Chereads / Lelaki Bukan Lelaki / Chapter 1 - 1: Namanya Kencana

Lelaki Bukan Lelaki

🇮🇩Diamond_Pu
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 4.3k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - 1: Namanya Kencana

"Hei, wanita! Selemah itukah dirimu?"

Suara itu, milik kakak-kakak kelas 9, yang melotot kasar pada Citra, yang sibuk menutupi kepalanya dengan kipas plastik pink bergambar Hello Kitty.

"Mau ngapain di sini? Godain kakak pembina ya? Sok cantik!" Bentak seorang kakak kelas, yang rambutnya dikucir kuda. Dia mendorong Citra dengan kasar, membuat gadis itu menabrak siswi-siswi kelas 7 yang langsung berteriak ketakutan. Tapi si kakak kelas itu malah makin kesal, dia lalu meraih kipas ditangan Citra dan membantingnya ke tanah. Seakan belum puas, dia juga berusaha meraih rambut panjang Citra.

Tapi untunglah, seseorang nampak menarik si kakak kelas itu dengan ganas. "Tidak boleh begitu, Ika! Kelakuanmu sudah di luar batas!"

Ika, si kakak kelas itu terdiam. Wajahnya memerah, tetapi dia tak mampu melawan Kencana, Ketua Pramuka SMP Negeri 61 Jakarta. Apalagi, ketika Kencana memberi mengambil kipas yang terkapar di tanah, lalu memberi kode pada Citra untuk mengikutinya.

Citra, seperti begitu nyaman melangkah mengikuti Ketua Pramuka itu. Kencana, gadis tinggi berkulit hitam manis, berambut pendek, seperti gadis tomboy. Di sekolah, dia sama populernya dengan Wawan, si Ketua OSIS yang banyak digilai adik kelas. Bahkan keduanya, kerap dianggap sebagai pasangan yang ideal. Sering dijodoh-jodohkan. Wawan, mungkin terlihat suka, tetapi Kencana justru menanggapi dingin.

Kencana adalah gadis tercerdas di sekolah, prestasinya mulai dari pelajaran, beladiri, hingga Pramuka. Wajahnya juga manis di pandang, hanya saja, dia terlalu tegas dan kaku. Malah tampak seperti lelaki.

"Jika kamu tidak mau ikut eskul Pramuka, itu tak masalah. Tidak setiap orang senang berdiri panas-panasan di tengah lapangan, apalagi untuk cewek secantik kamu." Kata Kencana, saat mereka berhenti melangkah, berdiri berhadapan di bawah pohon kersen.

Citra tersipu, dia mendadak berdebar dipuji begitu. Banyak cowok yang memujinya sebagai gadis cantik, tetapi mengapa dia malah jadi salah tingkah ketika dipuji sesama cewek?

"Ah, Kak Ken bisa saja. Aku memang tidak bisa panas-panasan, Kak. Nggak kuat. Nanti mimisan." Sahut Citra, seraya menyambut kipas yang diserahkan Ken.

Ken tersenyum,"Pantes kamu putih banget, kayak cat dinding sekolah. Rupanya nggak pernah berjemur."

Citra kembali tersipu, bahkan menutupi wajah menawannya dengan kipas. "Ih, Kak Ken, godain terus."

"Eh, kamu tinggal di mana? Kok aku lihat sering barengan sama Vincent. Pacaran ya?"

"Vincent kelas delapan? Oh, dia tetangga. Eh, kok Kak Ken tahu aku pulang bareng Vincent?"

"Dulu pernah barengan latihan taekwondo sama Vincent di Sampurna. Pas kemarin-kemarin, kebetulan pas naik motor, lihat kamu boncengan bareng Vincent."

"Oh, gitu. Iya, Vincent baik suka nyuruh nebeng motornya. Tapi tadi dia sakit kata ibunya, kena diare, jadi tidak sekolah."

"Wah, jadi tak ada yang nganterin kamu pulang dong?"

"Eh, naik ojek kok."

"Aduh, jangan!"

"Kenapa?"

"Kamu cantik, takut nanti diperkosa. Udah, nanti pulang sama aku saja!"

"Hah?!"

Dan itulah, awal mula kedekatan mereka. Membuat mereka jadi selalu pulang bareng, dan Citra jadi ikhlas ikut kegiatan eskul Pramuka, juga senang ikut Ken ke mana-mana.

Ada banyak hari bersama Ken, yang dikenang Citra. Semuanya bahkan terasa indah. Ken selalu membawanya berpergian ke berbagai tempat, menikmati kuliner, nonton film, atau sekedar ngobrol berdua di kamar kost Ken yang luas dan nyaman.

Keluarga Ken itu broken home. Papa dan Mamanya bercerai, dan kemudian membangun keluarga baru lagi. Sayangnya, tanpa Ken. Ken dibiayai, disekolahkan, tetapi dibiarkan tinggal sendirian di kost sejak dia SMP. Lalu Ken hanya bisa menyalurkan rasa sepinya dengan beragam kegiatan positif. Dia bahkan nyaris tak punya teman dekat, sampai akhirnya bertemu Citra yang lugu tapi cantik. Kemudian, mereka seakan sulit untuk terpisahkan.

