Aku berjalan masuk ke apartemen Finn Hartigan dengan membawa tiga kantong kresek berukuran super besar. Finn sedang berada di lokasi pemotretan majalah "Naice." Sementara aku mengambilkan pakaian laundry miliknya.
Aku mendesah, lelah. Daripada disebut sebagai manajer aku ini lebih mirip seperti pelayan pribadinya. Aku juga harus mengawasi petugas kebersihan yang datang ke rumahnya. Masih untung dia tidak memintaku menjadi asisten rumah tangga.
Aku duduk di sofa sambil menunggu petugas kebersihan datang. Sekarang sudah tepat tengah hari, sekitar dua jam lagi aku harus berada di lokasi Finn Hartigan.
"Meooow," Piggy datang dan menggesekkan tubuhnya di kakiku. Setidaknya makhluk berbulu ini bisa menjadi pengusir pikiran penatku.
Aku mengangkat Piggy ke pangkuan. "Hei, Piggy. Aku punya sesuatu untukmu," kataku sambil merogoh saku celana.
Sebelum pergi ke tempat laundry aku menyempatkan diri ke mini market, membeli treats untuk kucing manis ini. Aku mulai membuka bungkusnya, memberikan makanan itu untuk Piggy.
Tiba-tiba terdengar suara pesan masuk dari ponselku. Mungkin saja Finn ingin memintaku melakukan hal lainnya. Segera aku melihat pesan itu.
Hai.
Hanya itu isi pesan singkatnya. Satu kata sapaan singkat paling sederhana. Akan tetapi, nama pengirim yang tertera di ponselku membuat aku menegang. Alee Bell.
Beberapa detik kemudian, nada dering ponselku berbunyi. Dia meneleponku. Tanpa pikir panjang aku menolak panggilannya dan segera mengetikkan pesan balasan.
Maaf, aku sedang sibuk.
Aku mengingatkan diri sekali lagi untuk berhati-hati dengan perempuan itu. Lebih baik aku menjauhinya.
***
Aku berjalan mondar-mandir di depan Finn Hartigan. Orang ini bisa-bisanya membuat keputusan sendiri. Kudengar dia memaksa produser untuk tetap membiarkan Alee Bell bermain dalam dramanya. Seharusnya untuk hal seperti itu kami harus mengadakan rapat dengan produser, penulis drama, manajemen agensi serta pemain drama lainnya. Aku tidak percaya Finn akan memanfaatkan statusnya sebagai pemeran utama dengan memaksa produsernya. Besok rapatnya akan tetap diadakan tetapi, rapat itu hanya sebagai bentuk formalitas semata. Kami semua sudah tahu bagaimana hasilnya. Terima kasih untuk Finn Hartigan.
Dia tidak tahu jika perempuan itu adalah orang yang sangat mencurigakan. Haruskah kukatakan padanya bahwa Alee berusaha menyelidiki Finn Hartigan?
Oh tunggu, akting Alee Bell jelas sudah diakui. Dia dan Finn Hartigan memang bisa membuat rating dramanya menjadi tinggi. Hal yang harus kulakukan adalah memikirkan cara agar Finn menjauh dari perempuan itu. Akan tetapi, bagaimana caranya?
"Hey! Duduklah, jangan membuatku pusing melihatmu begitu di depanku," keluh Finn.
Aku duduk. Menautkan jari jemariku sambil menatap Finn. "Kenapa kamu melakukannya? Seharusnya ada rapat besar untuk menentukan keputusan itu."
"Aku suka padanya," kata Finn dengan santai.
Aku menegakkan tubuh secara refleks. "Apa?"
"Alee Bell dia benar-benar cantik. Jika tidak melalui drama ini dengan apalagi aku mendekatinya?" Dia tersenyum. "Dia juga terlihat suka padaku."
"Apa?!" suaraku jauh lebih keras dari apa yang kumaksudkan. Aku kembali berdiri. "Kamu ingin berhubungan dengannya?"
"Bayangkan tagline beritanya. Dewa tampan bersanding dengan Dewi Nasib Buruk. Itu akan meledak."
Dia ini sungguh tidak punya otak, gila dan tukang mencari perhatian. Aku memegangi kepala, merasakan betapa banyak beban pikiranku sekarang. "Hentikan niatmu itu."
"Kenapa? Bukankah itu ide yang sangat bangus? Oh kamu takut aku hancur seperti mantan-mantan pacar Alee? Jangan percaya pada takhayul. Tidak ada hal seperti itu di dunia ini. Alee Bell hanyalah manusia biasa," kata Finn.
Aku mengangguk membenarkan, perempuan itu memang hanyalah manusia bukan dewi sungguhan. Akan tetapi, bukan itu permasalahannya sekarang.
"Dengarkan aku, jangan pernah berhubungan lebih dengannya."
"Tutup mulutmu! Aku akan membuat diriku semakin terkenal," katanya mantap. Dia benar-benar tidak bisa dicegah.
