Semua bermula saat seorang penyihir dengan tingkat kejeniusan yang sangat luar biasa di Negeri Swan. Ia menikahi seorang gadis dari kaum Deformem, manusia berwajah jelek. Ikatan cinta yang terjadi antara keduanya melahirkan seorang gadis kecil yang juga menjadi bagian dari keturunan Deformem. Wajahnya dipenuhi bekas luka yang tak bisa dihilangkan dengan apa pun.
Saat itu juga, Tetua Avus, peramal sekaligus penyihir di Negeri Swan mengumumkan hasil ramalan yang hampir membuatnya menjadi gila. Pasalnya, ramalan ini berkaitan dengan kaum Deformem. Kaum minoritas itu akan sangat menjadi berbahaya untuk para penyihir.
Selang beberapa jam ramalan itu diumumkan di depan Istana Swan, Negeri itu langsung mendapat kiriman ilmu sihir yang jumlahnya tak terhingga. Mereka tak menginginkan kekuasaan, melainkan berambisi untuk menghabisi kaum Deformem agar ramalan itu tak terjadi.
Kemunculan Ahool, si kelelawar raksasa berkepala monyet yang dibawa oleh para penyihir menghancurkan Negeri itu hanya dalam waktu satu malam. Mala petaka ini mengakibatkan hukuman mati yang dijatuhi kepada tetua Avus, karena dianggap menyebarkan isu yang membuat Negeri menjadi kacau balau.
Gadis kecil yang baru saja lahir itu terpaksa dititipkan kepada seorang penyihir yang istrinya juga baru saja melahirkan. Untungnya, istri penyihir itu adalah seorang manusia yang berasal dari Negeri dongeng. Mereka berhasil menyembunyikan anaknya dan anak Deformem tersebut di Negeri Lamunan (Negeri Dongeng).
Namun, para penyihir lebih cerdik dari mereka. ia mengetahui apa yang terjadi dan menyerap sihir dari pria yang menyembunyikan kaum Deformem tersebut. Pria itu membawa kedua bayinya ke dunia nyata. Tapi sayang, istri dari pria itu harus mati akibat terkena sihir saat ia hendak melintasi dua dunia yang berbeda tersebut.
Ahool dan para penyihir membantai habis kaum Deformem, termasuk penyihir yang menikahi kaum minoritas itu dan istrinya.
***
200 tahun lamanya Negeri itu terpecah belah. Perlahan kaum Deformem sudah tak dikenali lagi di negeri tersebut. Generasi demi generasi hanya mengetahui bahwa negerinya hancur karena ulah penyihir dan Ahool, meski Ahool telah terkurung di Gunung Siang, yang di mana ia akan selalu tertidur di sana. Namun, berita menghilangnya Putri Swan membuat negeri itu semakin ricuh.
"Putri telah menghilang!!"
"Putri menghilang!!"
Ratu Ular, Medusa, tengah berusaha mengambil keuntungan dari kekacauan ini. Saatnya memperluas daerah kekuasaan, begitu pikirnya membuat kawasan bagian utara menjadi bebatuan. Tak hanya dia, Ratu alam pun turut meramaikan kekacauan tersebut dengan memperluas hutan di bagian selatan negeri tersebut.
Penculikan anak Putri Duyung yang dilakukan oleh para penyihir secara massal, membuat lautan menghitam akibat kurangnya energi positif dari ekor duyung yang tidak bahagia.
Di tempat terpencil negeri tersebut terdapat rumah tua yang juga sudah termakan oleh tanaman liar dan semak yang dilakukan oleh Ratu Alam. Ada seorang pria tua yang tengah membaca buku dan sedang duduk di kursi goyangnya. Tertulis pada sebuah kertas di dinding depan wajah pria itu.
[Akan datang seorang gadis Deformem dengan sihir yang mengerikan bersama ketiga temannya. Negeri Swan bergantung pada nasibnya.]
[Ramalan Energi Bulan ...]
Sebagian dari kertas itu sudah berlubang akibat usianya yang sudah tidak baru lagi.
