Aku mengamati layar monitor hasil pemotretan kami bersama dengan Produser Poe, Kak Rienna dan Dareen. Produser Poe hanya mengangguk setuju membenarkan perkataan Dareen betapa bagusnya hasil pemotretan kami.
Finn Hartigan sudah pulang bersama Manajer Haven sekitar satu jam yang lalu. Savanah juga langsung pergi begitu sesi pemotretan dirinya yang memang tidak begitu banyak selesai lebih dulu. Di sini, selain kami hanya tertinggal staf inti dan staf bagian kebersihan saja.
Ada lebih dari 1000 foto yang diambil. Sebenarnya aku pun sudah bisa pulang apalagi sekarang sudah hampir pukul setengah 11 malam. Hanya saja, melihat hasil pemotretan seperti ini membuat kepuasan tersendiri bagiku yang sudah bekerja keras. Aku tahu melihat semua hasil foto-foto itu akan memakan waktu yang cukup lama tetapi, aku menyukainya.
"Adakah yang kehilangan dompet?" tanya seorang staf kebersihan sambil mengangkat sebuah dompet pria berwarna hitam dengan jejak kaki menempel di sana. Dompet itu pasti sudah lama jatuh dan terinjak.
Awalnya aku tidak peduli tetapi, staf tersebut kemudian membuka dan menyebutkan nama si pemilik dompet keras-keras. "Noah Rann Haven. Adakah yang kenal dengannya?"
Aku tersenyum ringan, kemudian mengangkat tangan. Kak Rienna dan yang lainnya memandangku seakan bertanya-tanya mengapa ada apa? Tampaknya mereka terlalu fokus melihat ke layar monitor hingga tidak menyadari apa yang dilakukan staf kebersihan itu.
"Aku mengenal pemilik dompet yang ditemukan dia," kataku pada mereka bertiga. Kemudian, Kak Rienna dan yang lainnya kembali fokus menatap monitor. Lalu, aku berjalan menghampiri staf kebersihan yang menemukan dompet Manajer Haven.
Aku mengucapkan terima kasih pada orang yang menemukan dompet Manajer Haven dan mengatakan akan segera mengembalikannya. Melihat ke arah jam di tanganku, aku pun memutuskan langsung pergi menuju alamat yang tertera pada kartu identitasnya. Kak Rienna memang sempat protes ketika aku mengatakan ingin berkendara sendirian, tetapi aku tetap berhasil membujuknya.
Kupikir, waktu sendirian yang kudapatkan ini harus kugunakan untuk menghubungi Ruby. Jelas Kak Rienna tidak perlu terlibat dalam urusan ini.
Aku memang mengatakan pada Sharoon bahwa aku tidak peduli dengan ancamannya. Publik sudah mengenalku sebagai perempuan kasihan yang tidak pandai menilai cinta dari laki-laki. Jika kisah Ibuku terungkap ke media mereka juga hanya akan semakin bersimpati padaku. Aku memang perlu sedikit sensasi untuk membuat diri tetap berada di atas awan tetapi, jujur saja aku tidak mau menjual nama Ibuku untuk hal itu.
Sharoon itu memang sampah yang bahkan sudah tidak bisa didaur ulang. Sifat buruknya sudah busuk sampai ke tulang-tulang. Kuharap Ruby punya cara untuk membungkam serangga seperti Sharoon Dash.
Tiba di mobil, aku langsung menggunakan pelantang suara dan menelepon nomor Ruby. Kemudian, menghidupkan mesin mobil sambil menunggu ia mengangkat panggilan teleponya. Beberapa saat kemudian aku mendengar suara dari seberang telepon.
"Halo." Suaranya berat dan sangat maskulin. Itu suara laki-laki, si polisi saingan manis Ruby. Mengapa di saat seperti ini dia memegang ponsel Ruby?
Aku sudah keluar dari parkiran dan mulai melaju di jalan raya. "Di mana Ruby? Mengapa ponselnya ada padamu?" tanyaku langsung.
"Oh, Ruby Phalosa." Entah mengapa caranya menyebutkan nama Ruby membuatku merasa kesal. "Dia tertangkap basah olehku saat sedang meretas dan mengambil data seseorang dari kepolisian."
"Apa? Jadi, kamu sedang menahan Ruby?" tanyaku. Aku mulai bimbang haruskah aku pergi ke tempat Manajer Haven sementara sahabatku sedang dalam masalahnyang serius.
"Tidak, dia kabur. Ponsel ini kutemukan di kantornya dan kantornya pun sudah kami tutup secara paksa."
Astaga Ruby, kamu baru saja kehilangan pekerjaan. Biasanya kamu kan bekerja dengan sangat rapi dam berhati-hati. Lagipula, Ruby juga biasanya memiliki seribu satu cara untuk mendapatkan informasi, mengapa ia harus meretas data milik kepolisian!
"Apakah kamu tahu di mana keberadaan Ruby Phalosa?" tanya polisi itu. Aku menggeleng dengan cepat seakan ia bisa melihatnya.
