Sanya benar-benar marah pada Anan. "Kakak sudah bilang. Kau boleh belajar beladiri tapi tidak untuk menyerang wanita! Sekarang apa Anan?!" Sanya menegur keras Adiknya.
"Kak tapi dia... "
"Cukup! Sekarang minta maaf padanya."
"Apa? Dia yang salah, kenapa aku yang minta maaf?"
"Minta maaf padanya" Sanya mulai bergetar dengan mata merahnya.
Anan terdiam. Baru kali ini ia melihat Sanya benar-benar marah padanya. "Maaf" ucap Anan singkat lalu bergegas pergi masuk kedalam kedai.
Sanya menghela nafas panjang, mencoba untuk mengendalikan dirinya. "Tanganmu sakit ya? Ayo, biar aku kompres lukamu. ucap Sanya lembut sambil memapah Casandra masuk ke dalam kedainya.
Tok... Tok... Tok... Doni mengetukkan jarinya pada kemudi mobil, ia melirik ke arloji dipergelangan tangannya. Setengah jam berlalu, tapi Casandra juga belum keluar dari kedai itu.
"Selamat sore Tuan" Jawab Doni pada Sam yang menelponnya.
"Bagaimana hasilnya?" tanya Sam dari seberang sana.
"Tepat seperti dugaanmu Tuan. Bocah itu sudah tumbuh menjadi pria kuat sekarang, dia juga memiliki kemampuan beladiri yang bagus. Bahkan, Nona Casandra dibuat tidak berkutik olehnya" jelas Doni.
"Apa putriku terluka?!" Sam mulai gusar.
"Sedikit tuan. Tapi jangan khawatir, Sanya merawatnya dengan sangat baik"
"Lakukan tugasmu, rencana selanjutnya biar aku atur!" ucap Sam langsung mematikan percakapan.
Doni kembali mengawasi Nona mudanya dari dalam mobil. Ia tau, Sam agak keberatan ketika tau Casandra terluka, tapi apa boleh buat untuk kali ini Sam harus bisa mengendalikan emosinya.
****
Disisi lain, Sanya menyiapkan perlengkapan untuk mengompres tangan Casandra yang terluka akibat bertarung dengan Anan tadi. Pergelangan tangannya terpelintir sehingga membuat nona muda berkali-kali meringis karena nyeri.
"Aku minta maaf atas apa yang telah dilakukan oleh Anan padamu." ucap Sanya penuh dengan penyesalan sambil terus mengompres pergelangan tangan Casandra.
Casandra terdiam menatap Sanya dalam. "Apa dia kakaknya pria kue itu? Kenapa perbedaannya jauh banget. Kak Sanya sangat lembut dan santun. Sedangkan adiknya sangat menyebalkan!" Casandra menggerutu dalam hati.
Di tengah-tengah obrolan Sanya dan Casandra Anan datang berdiri tegak di hadapan mereka. "Aku akan menyerahkan topi ini padamu. Tapi dengan syarat, kau juga harus mengembalikkan topiku" ucap Anan yang masih belum bisa meredam kekesalannya dan masih terlihat jelas dalam ekspresi wajahnya.
"Waduh" Casandra menggigit bibir bawahnya, mengingat kalau topi Anan sudah ia buang dijalan tadi.
"Kembalikan dulu topiku, setelah itu aku akan membelikan topi baru untukmu." ucap Casandra tidak enak hati, ia mencoba meminta penawaran untuk Anan.
"Kau kemanakan topi itu?" Anan menatap dingin.
"Sudah aku buang!"
"Apa?!" Anan terlihat marah. Matanya kini beralih tajam menusuk Casandra.
"Kenapa? Aku bisa membelikan banyak topi untukmu! Topi yang itu sudah lusuh dan jelek. Makanya aku buang. Sekarang, sini topiku, setelah itu aku bisa menggantimu topi lebih banyak."
Anan mengepalkan tangannya, sedangkan Sanya hanya bisa menatap adiknya yang marah sekaligus kecewa. "Sebelum kau menemukan topi itu, aku tidak akan pernah mengembalikan topi ini padamu!" Anan berbalik dan pergi dari kedai.
"Apa-apaan! Hey kau. Kembali!" teriak Casandra kesal.
Sanya berdiri menatap adiknya yang kesal, ia melihat Anan yang semakin jauh mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Sanya tau, Anan pasti sedih dengan kejadian ini.
"Apa yang salah dengannya?!" tanya Casandra jengkel, tidak mengerti dengan sikap Anan.
"Nona. Maafkan aku. Apa bisa kau cari lagi topi Anan? Dia akan sedih jika topi itu hilang" Sanya merasa sungkan.