***
Di dunia nyata, waktu berlalu sepuluh tahun lebih lambat. Baru saja 20 tahun berlalu. Di suatu kota terdapat seorang gadis yang buruk rupanya. Dia bukan gadis desa juga bukan tuan putri. Dia hanya manusia yang berada di ujung garis keadilan Tuhan. Dia adalah debu yang menyebalkan dan semua orang berniat untuk melenyapkannya dari kehidupan. Jangankan untuk mendapat pujian. Mendapat perhatian pun ia tak pantas.
Wajahnya lebih menjijikkan dari seorang monster. Jerawat-jerawat itu seolah telah tertanam secara permanen di kulit wajahnya. Jerawat itu juga membekaskan luka dan tumbuh di bagian yang lain.
Hidup menjadi wanita jelek seperti ini, sangat menyusahkan! Itu kalimat yang selalu ia katakan dalam benaknya.
***
Seorang gadis sedang menggaruk kepala sambil mengelap meja-meja di Kafe Indra. Ya, Dia karyawan di sini. Tentu saja pemiliknya adalah Indra. Pria berkulit putih mulus dan bertubuh proporsional itu sedang menyiapkan semua bahan masakan yang akan mereka gunakan untuk memasak menu yang ada di sana.
"Bella!" teriak Indra.
Bella menghampiri Indra yang sedang memasukkan semua bahan masakan ke dalam kulkas. Bella sudah lama menyukai pria itu, tetapi ia sadar diri. Siapa Bella? Wanita menjijikkan yang tak pantas untuknya.
"Aawww!!" teriak Indra. Tak sengaja gadis jelek itu menginjak tangan bosnya.
"Maafkan aku!" Segera Bella membungkuk. Entah berapa juta kali dia sudah meminta maaf pada Indra di sepanjang hidupnya. Sudah banyak kesusahan yang ia cipratkan kepada bosnya itu.
"Perhatikan langkahmu," ucap Indra, berdiri membawa 1 rak telur dan menaruhnya di atas meja.
Kepala Bella terus saja terasa gatal. Sudah lelah ia menggaruknya. Lagi-lagi insting manusiawi mendorongnya untuk mengelupas luka bekas jerawat di wajahnya.
"Cuci tanganmu!" perintah Indra membuatnya terkejut dan segera melakukan apa yang diperintahkan.
Pelanggan mulai berdatangan dan Bella segera menyambut mereka dengan buku catatan kecil dan pulpen untuk mencatat semua pesanan mereka. Ia memulainya dengan seorang pria yang terlihat sangat buru-buru. Mungkin dia tak memiliki banyak waktu untuk sarapan di sana.
"Melihat wajahmu saja membuatku ingin muntah. Ah, hilang selera makanku!" bentak pria itu saat Bella menghampirinya. Ia terus mendesah jengkel dan pergi sebelum memesan. Bella terdiam menatap kepergiannya.
Gadis itu menghela napas dan mulai menerima pesanan dari beberapa orang yang lain. Sebagian dari mereka pun menutup mulutnya dan seolah ingin muntah setiap kali Bella berlalu di dekatnya. Tak semua dari mereka, juga ada yang biasa saja meski Bella menghampirinya.
Baru saja ia selesai mengantarkan pesanan mereka. Tiba-tiba salah seorang wanita berteriak memanggilnya.
"Kau!!" Bella bergidik terkejut akan teriakan itu. "Apa kau tuli? Aku memesan Cappuccino!" teriaknya lagi.
Kembali ia memeriksa catatannya. Tidak, dia tak memesan Cappucino. Dia memesan Coffee Latte.
"Tapi aku sudah menulisnya. Kau memesan Coffee Latte," ucapnya sambil membungkuk.
"Sejak kapan aku memesan Coffee Latte?! Sudah sangat jelas aku mengatakan Cappucino!!" teriak wanita itu semakin menjadi sambil berdiri dan menghampiri Bella.
"Tetapi, aku sudah mencatatnya sesuai dengan apa yang kau katakan," bantah Bella lagi.
Satu pukulan kuat mendarat di pipi gadis itu. Wanita tersebut menamparnya. Tamparan itu membuat Bella terdiam. Baiklah, Bella memang salah menulisnya. Anggap saja begitu. Meski dia tahu bahwa wanita itu mengatakan Capuccino bukan Coffee Latte. Air mata Bella menetes. Bukan sakit karena tamparan, tetapi sakit karena merasa dunia sangat kejam.
