Persiapan keberangkatan mereka menuju Desa Frostmount telah selesai. Desa Frostmount sendiri terletak di dekat perbatasan kerajaan barat, Kerajaan Wolgast.
Ini menjadi salah satu desa yang cukup ramai karena fungsinya sebagai penghubung menuju Wolgast. Desa Forstmount menjadi tempat singgah para pedagang juga bangsawan.
Kerajaan Wolgast sendiri adalah salah satu kerajaan pilar bersama Northendell di Utara, Nieverdell di Selatan dan Thebis di Timur. Kondisi geografis Wolgast hampir mirip dengan Nieverdell, tidak ekstrem layaknya Northendell ataupun Thebis yang hanya berisikan gurun pasir. Sehingga orang-orang di sana tidak mampu membuka aliran mana mereka.
Arielle ingat saat perwakilan Wolgast berkunjung ke Selatan, seluruh pangeran dan putri Nieverdell dibagikan banyak gaun-gaun indah serta permata yang berkilau. Arielle tidak mendapatkannya karena pada saat itu ia tidak hadir dalam pesta. Kata Tania, orang-orang barat, cukup lihai dalam urusan perdagangan dan itulah yang membuat mereka menjadi kerajaan yang kaya dan makmur.
"Yang Mulia, kereta Anda telah siap."
Arielle menoleh dan melihat Lucas di dekat pintu kamarnya. Arielle meletakkan cangkir teh putih tersebut di atas piring kecil. Ia melihat Tania yang tersenyum ke arahnya.
Wanita itu meraih mantel merah dengan bulu hitam di sekeliling bagian leher untuk menambah kehangatan Arielle di luar sana. Setelah memasangkannya pada sang putri, wanita tua itu ikut meraih mantelnya sendiri.
"Aku bisa membawanya sendiri,Tania."
Arielle meraih kopernya cepat saat wanita itu ingin membawakannya.
"Tapi ini adalah tugasku," ujar Tania.
"Tugasmu adalah menemaniku," balas Arielle lembut.
Lucas yang sedari tadi menunggu tersenyum melihat kelembutan hati sang putri.
"Kami sudah siap," ujar Arielle kepada Lucas.
Pria itu mengulurkan tangannya dan meraih koper milik sang putri.
"Izinkan saya membantu."
Arielle membiarkan Lucas membantu membawakan koper miliknya. Ia melingkarkan tangannya pada lengan Tania dan jalan beriringan. Di halaman istana telah mneunggu sebuah kereta kuda dan beberapa ksatria bersama kuda mereka masing-masing. Ronan tengah berbincang bersama William. William memberikan isyarat untuk rajanya menoleh ke belakang. Ronan pun mendengarkan.
Segera Ronan hentikan pembicaraan singkatnya bersama William untuk menjemput Arielle.
"Maaf membuatmu menunggu lama. Kami harus membersihkan tumpukan salju akibat badai semalam."
"Tidak apa-apa, Yang Mulia. Aku menikmati waktuku dengan baik," balas Arielle.
Ronan tersenyum di balik topengnya. Ia membantu gadis itu naik ke atas kereta. Di dalam kereta akan ditempati tiga orang, Arielle, Tania juga salah satu murid pendeta untuk membantu menghangatkan Arielle juga pelayannya.
Ronan menutup pitu kereta pelan. Ia meminta Arielle untuk mendekat ke jendela.
"Iya?" tanya Arielle setelah membuka jendela tersebut.
"Perjalanan akan membutuhkan waktu sekitar dua hari. Jika kau ingin beristirahat katakan kepadaku, jangan memaksakan dirimu. Aku akan berkuda tepat di belakangmu. Paham?"
Arielle mengangguk membuat Ronan merasa gemas. Sekali lagi, Ronan ingin mencium Arielle tetapi gadis itu kembali menutup jendela kereta yang menghalangi sambil tersenyum ke arahnya. Ronan hanya bisa membalas dengan senyumnya singkat kemudian kembali ke kudanya.
"Kau terlihat kecewa, Yang Mulia?" tanya William khawatir sedikit menahan tawa.
"Diamlah. Kau tak bisa melihat wajahku. Jangan berasumsi macam-macam," jawab Ronan dingin.
William hanya terkekeh dan kembali ke kudanya.
Rombongan kereta dan kuda itu pun meninggalkan halaman istana. Dan Lucas yang ditinggal sendiri pun hanya mendesah panjang. ENtah kenapa ia merasa iri, Lucas juga ingin menikmati hutan Frostberry.
