Ini tidak adil, Casandra mengumpulkan keberaniannya untuk berbicara pada Sam agar mengurungkan niatnya. Perlahan namun dengan keyakinan, Casandra kembali berdiri di hadapan Sam, mencoba membujuknya. Jika ia meminta maaf dan mengakui kesalahannya, mungkin Sam akan mempertimbangkan keputusannya dan memberikan kesempatan untuk Aji.
"Ayah. Om Aji ga salah. Semua salahku yang langsung keluar dari mobil dan berkelahi duluan. Ayah, Om Aji menjagaku dengan sangat baik. Aku mohon jangan pecat dia" ucap Casandra bergetar, ia takut Sam marah, tapi ia juga kasihan pada Aji. Orang yang telah bekerja mempertaruhkan nyawanya dipecat secara tidak hormat begitu saja itu tidak adil.
"Diam kau Nak. Kau bahagia sudah membuat kekacauan hari ini?" ucap Sam bernada dingin.
"Casandra minta maaf ayah, minta maaf. Aku mohon jangan pecat Om Aji" ucapnya berderai air mata.
"Tidak ada yang bisa merubah keputusanku. Kau tau itu?" Masih dengan nada dingin yang menusuk. Sam berbalik meninggalkan Putrinya yang diam mematung menatap punggungnya yang kian menjauh.
Casandra terdiam menatap Sam dengan air yang mengalir lewat pipinya. Tatapan Sam selama ini penuh kehangatan untuknya, tapi kali ini Sam benar-benar serius dan begitu dingin padanya.
"Aku akan menerima apapun hukuman dari ayah. Tapi ayah harus mencabut keputusan ayah untuk tidak memberhentikan Om Aji!" Ucap Casandra dengan lantang membuat langkah kaki Sam terhenti. Sam kembali berbalik menatap putrinya tajam, membuat Casandra langsung tertunduk takut merekat jari jemarinya.
"Maaf ayah. Tapi aku janji, akan menuruti perintah ayah dan menjalani apapun hukumannya, asalkan... Ayah biarkan Om Aji tetap disini." Casandra tertunduk dalam terisak. Ia tidak beduli lagi dengan kebebasannya, apalagi rasa ingin bebasnya malah membuat masalah dan menyakiti perasaan orang lain. Casandra pasrah.
"Aku akan menghukummu. Tapi juga tidak akan mencabut keputusanku"
"Tapi ayah... "
"Masuk kamar dan jangan keluar sebelum aku memutuskan hukuman untukmu!"
Casandra terperanjak kaget karena suara ayahnya. Ia menangis, tanpa melihat Sam, Casandra langsung berlari menaiki tangga dan masuk ke dalam kamarnya.
*****
Di trotoar jalan, Anan kembali dengan bahan-bahan kue di kedua tangannya. Mata kuning cerah sesekali terlihat terpejam menikmati nada siulan dari bibirnya. "Kakak. Aku kembali... "
Anan terhenti, terperangah melihat kedai yang sudah berantakan, bangku dan meja berserakan, etalase tempat dimana kue-kue biasa tersusun rapi pecah berhamburan. Bahan kue yang dibelinya tadi terjatuh dari kedua tangannya.
"Kakak" pekiknya langsung berlari kedalam kedai.
"Kak. Kakak kau di mana?!" teriak Anan cemas. Sesampainya di dapur ia melihat Sanya yang sedang meringis didepan cermin sambil mengoleskan obat di keningnya.
"Apa yang terjadi Kak?" tanya Anan memegang kedua bahu Sanya sambil mengamati luka di wajahnya.
"Anan. Kau sudah kembali?"
"Jawab pertanyaanku, apa yang terjadi!"
Sanya tertunduk, ia bingung mau menjelaskan dari mana. "Anan. Tadi tuan Igun... " Sanya belum selesai bicara, tapi Anan sudah tersulut usai mendengar nama Igun.
"Lagi-lagi si brengsek itu!"
Sanya langsung menahan lengan Anan, ia tau adiknya sangat tidak suka dengan kelakuan Igun yang semena-mena, bahkan sekarang dia malah melakukan kekacauan yang parah.
"Anan. Mau kemana kamu!"
"Kasih pelajaran pada si brengsek itu kak!" ucap Anan marah.
"Tidak. Jangan Anan."
"Kenapa? Dia sudah bikin kedaimu hancur, juga bikin kak Sanya terluka. Kali ini jangan halangi aku!"