Sampai suatu hari, Ken mulai jarang memiliki waktu dengannya. Gadis itu tampak selalu sibuk dengan buku pelajaran, demi mempersiapkan ujian akhir. "Aku harus masuk SMA 8. Pokoknya, harus! Jadi aku harus giat belajar demi ujian nanti." Tekad Ken, saat Citra mempertanyakan perubahan sikapnya.

"Kamu kan sudah pinter, Kak Ken. Pasti bisa masuk sekolah negeri favorit," kata Citra, dengan sedih.

Ken mengangkat bahu,"Pasti negeri, tapi kan belum tentu SMA 8?"

"Terus, kita jadi tak punya waktu bersama?"

"Iya, aku harus belajar. Mohon mengertilah."

"Lalu kita tidak berteman lagi?"

Ken menghela nafas,"Cepat atau lambat, kita akan berpisah Cit. Aku harus ke SMA, dan kamu tetap melanjutkan pendidikan di SMP ini. Tolonglah, Cit. Mengertilah, hidup kadang seperti ini adanya. Tidak bisa semau kita."

Citra menangis, sedih. Bahkan Ken ikut kursus bimbingan dan latihan try out rutin, hampir setiap pulang sekolah. Membuat Citra harus kembali pulang bersama Vincent, anak tetangganya, yang selalu punya masalah dengan pencernaan.

"Aku kecipirit, mau ke toilet. Kamu pulang duluan sama Damar, ya. Dia mau nganter kamu kok, Cit. Eh, bilangin Mamaku, tolong tumbukin daun jambu!" Teriak Vincent, sebelum kabur ke toilet, meninggalkan Citra dengan Damar Soebakti. Cowok paling tampan di SMP Negeri 61.

Damar, seperti bintang yang berkilau dalam pandangan orang. Dia model iklan, sering main film dan sinetron anak dan remaja. Tetapi anaknya sangat ramah dan sederhana, kebetulan dia teman sebangku Vincent.

"Aku tidak merepotkan?" Tanya Citra, saat melihat Damar duduk di atas motornya.

Damar tertawa,"Nggaklah, kebetulan aku lewat depan rumahmu!"

Citra, sudah lama mengenal Damar gara-gara Vincent. Tetapi, dia tak mungkin dekat, karena itu dapat sangat membahayakan baginya. Damar terlalu banyak penggemar, para cewek-cewek bisa saling adu jotos hanya karena memperebutkan perhatiannya.

Tetapi hari itu, Citra selamat saat berboncengan dengan Damar, meski semua mata cewek memandanginya dengan penuh sikap iri dan kebencian. Meski mereka juga mengakui, betapa serasinya Citra dan Damar. Sosok cantik dan tampan disatukan, tampak begitu memperlihatkan keserasian.

Selanjutnya, Citra tak pernah menangis lagi karena kesepian setelah Ken menjauhinya. Karena kemudian ada Damar, yang selalu berusaha bersamanya di tengah-tengah kesibukan syuting. Bahkan dengan bangga, Damar mengungkapkan pada semua orang, bahwa Citra adalah kekasihnya.

"Memang sejak kapan jadian?" Tanya Ken, yang tiba-tiba mencegat Citra di depan perpustakaan.

Citra bengong,"Apanya?"

"Kamu dan Damar!"

Citra menghela nafas, entah mengapa dia merasa, hal itu terlalu pribadi untuk dibahas. Apalagi, dia sudah dua bulan tak lagi bertegur sama dengan Ken. Aneh sekali melihat dia datang, dan tiba-tiba sibuk bertanya tentang kedekatannya dengan Damar. "Kamu cemburu, ya?"

"Kalau iya, kenapa?" Sahut Ken, dengan tatapan tajam.

Citra tertawa lirih, lalu bersandar pada dinding perpustakaan. "Jadi kau sama seperti cewek-cewek itu, yang mengagumi Damar sampai hilang akal? Aduh, maaf ya, Kak Ken. Sepertinya aku harus katakan, bahwa aku lebih beruntung. Cari saja cowok lain!"

"Siapa yang berebut Damar?!"

Bukk!!

Tinju Ken menghantam dinding perpustakaan, yang mana hantaman itu, sekian inchi lagi nyaris mengenai tubuh Citra . Terdengar jeritan para cewek yang kebetulan melintas di depan mereka. Suasana menjadi kacau.

Wawan Sang Ketua OSIS langsung berlari mendekat, berusaha memisahkan Citra dengan Ken yang tampak kalap. "Sudah, sudah Kencana. Jangan ribut dengan adik kelas. Lagian, bukankah kau dan Citra selama ini dekat berteman?"

Ken tak menjawab, melainkan pergi begitu saja dengan jemari tangan kanan yang berlumuran darah. Citra hanya bisa menangis, merasa ketakutan dengan kelakuan Ken yang tak pernah diduganya. Saat Wawan membujuknya untuk berhenti menangis, tiba-tiba datang Damar dengan wajah pucat.

"Citra, kamu tidak apa-apa?" Tanya Damar, seraya memegangi kedua pundak Citra.

"Ketampananmu membuat dua sahabat bertikai. Aduh, jadi urusanku lagi ini jadi saksi di depan Kepsek." Gerutu Wawan, seraya pergi dengan kesal.

Damar tak mempedulikan itu, dia hanya bisa memandangi Citra yang terus menangis. "Aku memang banyak penggemar, tetapi tak kusangka, ini akan menjadi sangat berat untukmu. Maafkan aku," ujarnya.

Citra tak menjawab, dia malah makin kencang menangis.