Buk buk buk....
Berkali-kali hentakkan kaki terdengar di jok belakang kemudi, setelah berbelanja ala tahanan tadi, Casandra berpisah dengan Nanda dan Sara di lobby. Casandra tetap pulang bersama Aji, sedangkan Doni mengantar kedua sahabatnya ke rumahnya masing-masing.
Aji hanya tertawa di dalam hati melihat tingkah Nona Muda yang dibuat kesal oleh ke-prosesifan ayahnya. "Ayah kau menyebalkan! Dan kau juga Om Aji! Sungguh aku sebal padamu!"
"Apa salahku nona?" tanya Aji pura-pura tidak tau.
"Kau pasti sekongkol kan sama ayah!"
"Sekongkol?"
"Iya! Kau pasti sudah menyuruh anak buahmu untuk berpencar di seluruh mall!"
"Nona, bukan saya yang menyuruh. Tapi tuan Sam" jawab Aji dengan nada tenang.
"Pokoknya kalian pasti sekongkol! Lihat saja, dirumah nanti aku mau protes sama ayah... " suara Casandra mengecil lalu terdiam.
"Apa-apaan ini!" Casandra melihat ke luar jendela, sambil menunggu lampu merah ia mengamati keributan yang terjadi di depan sebuah kedai kecil. Disana terlihat ada tiga pria sedang mengeroyok satu wanita yang sudah terlihat lemah, kaki pria itu menahan tubuh Sanya di teras.
"Dasar keparat!" Casandra geram.
Aji mengamati apa yang sedang dilihat oleh Casandra. "Nona, jangan suka ikut campur..." belum sempat Aji menyelesaikan ucapannya, Casandra sudah keluar dari mobil dan berlari ke arah keributan.
"Sial! Bocah ini benar-benar ya!" Aji langsung tancap gas untuk putar arah menerima lampu merah dan menyusul Nona muda.
Sanya tersimpuh pasrah saat anak buah Igun menghancurkan kedainya, bibir dan hidungnya berdarah, juga ada lebam di pipinya. Melawanpun Sanya tidak akan sanggup. Ia hanya bisa menangis memandangi kedai kesayangannya yang di hancurkan oleh anak buah Igun.
Bag.... Bag...
Tendangan kuat dari kaki Casandra mendarat cepat di pipi kedua pria yang sedang menahan Sanya di bawah kakinya. Anak buah Igun tersungkur akibat tendangan itu.
"Brengsek! Siapa kau!" Bentak Igun. Tapi Casandra menatap tajam tanpa menjawab.
Casandra mengepalkan tangannya, ia paling tidak suka melihat seorang wanita ditindas, dan paling benci pada laki-laki yang sukanya keroyokan pada wanita lemah. Tanpa di sadari, salah satu anak buah Igun berlari sambil mengayunkan sebuah linggis ke arah belakang Casandra.
Baakkk... Ayunan Linggis berhasil di tangkis oleh seseorang.
"Om Aji?" Casandra terkejut. Meskipun Aji berhasil melindungi Casandra tapi sepertinya tangan kirinya cidera akibat pukulan linggis itu.
"Kurang ajar!" Casandra semakin marah.
Tangan, kaki, bergerak gesit dengan gerakan bela diri yang ia pelajari dari ayahnya. Tiga lawan satu, sepertinya Casandra bisa menghadapinya, tapi Aji tidak mau kalau nona mudanya terluka. Ia bangkit lalu ikut bertarung di samping Casandra.
Satu pukulan dari anak buah Igun mengenai pelipis Casandra, gadis itu hampir terjatuh karena merasa pening. Tak lama setelah itu, datang segerombolan orang dengan jas lambang Ranu Manunggal menghampiri Casandra dan Aji yang mulai kewalahan.
"Maaf bos, kami terlambat" ucap salah satu dari mereka.
Aji langsung merengkuh Casandra masuk kedalam mobil. Sisanya, anak buah Sam yang mengurus. Entah akan diapakan Igun dan anak buahnya, apalagi berani melukai anak Sam.. Kali ini mungkin bisa dibilang hari terkelam untuk Igun.
"Tunggu Om Aji" ucap Casandra saat Aji hendak menyalakan mobilnya. Aji terdiam sambil mengamati apa lagi yang akan di lakukan oleh Nona muda ternyata, Casandra mengambil kotak obat lalu kembali ke arah Sanya.