***
Kereta melaju dengan kecepatan sedang. Di barisan terdepan, seorang ksatria berkuda dengan membawa bendera lambang kerajaan. Mereka memilih jalur umum meski pun jarak yang ditempuh lebih panjang agar jika Arielle ingin beristirahat maka mereka bisa berhenti di desa terdekat.
Selain itu jalur pegunungan tidak cocok dilalui oleh kereta, jalan yang mereka lalui tidak terlalu rata dan Ronan tidak ingin Arielle merasa tak nyaman dalam perjalanan pertamanya di Northendell.
Arielle menyingkap gorden jendela untuk melihat pemandangan di luar kereta. Di luar, seluruh tanah ditutupi oleh salju putih. Beberapa pohon juga berdaun putih, tak ada warna lain selain warna putih. Sepertinya mereka tengah berjalan di sebuah jalan perbukitan karena Arielle tak melihat satu pun rumah di sekitar.
"Boleh kah aku membuka jendelanya?" tanya Arielle pada murid pendeta tersebut.
"Jika itu yang Tuan Putri inginkan, saya tidak bisa menolak," jawabnya dengan sopan.
"Terima kasih…." Arielle tak tahu siapa anak remaja itu. "Siapa namamu?"
Remaja laki-laki itu itu mengerjap sebentar dan melirik ke arah wanita tua di samping sang putri. Tania mengangguk memberikan izin remaja itu untuk menjawab.
"Namina, Tuan Putri."
Arielle tertawa kecil melihat anak itu yang merona.
"Kau bisa menggunakan mana panas atau cahaya?" tanyanya penasaran.
"Hanya panas, Yang Mulia. Saya ditugaskan agar Tuan Putri dan pelayan tidak kedinginan selama perjalanan"
"Kau pernah berada di kondisi ekstrem di usiamu yang semuda ini?" tanya Arielle khawatir. Arielle memperkirakan anak itu baru berusia tiga belas atau empat belas tahun. Rambut hitamnya dipotong pendek dengan rapi. Ia juga menggunakan kalung kristal yang Pendeta Jill pernah jelaskan bisa menyimpan panas atau cahaya…
"Saya tidak tahu pasti apa yang terjadi. Karena saya telah menghabiskan sleuruh hari saya di Cathedrall. Pendeta Elis dan Pendeta Jill bilang saya ditemukan di dekat panti yatim-piatu terdekat. Karena saya tidak menangis, orang-orang pati tidak menyadari adanya bayi di dalam keranjang yang ditinggalkan di sana. Dan kebetulan malam itu sedang terjadi badai salju."
Ia menambahkan, "Mereka menemukan saya di hari berikutnya dengan tubuh yang sangat panas, maka dari itu mereka segra mengantarkan saya kepada orang Cathedrall. Karena aliran mana di tubuh saya telah terbuka, maka Pendeta Elis merekrut saya untuk menjadi salah satu murid pendeta. Dan saya belajar banyak dari Pendeta Elis."
Arielle terkesiap. Ia merasa sedih mendengar seorang anak remaja telah melalui hal seberat itu sejak ia kecil. Arielle ikut merasa simpatik. Meskipun Namina telah mendapatkan kehidupan yang layak di istana tetapi pasti jauuuuuuuh di dalam lubuk hatinya ia pernah bertanya siapakah orang tuanya yang tega membuang seorang bayi merah yang tidak tahu apa-apa…
Arielle merasakan hal yang sama. Meskipun ia hidup di istana, ia sering bertanya-tanya siapakah sosok ibunya… Kenapa ia harus ditinggalkan sendirian bersama ayahnya. Jika pun ibunya hanyalah orang dari pedesaan terkecil, Arielle rasa tetap akan lebih baik baginya hidup di desa bersama ibunya ketimbang hidup di istana yang sama sekali tidak ramah kepadanya….
"Kau bahagia dengan kehidupanmu yang sekarang?" tanya Arielle kepada Namina.
Remaja laki-laki itu mengangguk pelan dengan senyum lebar menampilkan gigi rapinya.
"Aku beruntung dipertemukan dengan Pendeta Elis dan menjadi muridnya. Aku juga beruntung bisa tinggal di istana karena makanan di sana lebih enak dari yang ada di panti asuhan."
Arielle ikut tersenyum. Tipikal jawaban anak kecil, pikirnya.