"Kau bisa pergi tanpa membayarnya, Nona. Silakan!" tegas Indra.
"Karyawanmu—"
"Silakan!" tegas Indra menekan intonasinya. Pertanda bahwa ia tak ingin wanita itu terus berada di Kafe lebih lama. Wanita itu mengambil tasnya dan pergi dengan perasaan kesal.
"Kau tak apa-apa?" tanya Indra pada Bella.
"Maafkan aku. Maafkan aku!" ucap Bella sambil terus membungkuk di hadapan bosnya itu.
Air matanya terus menetes setiap kali ia mengingat detik-detik wanita itu menamparnya. Ini bukan pertama kalinya, tetapi tetap terasa menyakitkan. Indra menarik tangannya masuk ke dapur.
"Biar aku yang mengurus semua," ucapnya kembali ke luar dan melayani pelanggan yang baru saja berdatangan.
Bella duduk di lantai sebelah kulkas. Menutup wajahnya dengan lengan. Hidup memang tidak adil. Setidaknya tunjukkan padanya bahwa hati gadis jelek itu tak seperti wujudnya.
"Aaawww!!" teriaknya secara tiba-tiba. Seseorang menginjak kaki jeleknya.
"Maaf. Aku hanya ingin membuat sepatumu terlihat seperti kau. Jelek!"
Ya, itu dia. Yusuf, adik Indra. Dia hanya 2 tahun lebih muda dari Bella dan Indra, tetapi dia tak pernah menganggap bahwa perbedaan usia mengharuskannya untuk menghormati Bella. Hanya dia satu-satunya orang yang bisa Bella lawan. Karena dia tak lebih tua darinya.
"Dia sudah jelek sejak awal aku membelinya!" bantah Bella.
"Sama seperti kau. Jelek sejak lahir!" ejeknya lagi.
"Iya!" tegas Bella. Kembali Yusuf menginjak sepatu itu hingga membuatnya benar-benar menjadi kotor.
"Hentikaan!!" teriak Bella menjauhkan kaki Yusuf dari sepatunya.
"Ha ha, jelek dari lahir?" ejek Yusuf lagi dan lagi.
"Yusuf!!" teriak Bella penuh geram. Kakinya benar-benar akan remuk jika Yusuf tak menghentikannya.
"Apa yang kau lakukan di sini?!" Suara tegas milik Indra membuat mereka terkejut.
"Kapan kau akan memecat si Jelek ini?!" ucap Yusuf sinis.
"Bukan urusanmu," jawab Indra berlalu. "Cuci piring ini, sudah bertumpuk!" lanjutnya. Segera Bella berdiri menuruti perintahnya. Tertunduk ia melihat sepatunya yang sudah koyak dan benar-benar tak layak pakai akibat ulah Yusuf. Ia hendak memukul adik bosnya itu. Tapi Indra segera berdehem pertanda bahwa Bella harus segera melakukan perintahnya.
***
Bella menjinjing sepatu yang sudah bolong bagian atasnya itu. Benar-benar sudah rusak. Bella berjalan tanpa alas kaki. Indra memintanya untuk pulang lebih awal karena tidak mungkin ia bekerja tanpa alas kaki. Lagi pula Bella sudah banyak membuatnya menderita.
"Uh, Tuhan!! Aku juga ingin hidup seperti orang lain!!" teriaknya di jalanan dan tiba-tiba terdiam.
Seseorang menuang air mineral dari kaca mobil yang sedang melewatinya. Air itu membasahi seluruh wajahnya. Hm, sepertinya Bella tahu jawaban dari Tuhan. Dia hidup seperti orang lain? Itu mustahil.
Sesampainya di Kosan, Bella langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Aren, sahabat Bella sedang memandangi buah dadanya di depan cermin. Dia terus melakukan pose-pose panas. Ya, memang itu profesinya, model majalah panas. Dengan tubuh yang sangat indah itu. Bella iri melihatnya.
"Ren!" panggil Bella.