Anan mengibaskan lengannya sampai genggaman Sanya terlepas. "Tidak Anan. Jangan pergi. Semuanya sudah baik-baik saja, aku tidak apa-apa" Sanya menghadang Anan dan merentangkan kedua tangannya. Tapi Anan tidak menghiraukan hadangan kakaknya.
"Anan berhenti!. Sekali lagi kau melangkah aku akan marah padamu!" teriaknya. "Anan, dengar dulu penjelasan kakak. Kamu jangan emosi. Oke!"
Anan terdiam, ia berbalik menatap Sanya seksama. Tanpa mengucapkan apapun, menunggu kakaknya menjelaskan tentang kekacauan itu.
"Tadi Igun datang kemari dan masih memaksaku untuk menikah dengannya. Aku menolak, dia marah dan langsung menghancurkan kedai ini"
"Juga memukulmu!" Anan menggertakkan giginya.
"I... Iya. Tapi aku belum selesai! Diamlah!" Sanya menggenggam tangan Anan kuat-kuat, takut kalau adiknya langsung lari menghampiri Igun.
"Tadi saat aku sedang ditindas, ada seorang gadis yang menolongku"
Kedua alis Anan mengerut mendengarnya. "Gadis?" tanyanya heran. Bagaimana gadis bisa menyelamatkan kakaknya, ah mungkin dia segera lapor pada polisi tadi, sampai Igun dan anak buahnya lari kocar-kacir. Pikirnya.
"Iya. Gadis itu berlari dari dalam mobil, menyebrang terus bang... Bangg... Kakinya menendang anak buah Igun sampai tumbang haha. Sungguh gadis luar biasa" Sanya terlihat begitu girang sambil bertepuk tangan.
Mana ada gadis seperti itu, apa saraf otak kak Sanya ada yang bermasalah sampai-sampai dia berhayal ada gadis heroik yang menyelamatkannya?. Anan masih terdiam menatap Sanya. Mengamati semua ekspresinya yang ceria dan terkadang nyengir kesakitan.
"Kau tau Anan? Kotak obat ini. Dia memberikannya padaku, padahal dia juga kena pukul, bukannya untuk mengobati lukanya saja, tapi gadis itu malah memberikan kotak obat ini padaku."
Keraguan di hati Anan semakin tipis, kalau cuma hayalan Sanya ga mungkin juga ada kotak obat di tangannya. "Kakak tau siapa gadis itu?" tanya Anan penasaran.
"Tidak. Tapi dia menguasai beladiri dengan cukup bagus. Dan... Tadi dia bersama seorang bapak-bapak yang menggunakan setelan jas, kasihan sekali, bapak itu sampai cidera akibat pukulan linggis dari anak buah Igun." Jelas Sanya, ia terdiam sambil berfikir sejenak.
"Ahhh Anan, wajah pria itu tidak asing. Sepertinya kakak pernah melihatnya tapi dimana ya?" Sanya berfikir keras untuk mengingat wajah bapak-bapak yang kena pukulan linggis tadi.
"Apa di jasnya ada lambang ini kak?" tanya Anan dengan mimik wajah yang serius. Ia menyodorkan foto di ponselnya, seorang pria menggunakan setelan jas dengan lambang Ranu Manunggal di bagian dada sebelah kanannya.
"Iya. Iya Anan" jawab Sanya yakin.
Ya ampun. Berarti yang menolong kak Sanya adalah anak buah tuan Sam. Anan tersenyum. Dari dulu dia sangat mengagumi Sam, dan sekarang lagi-lagi Sam telah membantu orang yang ia sayangi.
"Anan. Kamu kenapa senyum-senyum? Kamu kenal orang berjas itu?"
"Mereka anak buah Tuan Sam kak" Anan tersenyum tenang.
Sanya terkejut dengan itu, "Berarti pria itu adalah Tuan Aji? Astaga Anan" Sanya terharu. Matanya berlinang begitu saja karena ingat masa dimana Sam juga pernah menolong hidupnya. "Anan. Kakak senang sekali, aku anggap hari ini adalah hari keberuntungan kita. Dan... Tadi salah satu dari mereka bilang kalau akan membantu memperbaiki kedai kita ini."
Anan bernafas lega, ucapan terimakasih diucapkan berkali-kali diucapkan dibisikkan hatinya. "Tapi... Sejak kapan Tuan Sam punya bodyguard wanita?"
Anan dan Sanya saling pandang, mungkin ada satu hal yang mereka tidak tau. Karena pertanyaan Anan sama seperti apa yang ada dibenak Sanya juga.