"Pakailah ini dan obati lukamu. Oke" ucap Casandra memberikan kotak obat untuk Sanya kemudian bergegas pergi kembali masuk kedalam mobil.
"Terimakasih nona! Terimakasih" ucap Sanya lirih, ia benar-benar merasa terharu karena ada orang yang peduli dan menolongnya.
"Om. Tanganmu cidera, biar aku saja yang nyetir ya" Casandra merasa kasihan pada Aji. Pukulan linggis tadi pasti sangat sakit.
"Tidak apa-apa Nona, naiklah. Kita harus segera pulang'
"Aku nggak akan naik kalau Om Aji tetap menyetir!" ucap Casandra masih menunggu di depan pintu mobil kemudi.
"Ternyata dia lebih keras kepala!" gumam Aji dalam hati, ia terpaksa bergeser ke jok samping kemudi. Mengalah daripada nona muda tidak mau pulang, nanti dia juga yang akan di salahkan.
"Om, kita ke rumah sakit dulu ya. Supaya lukamu langsung diobati" Casandra cemas.
"Tidak nona. Kita harus segera pulang, ayahmu pasti sudah menunggu" ucap Aji.
Casandra terdiam. Memang niatnya baik ingin menolong tapi karena kurang waspada, sekarang malah Aji jadi terluka. "Maafin aku..." ucap Casandra menyesal.
"Kenapa kau meminta maaf Nona?"
"Gara-gara aku, om Aji terluka" ucap Casandra bergetar.
"Gadis ini bisa bersikap manis juga rupanya Gumam Aji dalam hati, sebenarnya Aji sangat menahan sakit.
*****
Casandra dilanda kebingungan setelah turun dari mobil. Maju, mundur, langkah kakinya ragu masuk ke pintu utama. Bagaimana dirinya harus menjelaskan luka lebam di pelipisnya, bagaimana dia akan menjelaskan tentang Aji yang cidera. Sudah pulang terlambat dari jam yang ditentukan, ketambahan berkelahi pula. Ayahnya pasti akan marah besar dan menghukumnya.
Aji dan Casandra masuk kedalam rumah. Benar saja, Sam sudah duduk di ruang utama sambil mengetukkan jari telunjuknya di sandaran sofa sebelah kanan. Casandra bersembunyi di belakang punggung Aji, seklebatpun ia tidak berani melihat wajah ayahnya yang garang meskipun tetap terlihat tampan.
"Laporanmu Aji" kata sambutan pertama dari Sam ketika Aji dan Casandra sampai dihadapannya.
"Maaf kami datang terlambat Tuan" jawab Aji, sebisa mungkin tenang dan jujur.
"Kali ini apa alasanmu?" Sam menatap tajam pada Aji.
Aji terdiam menatap Sam ragu, kalau dia jawab yang sebenarnya maka Casandra akan dihukum, tapi dia juga tidak mungkin berkata bohong. Akhirnya, Aji menceritakan semua kejadinnya dengan detil Tidak dikurangi dan juga tidak ditambah-tambahkan. Mendengar kejelasan dari Aji, bogem mentah langsung mendarat di pipi kanan Aji, sampai pria itu terduduk dilantai.
"Om Aji... " Casandra berdiri gemetar. Ingin sekali memapah Aji dan menolongnya, tapi Casandra juga takut dengan kemarahan Sam. Ia hanya bisa tertunduk meremat jari-jemarinya.
"Sepertinya kau memang sudah layak aku pensiunkan! Sudah tidak becus bekerja!" suara Sam menggelar di ruang utama. "Besok kau sudah tidak perlu datang lagi ke kediamanku. Jangan sampai aku melihat wajahmu!" ucap Sam pada Aji.
Aji terdiam menatap Sam dengan tatapan bersalah. Tapi tidak ada satu katapun yang bisa ia sangkal. "Baik Tuan" ucap Aji membungkuk lalu pergi. Sebelum itu, ia menatap Casandra. Maaf nona muda. Seperti itu arti tatapan dari Aji, lalu iapun pergi meninggalkan kediaman Sam.
Casandra memandangi mobil Aji yang keluar dari gerbang, ia tertunduk sesaat, rasa sedih menerpa batinnya. Meskipun dia selalu melontarkan kata sebal padanya, tapi ia sudah menganggap Aji seperti pamannya sendiri. Aji menanggung kesalahan yang tidak ia lakukan.