"Jika aku tahu, tidak mungkin aku bertanya di awal," kataku kemudian mematikan panggilan telepon tersebut.
Menggunakan satu tanganku yang bebas, aku melepaskan pelantang suara dari telingaku. Aku harus memastikan Ruby aman terlebih dahulu. Menurut layar navigasi, aku akan tiba di rumah Manajer Haven sepuluh menit lagi, tetapi aku menepikan mobilku dan berhenti.
Ruby pernah mengatakan padaku untuk selalu mengecek pesan spam yang masuk ke emailku. Aku pun membukanya. Ada, sebuah email baru yang dikirim sekitar 5 jam yang lalu dari iklan sebuah shampoo. Pesannya terlihat biasa, tetapi ada angka-angka yang tersebar dalam email tersebut.
Kami pastikan keuntungan anda akan berlebih + dan menjadikannya 6 kali lipat lebih tinggi daripada produk pesaing. kontrak eksklusif selama 2 tahun untuk menjadi model iklan Shampoo kami. Pada bulan ke 8 (...)
Melihat angka-angka yang tersebar seperti itu, aku yakin sekali bahwa itu adalah sebuah nomor telepon. Email ini dikirim oleh Ruby.
Aku dengan cepat mengambil ponsel 2G yang selalu aku sembunyikan di mobilku. Kak Rienna bahkan, tidak tahu jika aku memiliki ponsel ini. Ponsel yang hanya bisa digunakan untuk menelepon dan berkirim pesan singkat saja.
Aku memasukkan nomor-nomor yang tertera pada email dan menunggu seseorang menjawab panggilan teleponnya. Semoga saja ini benar-benar Ruby. Ketika nada sambung berhenti aku dengan cepat berkata, "Halo?"
"Akhirnya, kamu melihat email shampoo itu ya. Hahahaha," Ruby tertawa. Itu benar-benar suara Ruby. Aku bisa merasa lega sekarang.
"Kamu membuatku takut, Ruby. Apa yang sebenarnya terjadi padamu sih?" tanyaku.
"Aku sengaja mencari masalah," akunya.
Aduh, dasar Ruby. Sudah kuduga dia tidak mungkin bertindak ceroboh.
"Aku ingin Northeast Archer mengejarku sampai ke kota Y. Dia kan sedang bekerja, tidak mungkin bisa ikut denganku begitu saja. Aku pintar kan?" Northeast Archer adalah nama polisi itu.
"Apa Archer tahu rencanamu itu?"
"Aku tidak mengatakan padanya. Hanya saja aku yakin dia sudah bisa menebak. Kamu tahulah ini semacam permainan di antara kami. Jadi, jangan rindu padaku ya. Aku sedang dalam perjalanan menemui Carl," jelasnya.
Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan kasar. Dasar mereka berdua ini! "Lalu kantormu yang ditutup itu?"
"Jangan khawatir, ini hanyalah permainan di antara aku dan North. Sudah kukatakan tadi," jawab Ruby. "Oh iya, aku sudah menemukan informasi soal Finn Hartigan, dia pernah ditahan sebentar karena diduga menggunakan obat-obatan terlarang."
"Oh ya?"
"Ya, dan mereka melepaskannya setelah hasil test urin Finn keluar. Itu hanya salah paham, dan Finn dibebaskan," kata Ruby.
"Bahkan itu tidak diketahui oleh media. Jika ada artikel tentang itu, aku pasti mengetahuinya."
"Benar itu dirahasiakan dari publik. Agensi tempat Finn itu selalu berhasil menangani kekacauan yang dibuat olehnya," jelas Ruby.
Aku mengangguk paham walau Ruby tidak dapat melihatnya. "Oh Ruby, bisakah aku minta tolong lagi padamu?"
"Katakan saja. Kamu tahu, walau aku sedang berada di tengah permainan, anak buahku berlimpah seperti sebuah koloni semut hitam. Bisnisku sangat besar."
Aku tersenyum kecil. "Sharoon mengancamku. Bukan hal besar tetapi, bisakah kamu melakukan sesuatu untuk membungkam dia?"
"Selama itu bukan permintaan pembunuhan atau kasus kriminal tentu aku bisa melakukannya," jelas Ruby. "Ada anak buahku yang bertugas sebagai pembasmi hama. Cara kerjanya bersih dan tentu membuat semua orang senang termasuk si targetnya."
Aku tertawa, penasaran dengan bagaimana cara kerjanya. "Pembasmi hama?"
"Oh, aku akan mengirimkan kontaknya di email cadanganmu bersamaan dengan data Finn Hartigan."
"Setuju."
"Segera hapus dan blokir nomor ini juga ya. Jangan merindukanku dulu," katanya kemudian mematikan panggilan telepon.
Aku bisa merasa lega sekarang. Kurasa aku akan memeriksa emailnya nanti ketika tiba di rumah. Sekarang, aku mau mengembalikan dompet terlebih dahulu.