"Arielle, bisakah kau tinggal di Utara saja tanpa kembali ke Selatan?"
Arielle belum bisa menjawab. Kepalanya terlalu kosong untuk merangkai kata. Dampak dari apa yang dilakukan oleh Ronan padanya membuat Arielle sangat terkejut.
Ronan mengusap bibir Arielle pelan. Ia merasa bersalah terlalu memaksa. Namun tak sekecil debu pun pria itu merasa menyesal mencium Arielle. Bahkan jika ia menginginkannya lagi, Ronan bisa saja menarik tengkuk gadis itu untuk lebih mendekat.
"Aku mendapatkan kabar bahwa Nieverdell telah menemukan sepasang serigala liar," kata Ronan.
Mendengar kabar itu memuat Arielle kembali sadar dari lenanya. Didorongnya tubuhnya agar menjaga jarak sang raja.
"Ayah telah menemukan serigala pengganti untukku?" tanya Arielle. Ia terlihat senang.
Alis Ronan berkedut merasa tidak suka akan antusiasme gadis itu yang akan kembali ke kerajaan asalnya. Meskipun status Arielle di Utara hanyalah sementara tetapi ia ingin Arielle berada selalu di dekatnya.
"Hm," jawab sang raja singkat.
"Utara adalah tempat yang menyenangkan… orang-orang di sini juga sangat ramah. Aku menyukai utara… tapi aku punya kehidupan lain di selatan…" ujar Arielle pelan merasa bersalah karena tidak bisa menerima permintaan Ronan.
"Kenapa? Bukankah keluargamu tak menyukaimu? Di sini kau bisa mendapatkan apa pun yang kau mau. Aku akan memberikan apa pun yang kau minta."
Arielle bangun dan berjalan mundur sambil tersenyum ke arah Ronan yang terus menatapnya memohon.
"Di selatan aku ini masih putri dari seorang raja. Aku juga memiliki banyak teman di selatan yang juga aku rindukan. Ada tempat-tempat yang selalu aku datangi dan menyimpan banyak kenangan di sana. Seburuk apa pun itu, Selatan tetaplah rumahku. Dan akan selalu menjadi tempatku berpulang," balas Arielle.
Tangannya meraih beberapa kertas kosong dan pena dari meja sang raja.
"Menikahlah denganku maka dari itu akan kujadikan selatan sebagai rumah dan tempatmu berpulang," ujar Ronan begitu tiba-tiba.
Arielle berdiri terpaku di tempatnya. Ia berbalik untuk meninggalkan ruang kerja itu. Awalnya Arielle ingin pergi tanpa menjawab, tetapi rasanya akan salah meninggalkan sesuatu tanpa diakhiri dengan baik-baik.
"Yang Mulia, aku sungguh berterima kasih atas tawaran yang Anda berikan. Namun kebaikan antar sesama teman tidak bisa dilakukan sejauh itu. Anda harus memikirkan lebih serius akibat dari penawaran Anda barusan."
"Tidak ada teman yang berciuman seperti tadi," gerutu Ronan pelan agar Arielle tak mendengarnya.
"Aku harap Anda tidak akan mengutarakan hal-hal seperti itu lagi di kemudian hari." Arielle membungkuk hormat dan mengundurkan diri diikuti pasukan kelincinya meninggalkan ruang kerja sang raja.
Ronan memukul meja kerjanya kemudian mengumpat pelan. Penolakan Arielle barusan meninggalkan sebuah perasaan tak nyaman di dirinya. Pria itu bangkit dan berjalan pelan ke arah jendela kacanya. Ia menatap sosok Arielle yang menggendong para kelincinya menyeberangi taman istana menuju istana Whitethorn.
Tangannya mengepal erat.
Sebuah ide terlintas di kepalanya membuat pria itu menyeringai. "Hm-hm. Aku sendiri yang akan membuatmu tinggal di Utara lebih lama."
***
Arielle kembali ke kamarnya untuk membagikan kabar bahagia yang barusan ia dapat kepada Tania.
"Tania, apakah kau sudah mendengarnya?" sapa Arielle sambil melepaskan mantelnya yang kemudian diterima oleh Tania.
"Mendengar apa?"
"Kata Yang Mulia Raja, ayah telah menemukan sepasang serigala."
"Benarkah, Yang Mulia?" tanya Tania tak percaya.
Arielle mengangguk dan keduanya berpelukan bahagia. Arielle dan Tania hanya tinggal menunggu dengan sabar karena dalam beberapa bulan lagi mereka akan mendapatkan serigala baru untuk menggantikan serigala yang pernah Pangeran Alexis bunuh.