"Yang Mulia Raja Ronan juga memimpin kerajaan dengan sangat hebat. Aku sungguh mengaguminya… Meskipun terkadang ia bisa sangat menyeramkan,"
"Menyeramkan?" tanya Arielle.
Namina menutup mulutnya cepat. Sial, ia terlalu nyaman berbincang sehingga hampir berbicara yang tidak-tidak kepada sang putri. Namina memutar otaknya cepat mencoba menari alasan atau mengubah topik pembicaraan lain.
"Yang Mulia kan pernah melawan naga… Menurutku seseorang yang pernah melawan naga tidak bisa dipandang sebelah mata. Beliau adalah orang terkuat di seluruh Utara dan daratan Forsham."
Arielle mengangguk setuju.
"Lalu apakah Yang Mulia tidak khawatir meninggalkan istana dalam keadaan kosong?"
"Anda tak perlu khawatir Tuan Putri, di Utara bukan hanya Yang Mulia Raja yang kuat. Kami memiliki ksatria prajurit terhebat di bawah pimpinan seorang ksatria terhebat bernama Tuan Kael. Kami juga memiliki pimpinan armada laut terhebat bernama Laksamana Lazarus."
"Tuan Kael dan Laksamana Lazarus? Mereka siapa? Dan kenapa aku belum pernah melihatnya? Aku kira William adalah seorang ksatria terkuat di Utara?"
"Tuan William memang sangat kuat. Namun Tuan William bertugas untuk urusan diplomatik sedangkan Tuan Kael memang ditempa untuk memimpin pasukan Utara sebagai perwakilan sang raja. Tuan Kael adalah adalah satu-satunya orang yang menjadi saksi mata mengantarkan Raja Ronan ke dalam sarang naga di pegununagan Birwick," Namina menjelaskan.
Ia lalu menambahkan, "Tuan Kael kembali dengan keadaan yang terluka parah. Karena luka-lukanya, Tuan Kael tidak terlalu menyukai keramaian, ia selalu menyendiri. Hanya terpanggil jika ada perang atau sebuah keributan."
Arielle mengangguk-anggukkan kepalanya mendengarkan cerita Namina.
Kenapa tak ada orang yang bercerita tentang pria itu kepadanya? Pantas saja, Yang Mulia Raja begitu mudah meninggalkan istana dua hari yang lalu tanpa memberitahu WIlliam, karena memang mereka sudah ada orang lain yang mnejaganya.
"Lalu bagaimana dengan Laksamana Lazarus?" tanyanya kemudian.
"Oh, pria itu sama sekali tidak akan kembali ke istana jika tidak dipanggil oleh Yang Mulia Raja. Tuan Lazarus hanya akan menghabiskan waktunya bersama laut. Mungkin hanya setahun sekali, mereka semua akan berkumpul bersama. Yang Mulia Raja, Tuan William, Tuan Kael, dan Tuan Lazarus. Biasanya mereka akan bertemu di hari ulang tahun Yang Mulia Raja."
Hanya mereka berempat? Bukankah Lucas dan Pendeta Elis juga sering menghabiskan waktu dengan sang raja?
"Lalu bagaimana dengan Lucas dan Pendeta Elis?"
"Mereka memang sering bergabung dengan urusan kerajaan namun mereka tidak termasuk keempat pilar. Keempat pillar dibangun oleh Yang Mulia raja karena mereka berempat adalah teman dari semasa kecil. Tuan Lucas adalah junior mereka sedangkan Pendeta Elis sedari kecil belajar di Cathedral bersama Pendeta Louise, ayahnya."
"Mereka terdengar sangat luar biasa," ujar Arielle.
"Mereka memang sangat mengagumkan," balas Namina, mengkonfirmasi hal tersebut.
Arielle mencoba membandingkan apa yang terjadi di Nieverdell. Di selatan, mereka hidup dengan sangat makmur. Bahkan Arielle tidak yakin mereka memiliki kekuatan armada laut.
Arielle mengulurkan tangannya keluar untuk merasakan terpaan angin. Meskipun salju tidak turun tapi satu atau dua butir salju jatuh ke tangannya saat melewati daerah dengan beberapa pepohonan.
Ronan berkuda dengan damai di belakang kereta tempat Arielle berada. Ia sedikit memiringkan kepalanya melihat tangan gadis itu yang terulur. Ia terkekeh geli saat gadis itu mengibaskan tangannya kedinginan saat sebuah tumpukan salju tumpah di tangannya ketika mereka melewati pohon.