Chereads / Lelaki Bukan Lelaki / Chapter 3 - 3: Pesta Alona

Chapter 3 - 3: Pesta Alona

Pesta ultah Alona, asli wow parah. Ini bukan pesta anak usia 14 tahun, tapi seperti pesta ala cewek usia 17 tahunan. Semua cewek memakai gaun seksi dengan sepatu tinggi lancip, sementara cowok berkemeja licin dengan celana panjang rapi serta bersepatu senada.

Ada dansanya, acara itu. Musik lembut mengalun sebagai pemanasan. Dansa mesra mulai berlaku. Setelah itu, suara musik yang dimainkan DJ luar biasa mengacaukan acara. Semuanya jadi berlonjak gembira ria.

Damar menarik Citra dari arena dansa yang mendadak penuh gairah oleh musik hasil remix,"Ini bukan dunia kita." Ujarnya, sambil terkekeh.

Citra cemberut, karena dia ingin sekali merasakan dunia malam ala klub seperti para remaja yang usianya sudah 17 ke atas. Anak usia 14, masih ditolak masuk klub, itu membuatnya sedikit kesal dengan selera musik Damar.

"Kamu kayak kakek-kakek, tahu nggak? Masa cuma suka denger yang slow," gerutu Citra.

"Joget jingkrak-jingkrak kayak monyet gitu, apa bagusnya sih? Dansa aja sudah, lebih berkelas." Sahut Damar, seraya mengangkat kaleng softdrink.

Citra hanya menghela nafas, lanjut ikut minum dan memandangi kemeriahan pesta. Semua orang bebas berjoget, kecuali dirinya yang dilarang Damar. Untuk pertama kalinya, dia merasa Damar sedikit menyebalkan.

"Kamu sebaiknya jangan begitu. Masa kamu memaksakan seleramu kepadaku?" Gerutu Citra.

Damar tertawa,"OMG, kamu masih terus bahas ini? Apa masalahnya sih? Aku kan cuma mengarahkan pada hal yang baik?"

"Baik untukmu, belum tentu untukku!"

"Kok kamu jadi sensi gitu?"

"Ini bukan sensi, ini tentang sikapmu yang sok ngatur. Nggak lucu, tahu!"

"Siapa yang ngelucu?"

"Makanya nggak lucu! Garing, ih!"

Damar menatap Citra dengan bingung,"Kamu kok jadi aneh gini. Kasar tahu, sikap kayak begitu. Aku kasih saran yang baik, kamu nggak terima. Sekarang, yang bermasalah siapa?"

"Idih," Citra mencibir "Kamu yang mulai kasar ngatur orang, kok malah play victim?"

"Aduh, siapa yang play victim? Citra, kamu yang buat ini jadi masalah!"

"Kamu!"

"Kamu!"

"Kamu yang sok ngatur!"

"Siapa yang sok ngatur? Kalau kamu mau joget sampai mampus silahkan! Silahkan sepuasmu bergerak seperti monyet begitu. Aku tak melarang. Ayo, silahkan!"

Damar mempersilahkan tangannya dengan sinis, membuat Citra membanting kaleng softdrink ke lantai rumah Alona yang berkarpet tebal, sebelum bangkit dan bergerak liar menuju lantai dansa. Bergerak sepuasnya, apalagi ketika Alona dan Vincent menariknya ke tengah, hingga Citra bisa bergoyang sepuasnya.

Entah berapa lama Citra bergoyang dengan energi maksimalnya, dan entah berapa kali terdengar tepukan tangan ke arahnya, sampai Citra merasa haus dan mencoba kembali ke sofa tempat dia tadi duduk bersama Damar. Tetapi di sana, dia malah melihat Damar ngobrol dikelilingi cewek-cewek cantik yang tak dikenalnya. Kawan-kawan Alona yang pastinya bukan dari Sampurna, karena mereka tampak begitu seksi menggoda.

"Kawan-kawanku Kakakku itu," bisik Alona, saat Citra menanyakan tentang itu. "Mereka anak-anak SMA. Pada ganjen-ganjen memang, pastinya mereka ngefans si Damar. Orang pada datang ke sini juga karena denger si Damar hadir. Sumpah, aku nggak ngundang mereka kok!"

Citra menggigit bibirnya, hatinya mendadak panas. Apalagi Damar tampak begitu nyaman ngobrol dengan mereka sambil tertawa. Bahkan dua di antara cewek-cewek itu tampak nempel begitu ketat di tubuh Damar.

"Dasar cowok gatel!" Gerutu Citra, sebelum berbalik dan melangkah menjauh.