Tiba-tiba ponselku berdering. Aku mengambilnya dari saku celana dan melihat nama perempuan itu tertera pada layarnya. Mengapa dia meneleponku lagi?
"Adikmu?" tanya Finn.
Aku langsung membenarkan tebakannya. Jangan tanya mengapa aku berbohong, aku sendiri tidak mengetahui alasan tersebut.
"Dia pasti mencarimu, kamu boleh pulang sekarang."
Aku mengangguk pada Finn dan berjalan keluar dari apartemennya. Setelah menutup pintu, aku langsung mengangkat telepon perempuan itu.
"Hai, sudah tidak sibuk?" tanya Alee.
Sekarang sudah pukul sebelas malam. Akan aneh jika aku menghindarinya dengan mengatakan masih sibuk bukan?
"Tidak juga, ada apa?" kataku sambil berjalan.
"Kamu tidak menelepon jadi, aku berinisiatif."
Aku menekan tombol lift, "Mengapa kamu sangat ingin menghubungiku?"
"Ingin saja. Tidak boleh?"
Ini percakapan yang bodoh. Dia tidak sedang mendekatiku bukan? Biasanya jika perempuan bertindak seperti ini, berarti dia sedang melakukan pendekatan dengan si laki-laki kan? Tidak, tidak dengan perempuan ini. Dia pasti menginginkan sesuatu dariku. Sesuatu yang menguntungkan dirinya. Entah apa.
Pintu lift terbuka. "Tidak bukan begitu," kataku, masih dengan ponsel di telinga. Aku melangkah masuk ke dalam lift. "Aku hanya merasa tidak ada hal yang mengharuskanku ... melakukan ini." Lift tertutup dan mulai bergerak turun.
"Kalau begitu, aku akan membuatmu harus melakukannya." Perempuan ini benar-benar! "Lain kali, kamu yang harus menghubungiku lebih dulu, ya?"
Lihatlah percakapan ini benar-benar tidak ada isinya! Tidak penting sama sekali. Mengapa dia seperti ini padaku?
"Aku tidak janji," jawabku.
"Payah sekali."
Apa dia baru saja mengataiku payah? Mengapa dia begini padaku?
"Aku ingin lebih mengenalmu, Manajer Haven," jelasnya.
Pintu lift terbuka. Aku berjalan keluar menuju parkiran di basement. "Kumohon, jangan."
"Kenapa?" tanyanya. "Kamu takut aku membawa nasib buruk padamu, ya? Oh kamu benar-benar payah."
Aku mengepalkan sebelah tanganku yang bebas. Dia mengataiku payah dia kali! Aku kembali berbicara, "Aku tidak percaya hal seperti itu."
"Lantas? Apa alasanmu menolakku?"
Menolak? Dia berbicara seakan aku ini orang biasa paling bodoh di dunia karena menolak bintang ternama seperti dia. Ini bukanlah hal sesederhana itu. Coba saja jika posisi kita dibalik, apakah kamu sendiri mau didekati oleh orang yang mencurigakan seperti dirimu?
"Aku tidak menolakmu." Aku masuk ke mobil. Kemudian, memasang pelantang suara. Haruskah aku mendengarkan suara perempuan ini di sepanjang perjalanan pulang? Ingin sekali aku mengakhiri percakapan ini.
"Ya? Coba jelaskan sikapmu saat ini."
Aku menyalakan mobil, mengendarainya. Kuharap perempuan ini mau mematikan teleponnya lebih dulu. Mengingat posisiku dan dia saat ini, tentu saja aku tidak boleh mematikannya duluan.
"Kita hanya rekan kerja. Jika tidak ada urusan penting mengenai pekerjaan, kurasa tidak seharusnya kita berbicara," jelasku. Mobilku mulai melaju di jalan raya.
"Kalau begitu, kita buat saja lebih dari sekadar rekan kerja."
Aku menginjak rem mendadak. Apa? Apa aku tidak salah dengar? Mobil-mobil lain di belakangku langsung membunyikan klakson mereka. Aku membenturkan kepala ke setir beberapa kali. Aku harap tidak mendengar perkataannya tadi. Semoga saja aku hanya salah dengar. Ya, anggap saja seperti itu.
"Kamu di mana?" tanya perempuan itu tiba-tiba.
Aku diam.
Seharusnya aku tidak usah menjawab panggilan telepon perempuan itu sejak awal. Mengapa dia seperti ini padaku. Finn berkata bahwa Alee juga menyukainya, Finn harus sadar dia salah. Tidak, lebih tepatnya perempuan ini sendirilah masalahnya.
"Halo? Kamu baik-baik saja?" suara Alee masih terdengar jelas ditelingaku.
Aku menarik napas panjang dan kembali berkendara. "Mengapa kamu seperti ini padaku?" tanyaku langsung.
Aku bisa mendengar suara hembusan napasnya dari balik telepon. Dia diam sejenak, jantungku kembali berpacu dengan cepat.
"Aku sudah mengatakan padamu sebelumnya. Aku hanya ingin lebih mengenalmu, Manajer Haven