Bella tak mengerti mengapa pria yang semalam mengajaknya berpacaran malah berubah 540°. Indra tak mengajaknya bicara sepanjang hari ini. Tentu saja, dia terlalu terkejut dengan pernyataan Yusuf tadi pagi. Indra sudah memastikan bahwa ia berdiri selangkah lebih maju di hadapan Yusuf, tetapi semuanya berubah haluan. Plot twist yang tak terduga benar-benar mengejutkannya.
"Pulanglah, aku akan menutup Kafenya," ucap Indra. Bella tak berani membuka kalimat. Ia hanya mengangguk dan berjalan pergi.
Harusnya hari ini mereka resmi berpacaran. Namun, Yusuf, lagi-lagi dia mengacau.
***
Yusuf baru saja pulang sekolah, ia sedang berjalan malas menuju kamar kosnya. Namun, kehadiran Bella yang baru menaiki anak tangga mengundang perhatian pria itu. Yusuf berlari mengejar Bella.
"Bella!!" teriak Yusuf membuat langkah gadis itu terhenti.
"Ada sesuatu yang ingin aku ceritakan!" jerit Yusuf menarik Bella kembali menuruni tangga dan menjauh dari kosan mereka.
Mereka duduk di tempat bakso yang sama seperti biasanya. Bella tak memiliki nafsu makan sama sekali. Ia hanya mengaduk-aduk bakso di hadapannya sambil termenung. Sementara bakso milik Yusuf sudah habis sedari tadi.
"Ada apa denganmu?" tanya Yusuf.
"Indra mengira kita berpacaran," ucap Bella lesu.
"OKE! BERARTI BENAR INDRA PELAKUNYA!" teriak Yusuf membuat Bella dan semua orang yang ada di sekitar mereka terperanjat.
"Kenapa kau berteriak?!" desis Bella kesal.
"Ada seseorang yang menaruh surat ini di dalam tasku!!" jerit Yusuf mengeluarkan sebuah kertas dari tasnya dan Bella membaca surat itu.
[KAU AKAN MATI MALAM INI, JIKA KAU TAK MENJAUHI BELLA!]
"Siapa yang mengirimnya?" tanya gadis itu.
Plok~ Yusuf memukul kepala Bella menggunakan surat yang ia pegang.
"Kalau aku tahu sudah kuhajar terlebih dahulu orang itu!" tegas Yusuf.
"Tidak mungkin Indra melalukan ini!" bantah Bella.
"Mungkin saja! Dia mengira kita berpacaran, maka dari itu dia mengancamku dengan surat seperti ini."
"Kau harus menjelaskan semua ini kepada Indra!" tegas Bella menarik tangan pria itu.
***
Mereka mendatangi Indra di Kafenya dan benar pria itu masih berada di sana. Dia masih termenung menatap lurus sambil duduk di kursi pelanggan. Kafenya telah lama ditutup. Ya, dia masih memikirkan, bagaimana bisa Yusuf lebih unggul darinya.
"Jelaskan!" perintah Bella membuat Indra terkejut dan menyadari kehadiran mereka.
"Ada apa?" tanya Indra yang tak mengerti.
"Be—begini ..." Yusuf berat hati untuk menjelaskan hal itu. Sebenarnya, ia menyukai kesalahpahaman ini, tetapi Bella memaksanya untuk jujur.
"Apa?" Indra mengira bahwa Yusuf hendak mengumumkan bahwa mereka resmi berpacaran.
"Aku dan Yusuf tidak berpacaran!" tegas Bella. Alis Indra bergidik, matanya membesar. Namun, ia berusaha menutupi itu.
"Ya, kami tidak benar-benar berpacaran. Aku mengatakan itu agar para pria itu menjauhi Bella. Jadi, berhenti mengirimiku surat-surat bodoh!" tegas Yusuf.
"Surat? Surat apa?" tanya Indra tak mengerti karena memang bukan dia yang mengirim surat itu. Gila saja dia mengirim surat ancaman untuk adiknya hanya karena seorang wanita.
Yusuf mengeluarkan surat tersebut dan menghempasnya di hadapan Indra. Segera ia membacanya. "Yang benar saja aku mengirim surat seperti ini. Untuk apa juga mengancammu hanya karena seorang wanita?!" bentak Indra.
