Pagi ini, Finn pergi untuk urusan pribadinya. Aku tidak perlu mengikuti dia dan bisa sedikit bersantai di rumah. Semua hal yang perlu dikerjakan pun sudah selesai aku lakukan.
Saat ini, aku hanya duduk di sofa ruang keluarga, sambil memainkan ponsel di tangan. Aku melihat foto profil dari kontak baru yang kusimpan sejak dua hari lalu. Alee Bell. Sepertinya ia ingin aku menghubungi dia, tetapi tidak ada alasan untukku harus melakukan itu.
Aku sudah mengatur jadwal dengan Manajer Young. Finn dan Alee akan bertemu besok malam. Lantas, aku tidak perlu menghubunginya bukan? Ataukah aku akan terlihat agak kasar dan tidak sopan karena tidak menghubungi dia? Haruskah aku melakukan hal yang tidak diperlukan? Aku tidak juga berkata jujur pada Finn Hartigan. Aku yakin dia akan marah besar jika tahu aku menyembunyikan fakta bahwa aku mempunyai nomor perempuan itu.
Aku tidak mengatakannya bukan karena alasan klise menggelikan seperti perasaan tertarik hingga aku ingin menyimpannya hanya untuk diri sendiri, tidak. Itu sungguh menggelikan. Hanya saja, intuisiku berkata bahwa hubungan dengan perempuan itu tidak boleh lebih dari mitra bisnis. Tidak sebagai teman, apalagi lebih dari itu. Bukan hanya untukku, termasuk pula Finn Hartigan. Maksudku, jika sesuatu terjadi pada Finn tentu saja, aku bisa langsung kehilangan pekerjaan.
Aku juga tidak bisa membiarkan Finn memiliki hubungan lebih dengan perempuan itu. Aku mengakui Finn orang yang menyebalkan tetapi, gaji sebagai seorang manajer aktor besar seperti dirinya, tidaklah sedikit. Aku butuh uang. Lalu, intuisiku seringkali benar.
Aku bukannya percaya pada gosip yang beredar mengenai Alee Bell Si Dewi Nasib Buruk. Jelas sekali, gosip hanyalah sebuah fakta yang diputar-putar hingga membuatnya menjadi pernyataan bodoh. Apa orang-orang tidak pernah berpikir tentang konsep "Kebetulan" dan "Takdir." bisa saja mantan-mantan Alee memang sudah ditentukan untuk bernasib buruk. Orang bodoh mana yang menyebut manusia sebagai dewi pembawa kesialan. Itu sangat tidak masuk akal. Sekali lagi kuperjelas bahwa aku hanya merasa ada sesuatu yang salah entah apa pada diri perempuan itu.
Tidak ada salahnya berhati-hati. Apalagi, Aku harus membayar hutang dan membayar biaya kuliah adikku juga. Aku sangat membutuhkan pekerjaan ini.
"Alee Bell? Apa itu kontak Alee bell yang... itu?!"
Ah! Anak ini mengagetkanku saja. Dia tiba-tiba mengintip apa yang kulihat dari arah bahuku. Cepat-cepat, aku memasukkan ponselku ke kantong celana. Ini adikku, Charity Ha Haven. Usia, 19 tahun. Seorang mahasiswi kedokteran yang sangat tertarik dengan dunia para selebritas. Tidak ada gosip yang tidak dia ketahui.
"Jangan mengintip ponselku, Chaty!" keluhku padanya.
"Wah luar biasa sekali! Apakah itu artinya Finn dan Alee akan tetap bermain drama yang sama? Jujur saja, mereka itu akan terlihat serasi di kamera. Mereka sangat tampan dan cantik. Apalagi Alee itu ratunya akting! Finn juga lumayan berbakat. Drama mereka pasti sukses besar!" dia ini memang banyak omong, cocok sekali dengan nama panggilannya.
"Itu masih belum ditentukan." Aku menyalakan televisi dengan remot. Oh? Bukankah itu acara gosip pagi yang didatangi Alee? Rupanya acara itu baru ditayangkan hari ini.
Chaty duduk di sebelahku. "Jawab dulu pertanyaanku." Ia merebut remot dan langsung menurunkan volume televisinya. "Kenapa kakak bisa punya nomornya? Semua orang yang memiliki hubungan bisnis dengan Finn Hartigan hanya menghubungi kakak bukan dia kan? Itu berarti sama untuk semua aktor dan aktris benar? Semua urusan dipegang manajernya. Oh, apa mungkin kakak dan Alee ... wuaah! Tidak bisa dipercaya!"
Entah apa yang sedang dia pikirkan sekarang, aku yakin itu berhubungan dengan hal yang bodoh dan menggelikkan. "Jangan asal bicara," kataku dan menyentil dahinya. "Aku hanya pernah bertemu sekali dengannya."