Jauh, sejauhnya, pikir Citra. Bila perlu pulang!

Tapi tiba-tiba, dia kebelet pengen pipis, lalu tergesa mencari lokasi toilet di rumah Alona yang luasnya minta ampun. Bapaknya Alona pengusaha tambang batubara,

meski ibunya cuma isteri kedua, tapi kehidupan Alona sangat mewah. Menurut Citra, Vincent beruntung banget bisa mendapatkan cinta cewek secantik dan sekaya Alona.

"Toiletnya aja warna emas, gila banget!" Gumam Citra, saat masuk ke salah satu bilik toilet dan duduk di atas kloset.

Ternyata, dia tidak sebentar di sana, karena ternyata perutnya juga sakit. Mungkin karena terlalu banyak minum minuman bersoda, membuatnya malah kembung dan mencret. Rasa mulas sulit di tahannya, sampai dia hanya pasrah duduk di atas kloset itu. Citra memeriksa ponselnya, tak ada sedikitpun pesan atau telpon dari Damar, seakan cowok itu tidak lagi mempedulikannya.

Sudah pukul 9 malam, Citra mulai berpikir untuk menelpon taksi agar bisa pulang, ketika terdengar suara ribut cewek-cewek yang masuk ke ruangan toilet.

"Gila, Damar aslinya cakep banget ya? Baru empat belas tahun dia, lho." Terdengar suara cempreng manja.

"Iya, aduh. Tapi cuma beda tiga tahun sama kita. Bisa dipiara tuh cowok, digedein dulu." Sahut suara lain.

"Udah gede dia, tadi dicium aja pasrah!"

"Iya, gue belai dadanya juga cuma cengengesan. Kayaknya anak SMP itu berpengalaman deh soal anuan."

"Pastinya, namanya juga artis. Lingkungannya lebih brutal cin, dari kita."

"Yoa, bahkan gue nggak percaya tuh kata Alona dia sudah punya pacar!"

"Pacarnya yang mana?"

"Itu, tadi.... yang joget kek orang kesurupan. Cantik sih, tapi norak. Nggak cocok banget dengan Damar yang kalem."

"Iyalah, tuh cewek kayak cewek pasar tahu nggak!"

"Yang obrolan?"

"Iya, hahaaa...."

"Pantes tadi si Damar diam saja pas ditanyain punya pacar apa nggak."

"Malu mungkin."

"Kayaknya..."

"Terus, salah satu dari kita ada peluang dong?"

"Adalah, orang dia bagi nomor whatsapp plus ngajakin kita hang out bareng."

"Wah, kode tuuuh..."

"Eh, jangan rebutan ya?"

"Oh iya dong, dicicip sama-sama aja gimana?"

"Hahaaa...."

Suara riuh itu tiba-tiba hilang setelah terdengar pintu masuk ruang toilet dibanting. Lama Citra terdiam, air matanya menetes tanpa suara isaknya. Dia merasa sakit hati usai mendengar suara-suara para cewek tadi. Merekakah anak-anak SMA yang duduk manja mengelilingi Damar tadi? Begitu agresifnya mereka, dan begitu tololnya si Damar keparat itu!

Masa sama cewek-cewek gatel dia pasrah? Jijik sekali Citra mengingatnya. Setelah puas menangis, Citra lalu mengakhiri kegiatannya di atas kloset. Tisu-tisu yang basah oleh air matanya, di lemparnya ke tempat sampah. Dia tidak sedikitpun ingin bercermin, meski sibuk mencuci tangan di wastafel. Wajahnya pasrah tertunduk, dan makin tertunduk, ketika mendengar suara pintu terbuka.

Langkah seseorang terdengar masuk, entah siapa. Citra malah sibuk menggapai tisu agar bisa kembali mengelap air matanya. Tetapi tangan seseorang, malah menjulur menyodorkan tisu kepadanya.

"Terima kasih," sahut Citra, tanpa menoleh. Dia masih tertunduk mengelap air mata. Tetapi ketika dia menegakkan leher dan memandang kaca, jantungnya seakan lepas. Dengan cepat dia menoleh ke sebelahnya."Kak Ken?"

Ken tak menyahut, dia malah mengambil tisu dan menghapus air mata Citra yang tampak makin deras menetes. Seperti kenangan masa lalu saat mereka dulu begitu dekat, di mana seakan tiada jarak. Kini mereka begitu dekat, bahkan semakin rapat karena Citra tiba-tiba memeluk Ken dengan erat. Tangisannya semakin kencang, meraung pilu di pundak Ken.

"Ayo, kita pulang." Bisik Ken lembut, sambil mencium rambut Citra.