"Coba kau lihat. Jika aku berpose seperti ini, apa dadaku terlihat kurang berisi?" tanyanya.
"Pesankan aku sepatu di toko online," gumam Bella sambil berbaring.
"Lihat dulu! Apa dadaku terlihat kurang berisi?" tanyanya lagi. Bella menoleh dan langsung mengangkat jempolnya. Ya, begitu saja, dia akan mengerti jawaban dari gadis jelek itu.
"Baiklah!! Kau memang gadis tercantik di dunia ini!!" Hm, dia selalu memujinya dengan kata-kata itu, tapi kini Bella merasa Aren sedang menghinanya yang memiliki penampilan tak seindah dia. Bella bisa apa? Sudahlah, terima saja.
***
5 hari sudah Bella tak bekerja dan tak keluar Kosan sama sekali. Hanya Aren yang berbelanja dan bekerja selama ia belum mendapatkan sepatunya. Hari ini, Aren tengah sibuk menggunting semua foto panasnya yang ada di majalah. Dia juga menempelkannya di sebuah buku tulis yang ia buat khusus sebagai 'Buku Kumpulan Foto Panas Model Aren'.
Seseorang mengetuk pintu. Segera Bella membukanya. Ya, itu kurir yang mengantar sepatu yang Aren pesan.
"Terima kasih, Mas," ucap Bella mengambil alih paket berbalut plastik hitam berbentuk kotak itu.
Yusuf berdiri di seberang Kosan mereka. Ya, Kosan Putra dan Putri berada berseberangan. Sangat kebetulan Kosan Indra dan Yusuf berada tepat di hadapan Kosan Aren dan Bella. Cukup sulit untuk mendapatkan kamar Kosan di lantai dua seperti itu.
Indra ikut tinggal di sana untuk menemani dan menjaga Yusuf yang masih bersekolah. Bella dan Aren sengaja tinggal di sana karena Bella ingin bertemu dengan Indra setiap hari. Meski Bella juga harus bertemu dengan Yusuf.
Bocah itu membuat gerakan seolah dia mengejek wajah Bella yang jelek. Ia juga menggaruk kepalanya, pertanda bahwa ia mengejek rambut Bella yang banyak kutunya. Bella mengepal tangan dan menunjukkannya kepada Yusuf sebagai pertanda bahwa ia akan memukul bocah itu. Yusuf terus mengejek tanpa mempedulikan balasan Bella. Gadis itu menghempas pintu Kosan dan masuk dengan kesal.
"Aaa!" teriak Aren terkejut. "Kalau sampai pintu itu terlepas. Aku tidak akan menggantinya!!" teriaknya lagi, menghela napas dan kembali menggunting majalahnya.
"Mari kita lihat sepatuku yang cantik!" teriak Bella merampas gunting yang ada di tangan Aren. Cukup sulit membukanya. Ia menggigit plastik itu.
"Iiiuew, Bella!! Astaga ... Liurmu!" jerit Aren sambil berlagak akan muntah melihat plastik yang membasah akibat air liur Bella. Namun, gadis itu tidak peduli. Ia butuh sepatu itu untuk bekerja di Kafe Indra.
Ia membuka kotak putih bersih yang lumayan berat di pangkuannya. Seketika, mata Aren terbelalak.
"Dasar bodoh!" umpatnya dan mendaratkan pukulan di kepala Bella. Sepatu itu tidak sama dengan sepatu yang Aren pesan untuknya. "Ini sepatu pria!" jerit Aren lagi.
"Cepat kirim pesan pada tokonya! Kenapa bisa berbeda seperti ini?!" teriak Bella.
"Huek." Lagi-lagi Aren ingin muntah. "Iya akan aku kirim pesan. Tutup mulutmu, aku tak tahan mencium baunya!"
***
Hari berikutnya, satu kurir kembali mengantar sepatu dari toko online yang Aren pesan. Kembali Bella mengambil sepatu itu. Benar, ini sepatu yang Aren pesan untuknya, tetapi kenapa ada dua sepatu?
"Kau pakai saja sepatu itu!!" perintah Aren setelah melihat sepatu yang baru datang malah lebih bagus dari sepatu sebelumnya.