Arielle menghabiskan sisa hari dengan belajar menulis dan ketika bosan ia akan mengambil kuas dan kanvasnya untuk mulai melukis.
***
Keesokan harinya, Arielle bersiap untuk menyiapkan sarapan untuk sang raja namun Lucas bilang bahwa Ronan telah meninggalkan istana sedari kemarin. Dan Arielle pun hanya bisa kembali ke ruangannya merasa kecewa.
Anehnya, keesokan harinya lagi saat Arielle ingin berkunjung William bilang bahwa Ronan belum kembali. Dan William seorang diri di ruang kerja pria itu menyelesaikan beberapa pekerjaan yang Ronan tinggalkan seharian kemarin.
"Apa ia tidak memberitahumu kemana?" tanya Arielle penasaran.
"Sayangnya tidak." William mendesah panjang. "Dan seharusnya hari ini Yang Mulia Raja harus pergi menuju perbatasan barat sepertinya harus ditunda lagi."
Ah, Arielle ingat dua hari yang lalu juga Ronan bilang ia akan menuju barat dan berniat untuk mengajak Arielle melihat hutan Frostberry yang sedang panen. Sekali lagi Arielle harus kembali ke ruangannya dengan kecewa.
Namun kali ini Arielle tidak langsung kembali ke istana Whitethorn melainkan menuju bangunan di selatan, yakni Cathedral. Tak ada bangsawan atau orang lain di aula berdoa. Arielle melepaskan mantelnya kemudian memilih duduk di bangku terbelakang.
Gadis itu menangkup kedua tangannya kemudian menunduk membaca doa di dalam hatinya. Seorang pendeta masuk untuk mempersiapkan persiapan pemberkatan pagi. Melihat Arielle seorang diri, pendeta itu menyapa sang putri yang dibalas Arielle dengan senyuman ramah.
Beberapa orang mulai masuk ke dalam aula pemberkatan. Arielle memperhatikan mereka dengan seksama, beberapa orang dengan pakaian yang lebih bagus menandakan mereka berasal dari keluarga bangsawan duduk di kursi-kursi barisan depan dan orang-orang yang berpakaian biasa memilih kursi di belakang.
Tak banyak yang datang, tetapi bagi Arielle yang selalu melihat Cathedral di Selatan yang selalu sepi baginya sepuluh orang itu cukup mengagumkan. Senyumnya terukir saat seorang pendeta membuat sebuah trigram dan memberikan kehangatan untuk para pengunjung.
Setelah acara pemberkatan selesai, semua orang mulai meninggalkan aula satu per satu meninggalkan Arielle yang masih setia di tempat duduknya.
"Anda masih di sini, Yang Mulia?"
"Iya, aku merasa sangat nyaman di sini," ujar Arielle.
"Perkenalkan, saya adalah Pendeta Jill yang bertanggung jawab untuk acara pemberkatan di Cathedral."
"Oh, salah satu Pendeta tinggi seperti Pendeta Elis?"
"Benar, Yang Mulia."
Arielle segera bangkit dan membungkuk hormat ke arah Pendeta Jill. "Salam kenal, Pendeta Jill. Aku Arielle Dellune dari Nieverdell."
Pendeta Jill terkekeh pelan. "Anda tak perlu seperti ini. Saya telah mengenal Anda. Saya yang memberi Anda pemberkatan kepada Anda saat Anda berkunjung dengan yang Mulia Raja pada saat itu."
"Oh, astaga. Maafkan aku yang melupakan hal itu. Terima kasih sudah menerimaku dengan baik.Dan kemungkinan aku akan sering berkunjung ke sini."
"Dengan senang hati, yang mulia. Sebuah kehormatan bagi kami."
"Pendeta Jill, apakah kegiatan Anda sudah selesai?" tanya Arielle.
Pendeta Jill melihat sekeliling aula dan mengangguk. "Untuk pagi ini, tugasku sudah selesai."
"Kalau begitu, bolehkah aku bertanya beberapa hal?"
"Dengan senang hati, Yang Mulia."
Arielle dan Pendeta Jill pun meninggalkan aula pemberkatan melalui pintu khusus. Arielle baru pertama melihat pintu tersebut dan kini keduanya sudah berada di sebuah taman sederhana dengan gerbang besar.
Pendeta Jill menjelaskan bahwa itu adalah gerbang untuk orang-orang yang bukan berasal dari istana untuk masuk ke dalam aula pemberkatan. Dan pintu yang selalu Arielle lalui adalah pintu penghubung Cathedrall menuju istana.
"Pendeta, tadi Anda membuat trigram apa?" tanya Arielle penasaran.
