganya, menemukan Jeno.
"Jeno! Anakku!" teriak Sally‐Ibu Jeno.