"Itu sepatu pria!!" teriak Bella
"Huek! Iya iya, aku tahu. Iya! Jangan buka mulutmu selebar itu!" jeritnya yang hampir mengeluarkan seluruh isi perutnya.
***
2 hari setelah sepatu salah kirim itu sampai di Kosan, Bella sudah mengatakan pada Indra bahwa ia akan bekerja hari ini. Namun, hampir seminggu tak bekerja membuatnya terbiasa untuk bangun siang. Kali ini Bella terlambat.
Kalang kabut ia bersiap. Sudah terlambat, ditambah lagi kesialan hari ini. Hidupnya memang tak dipantaskan untuk beruntung. Sepatunya dipakai oleh Aren. Bella sudah berjanji pada Indra akan bekerja hari ini. Bagaimana ini?!
Sudahlah tak ada pilihan lain, ia harus memakai Sepatu Salah Kirim itu. Untuk apa malu? Bella memang sudah tak memiliki harga diri.
Bella memakai sepatu itu di kakinya. Ada sedikit rasa geli saat ia memakainya. Bulu-bulu halus di wajahnya bahkan seluruh tubuhnya seakan bergerak tertiup angin. Geli sekali. Mungkin karena pintu dan jendela Kosan yang terbuka.
Segera Bella berlari ke luar dan menuruni tangga. Ya, Kosan itu terlihat seperti rumah susun. Sialnya Bella hari ini. Yusuf juga berlari menuruni tangga dan berpapasan dengannya. Dia menatap Bella dengan wajah yang aneh. Tak seperti biasanya yang akan langsung mengejeknya tiap kali mereka bertemu. Kali ini, dia terdiam dan hanya menatap.
"Kau siapa?" tanya Yusuf.
Aku? Siapa? Ada apa dengannya? Batin Bella pun ikut heran dengan pertanyaan itu.
Segera ia berlari menuju Kafe Indra. Yusuf mengejarnya. Semakin cepat Bella berlari. Hingga akhirnya ia sampai di Kafe dan langsung masuk ke dapur. Indra tak berada di sana.
Ke mana dia? Yusuf sedang menuju ke sini. Dia akan menginjak sepatu ini lagi!
Bella tak mengkhawatirkan apa pun selain sepatunya yang akan menjadi rusak jika diinjak pria itu lagi.
Segera ia mencari tempat untuk bersembunyi. Namun, sesuatu menarik perhatiannya. Pantat panci yang masih mengkilap tergantung di dinding. Dia memantulkan wajah seseorang. Wanita berwajah cantik, putih dan rambut yang rapi.
"He!!" teriak Yusuf dari depan Kafe. Kalang kabut Bella kembali mencari tempat bersembunyi. Namun, ini aneh. Pantulan wajah gadis itu mengikuti geraknya. Bella mengerakkan tubuhnya dan memutar kepalanya. Bella juga mengangguk dan menggeleng, bayangan itu juga mengikutinya.
"Tidak mungkin!! Aaaaarrrrghhhh!!" teriaknya sambil berlari keluar dari dapur dan menabrak Yusuf hingga terjatuh.
"Kenapa kau masuk ke Kafe Abangku?" tanya Yusuf dengan jidat mengkerut.
"Aaaarggghhh!!!" teriak Bella lagi dan kabur menjauh dari sana.
Yusuf tak mengenali Bella. Bella tak mengenali dirinya sendiri. Wajahnya berubah. Sepanjang jalan, orang-orang memerhatikan Bella. Para pria juga meliriknya dengan tatapan aneh.
Bajuku tak berubah. Tetapi kenapa ini bisa terjadi?!
"Awas!" teriak seseorang dari kejauhan.
Kepala Bella membentur palang POM Bensin yang baru saja akan dibuka namun tertutup kembali. Bella terduduk di sana. Kepalanya serasa ingin pecah. Benar-benar menyakitkan!
"Kau tak apa-apa?" tanya seorang pria di hadapannya. Ia mencoba memfokuskan pandangan yang hampir memburam itu. Pria di hadapannya adalah Indra.
Apa kata yang tepat untuk menjelaskan semua ini?!