Pendeta Jill menggerakkan jemarinya dan muncul gambar trigram di sekeliling pergelangan tangannya. Tak ada cahaya yang muncul seperti yang dibuat oleh Pendeta Elis namun Arielle bisa merasakan sebuah kehangatan yang terpancar di sana.
"Trigram panas."
"Dan bagaimana Anda membagikannya kepada orang-orang tadi?"
Pendeta Jill mengeluarkan sebuah atu kristal berukuran kecil.Terdapat ukiran trigram dalam ukuran yang lebih kecil. Kristal itu berukuran setengah dari jari kelingking Arielle.
"Saya menyimpan panas itu dalam batu ini. Dan bari mereka yang membutuhkan bisa membawa batu kristal mereka untuk kami isi dengan mana apa yang mereka butuhkan."
Entah kenapa tetapi Arielle selalu merasa kagum akan penjelasan tentang mana beserta kekuatan mereka. Arielle menggunakan kesempatannya untuk bertanya banyak tentang penggunaan mana.
"Pendeta Elis selalu melakukan yang terbaik dalam riset mengenai ilmu pengetahuan. Jika Yang Mulia memiliki pertanyaan lebih banyak, Anda bisa bertanya kepada Pendeta Elis. Saya belajar banyak dari beliau."
Keduanya sampai pada taman kecil tempat pohon Frostberry berada dan Pendeta Jill izin mengundurkan diri.
Arielle menatap pohon-pohon itu dengan kecewa. Tak ada satu buah pun yang tersisa untuk dicicipinya. Ia sedikit kecewa karena tidak jadi diajak untuk melihat hutan Frostberry. Namun mau bagaimanapun Arielle tak bisa memaksakan kehendaknya. Jika orang yang mengundangnya berubah pikiran untuk tidak jadi mengajaknya, Arielle tidak bisa melakukan apa-apa.
Arielle termenung untuk sesaat.
Ia teringat akan tawaran Ronan yang meminta untuk menikah dengannya. Arielle kembali sedih karena pria itu dengan mudahnya meminta seorang perempuan untuk menikah dengannya.
Northendell butuh sosok seorang ratu yang bijaksana dan menjadi panutan semua orang. Sedangkan dirinya… tidak dilahirkan untuk menjadi seorang ratu.
Arielle menjadi lebih sedih sekarang. Ia benar-benar tak tahu apa yang terjadi pada dirnya. Ia menolak permintaan sang raja begitu saja pada jauh dalam lubuk hatinya ia merasa nyaman dengan kehadiran pria itu.
Jantungnya selalu berdebar lebih cepat. Pelukan yang ia berikan untuk pria itu juga berbeda dengan pelukan yang ia berikan untuk Tania. Wajahnya memerah mengingat ciuman mereka.
Arielle akui ia tidak membencinya. Ia terlalu bingung dengan apa yang terjadi. Semua ini perasaan yang baru bagi Arielle sehingga gadis itu tidak bisa mengartikannya sebagai apa.
Arielle kembali ke taman istana, memilih duduk di dekat air mancur yang menyemburkan air hangat. Ia sedang tidak berniat kembali ke kamarnya karena keluarga kelinci itu pasti tidak akan meninggalkannya sendiri.
Ini saja Arielle sudah bersyukur setengah mati sudah bisa meninggalkan ruangannya seorang diri karena mereka sedang tertidur.
AWOOOO!!!
Tubuh itu menegang hebat mendengar lolongan serigala. Tidak mungkin hewan itu terlepas kan? Bulan purnama masih lama.
Arielle berani bersumpah mendengar lolongan serigala dengan jarak begitu dekat. Ia melihat sekeliling dan tak melihat sia pun di taman itu. Bahkan biasanya akan ada satu atau dua ksatria pengawal yang berjalan dari istana Blackthorn menuju Colosseum tetapi kali ini hari begitu sepi.
Arielle memicingkan matanya melihat sosok tinggi berjalan ke arahnya dari arah gerbang Colosseum.
"Yang Mulia?" tanya Arielle memicingkan matanya melihat sosok itu yang terus mendekat.
Ronan terlihat berbeda dari biasanya. Pria itu terlihat tampan dengan pakaian yang tidak seperti biasanya. Kali ini ia mengenakan sebuah kemeja hitam tipis di udara dingin seperti ini. Ketiga kancing teratasnya terlepas menunjukkan sedikit luka yang pernah Arielle lihat.
Namun bukan itu yang membuat Arielle merasa aneh. Pria itu tak mengenakan topengnya di luar kamar atau ruang kerjanya. Bukankah ini berarti orang lain bisa melihat wajahnya? Rambutnya juga terlihat berantakan sekali.
Ronan terus mendekat dan tanpa aba-aba ia menenggelamkan bibirnya pada bibir Arielle.