Casandra adalah penyelamatnya, tapi dia juga tidak bisa membiarkan Anan sedih nantinya. Karena topi yang telah ia jaga selama bertahun-tahun telah dibuang begitu saja.
Dari tatapan kedua saudara itu, ada sesuatu yang membuat hati Casandra tidak nyaman. "Apa yang... Aduh, kenapa jadi begini si!" Casandra gelisah menyeka keningnya dengan telapak tangannya.
"Sudah ga mungkin aku bisa menemukan topinya lagi kak. Apa ga bisa diganti dengan topi baru? Akan aku carikan yang lebih bagus dan cocok untuknya" Casandra benar-benar bingung tidak mengerti, masalah topi bisa jadi bertele-tele seperti ini.
Sanya terdiam menatap Casandra, "Ayolah kak, aku sudah membantumu kan? Kali ini kau bantu aku untuk mendapatkan topiku kembali. Bujuk adikmu, supaya mau mengembalikan Topiku, topi itu sangat berharga untukku" Casandra mulai gusar.
"Kenapa sangat berharga? Apa karena berlian yang terpasang di topi Nona itu? Saya yakin Anan akan menjaganya dan tidak mungkin lancang menjualnya sempai kau juga bisa mengembalikan topinya" ucap Sanya lembut.
"Bukan tentang berliannya Kak!" Casandra menjatuhkan diri ke atas bangku. "Topi itu hadiah ulang tahun dari Ayah dan Ibu, mereka mendesainnya sendiri sesuai ukuran kepalaku. Dan... Ya, berliannya juga berharga karena langka. Kak, bujuk adikmu untuk mengembalikannya padaku" Casandra mulai bergetar.
"Akan aku bujuk Anan supaya mengembalikannya" Sanya mengusap punggung Casandra lembut. "Maafkan atas perlakuan adikku ya, dia memang sangat keras kepala. Oh iya, sejak kapan tuan Sam memiliki bodyguard wanita?" Sanya mencoba mengalihkan pembicaraan terlebih dulu untuk menenangkan suasana yang tidak enak itu.
"Bo... Bodyguard wanita?" Casandra tidak mengerti dengan apa yang Sanya katakan.
"Iya. Kau bodyguard tuan Sam kan? Aku benar-benar salut dan kagum padamu. Kau tau? Kau sangat hebat saat menghajar anak buah Igun haha" Sanya sangat senang.
Casandra tertawa getir, ternyata Sanya mengenalinya hanya sebagai bodyguard Tuan Sam, bukan anak Sam. Tapi tidak apa, mungkin lebih baik jika Sanya tidak tau. Pikir Casandra.
"Nona, meskipun lusuh, tapi Anan selalu memakai topi itu sepanjang hari. Bahkan saat tidur juga aku melihatnya memakai topi itu haha" ucap Sanya dengan ekspresi yang langsung berubah drastis.
Casandra menatap Sanya seksama. "Apa topi itu, spesial untuknya? Atau jangan-jangan dari pacarnya?" Casandra terkejut sendiri dengan tebakannya.
"Bukan Nona. Anan tidak memiliki pacar, meskipun sebenarnya aku ingin melihat dia punya kekasih." ucap Sanya tersenyum lembut, masih dengan mengompres tangan Casandra.
"Topi itu adalah hadiah terakhir dari ibu kami" Sanya tertunduk, ia selalu tidak bisa menahan perasaannya saat berbicara tentang ibunya.
"Apa..." pekik Casandra. Ia merasa tertampar dengan pengakuan Sanya.
"Haha. Maaf Nona" Sanya menyeka air bening di sudut matanya. "Aku dan Anan bukan saudara kandung, kami bertemu dan besar disebuah panti asuhan. Kami memiliki ibu yang baik dan penuh kasih sayang. Ibu Suti" Sanya tersenyum lembut.
Casandra mendengarkan Sanya dengan jantung yang berdegup kencang. Satu katapun ia tidak berani berbicara karena rasa bersalah.
"Ibu Suti meninggal tepat diulang tahun Anan yang ke 19. Dia menghadiahkan Anan sebuah topi dengan sisa tabungannya." Sanya terdiam mencoba untuk mengatur nada bicaranya.
"Setelah ibu Suti meninggal kami para anak asuhnya berjuang sendiri-sendiri untuk mencukupi hidup masing-masing. Anan memilih ikut denganku dan kami mendirikan kedai kecil ini."
"Aku... Aku harus pergi" Casandra menarik tangannya bergegas menjauh dari Sanya.
"Tapi Nona, tanganmu?"
Casandra terhenti, tapi tidak berani berbalik menatap Sanya. "Terimakasih. Tanganku sudah tidak sakit. Katakan pada pria itu, aku akan berusaha mencari topinya dengan begitu aku akan mendapatkan topiku"