Aku melirik ke arah layar televisi. Perempuan itu tampak sedang menangis. Aku tidak bisa mendengar jelas apa yang dia katakan. Apakah dia benar-benar menangis? Ataukah hanya akting semata? Segera aku berusaha merebut remot dari tangan Chaty, ia malah menduduki remotnya. Sialan!
"Lihat, bahkan kakak menonton acaranya dia." Chaty menunjuk televisi. "Apakah aslinya dia memang secantik dewi? Walaupun dia itu dewi nasib buruk tetapi, kalau kakak suka padanya aku bisa meminta bantuan dewi fortuna untuk mengusir seluruh nasib buruknya." Chaty tertawa dengan wajah yang menyebalkan.
"Jangan bicara omong kosong!" Aku berdiri.
"Lihat? Kenapa kakak marah? Kak Noah benar suka padanya?" Dia menusuk-nusuk perutku dengan jari telunjuknya. Apakah semua adik di dunia semenyebalkan dirinya? Kenapa dia tidak berhenti....
"Kamu tidak kuliah hari ini?" tanyaku.
"Masuk siang. Aduh, lihatlah kakakku ini berusaha mengalihkan pembicaraan." Dia memasang raut wajah menyebalkan.
Secepat kilat, aku menarik tangan Chaty, memaksa ia untuk berdiri. Kali ini aku berhasil mendapatkan remotnya. Akan tetapi, tidak ingin lebih disalah pahami lagi aku langsung mematikan televisi. Atasanku gila, punya adik pun juga gila. Astaga! Sungguh beruntungnya aku belum menjadi gila.
"Kak, kakak tahu kalau aku sering mendapatkan nasib baik kan? Aku akan membagikan keberuntunganku padamu asalkan aku punya kakak ipar yang bersinar seperti itu." Dia terkikik sendiri. Tidak bisakah bocah ini menutup mulutnya?
Aku melihat ke jam dinding. "Aku mau menjemput Piggy dari Pet Care," kataku. Segera mengambil kunci mobil dari nakas dan pergi berlalu. Tidak ada gunanya menanggapi Chatty.
Samar-samar aku masih bisa mendengar suara tawa Chaty. Semua yang dikatakannya, sungguh hanya omong kosong.
***
Keesokkan harinya, aku sedang menemani Finn ke acara pemotretan tunggal drama barunya. Peran Alee memang belum dipastikan tetapi, pemeran utama pria dalam drama tersebut sudah pasti Finn Hartigan. Setelah pemotretan tunggal ini selesai kami akan pergi ke tempat pertemuan yang sudah dijanjikan oleh pihak Alee Bell.
Aku menunggu Finn sambil membalas komentar penggemar di sosial media. Tentu saja, aku melakukan ini agar citra Finn selalu baik di mata dunia. Aktor yang sibuk tetapi, masih memiliki waktu beramah-tamah dengan penggemanya tentu itu yang akan dipikirkan mereka. Mereka juga tidak tahu yang membalas ini Finn asli atau bukan, kan? Membalas komentar-komentar Ini memang terlihat mudah, tetapi sungguh dapat membuat mataku cepat lelah. Tidak perlu membalas semuanya. Aku hanya memilihnya secara random.
Satu jam kemudian, waktu istirahat. Finn memanggilku. "Mana ponselku?" pintanya. Aku segera menyerahkan ponsel Finn.
"Pergi dan belilah semua yang ada di daftar ini." Ia mengirimkan sebuah pesan singkat berisi daftar belanjaan kepadaku.
"Ya!" kataku dan segera berlalu.
Hal yang aneh pada daftarnya adalah, dia juga memintaku membelikan sebuket bunga? Untuk apa itu? Dia ingin memberikannya pada Alee? Dia ingin mendekati Alee??? Wah menjadi orang yang peka sangat tidak nyaman. Semua terasa terlalu mudah untuk ditebak.
Aku ingin melarangnya mendekati Alee Bell tetapi, dia pasti tidak mau mendengarkanku. Baik, untuk kali ini aku harus membiarkannya. Hanya untuk kali ini saja.
***
Kami tiba di Langue sebuah hotel bintang 5 "The Grade A." Alee dan Manajer Young sudah menunggu kami di sana. Mereka berdiri dengan sopan ketika melihat kami tiba.
"Aku teringat dirimu yang secantik mawar, untuk itu kubawakan ini padamu," Finn memberikan sebuket bunga pada Alee. Aku sudah malas berkomentar mengenai perlakuannya pada perempuan. Alee tersenyum dan mempersilakan kami duduk.
Sebelum aku sempat duduk, Finn berbicara, "Tunggu, apa kamu keberatan jika berbicara berdua saja denganku?" Dia melirikku dan Manajer Young sekilas.
"Kak, tolong tunggu sebentar." Alee berbicara pada Manajer Young. Perempuan itu sangat sopan pada manajernya, sangat berbeda sekali dengan seseorang.
Manajer Young mengangguk. Tanpa mengatakan apa-apa aku berjalan keluar, diikuti oleh manajer Young.