'Untuk apa juga mengancam hanya karena seorang wanita?' Itulah kalimat yang melekat di kepala Bella. Dengan kata lain, Indra tak perlu sampai melakukan hal semacam itu hanya karena dia. Itik buruk rupa itu terdiam menanggapi argumen dua pria di hadapannya.
"Kau menaruhnya di dalam tasku sebelum aku pergi sekolah!" bantah Yusuf.
"Aku tidak memiliki waktu lebih untuk menulis surat seperti ini!" bantah Indra. Kalimat itu bagai belati yang dilempar dan menancap tepat di dada Bella.
"Kalau bukan kau, lalu siapa?!" jerit Yusuf.
"Mana kutahu." Indra menatap Bella yang sedang tertunduk dengan wajah yang masam.
"Ah sudahlah, ayo pulang!" ajak Yusuf menarik tangan Bella dan membuat Indra membesarkan kedua bola matanya. Namun, Bella menahan tangan Yusuf dan memintanya untuk pulang terlebih dahulu.
"Kau bisa pulang terlebih dahulu. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan dengan Indra," ucap Bella dan Yusuf pun menurutinya.
Tinggallah mereka berdua di Kafe itu.
"Soal yang semalam ..." ucap Bella terpenggal dan dia menghela napasnya. Indra masih menunggu kaimat itu cepat terselesaikan. "... lebih baik kita seperti ini saja," lanjutnya.
Yusuf menatap dalam wajah gadis itu. Bella tertunduk. "Aku ... pulang dulu," ucap Bella berlalu.
Cinta yang diharapkan selama bertahun-tahun itu ternyata masih tetaplah kisah cinta yang bertepuk sebelah tangan. Begitu pikir Bella.
***
Siang itu, tepat saat jarum jam berada di angka 1. Bella menerima paket kiriman yang diantarkan oleh kurir ke kamar kosnya.
"Dari siapa ya, Mas?" tanya Bella.
"Dari Toko Buku Nusantara. Untuk Aren," jawab abang kurir. Segera Bella menerimanya.
"Buku? Untuk apa Aren membeli buku?" gumam Bella membuka bungkus paket tersebut. Seketika, matanya terbelalak.
***
Di tempat pemotretan, Aren juga terbelalak menatap foto Cinderella dengan pakaian terbuka.
"Ini contoh gayanya. Pelajari! Besok kita akan memotretnya," ucap Fotografer
"Ta—tapi, apa ini tidak terlalu vulgar?" tanya Aren pada pria itu.
"Aku sudah mengirim buku dongeng Cinderella ke rumahmu. Baca cerita itu agar kau tahu ekspresi apa yang cocok untuk wajahmu!" tegas Fotografer itu berlalu meninggalkannya.
"Dongeng macam apa yang menggunakan baju seperti ini?!" jerit Aren.
***
'Buku Dongeng Cinderella dan Sepatu Kaca'
Bella masih terperangah dengan buku itu. Kenapa bisa kebetulan seperti ini? Dengan cepat ia membuka buku itu dan membacanya secara acak.
[Halaman 32. Cinderella berada di keramaian pasar. Meski begitu, Cinderella tetap tak bisa dilepaskan dari fokus semua orang yang berada di tempat itu. Cinderella bertengkar dengan Ibu Tirinya. Pangeran menghampiri Cinderella dan jatuh cinta pada pandangan pertama dengannya.]
Wushhh!~
Sesuatu yang aneh, terjadi. Bella terserap masuk ke dalam buku itu.
"Arghhhhh!!" teriaknya yang terjatuh dari langit dan terhempas ke jalanan pasar yang kotor. Semua orang menatapnya penuh heran. Sama hal nya, Bella pun menatap bingung semua orang. Pasalnya ia tak tahu apa yang terjadi.
Semua orang menggunakan pakaian aneh. Pakaian Bella pun berubah seperti mereka. Gaun lusuh berwarna biru pudar. Bella menoleh ke tangannya yang terdapat keranjang belanjaan. "Arghh!" Dia melempar keranjang itu, tepat mengenai kepala seorang pria. Pria itu menatapnya kesal.
"Kenapa ini terjadi?!" jerit Bella ketakutan.
"Cinderella!!" teriakan seorang wanita di belakangnya membuat Bella menoleh.
Plak~ Wanita itu memukulnya dan membuat Bella terdiam beberapa detik.
"Ikuti saja ceritanya! Ash, sepertinya salah orang," ucap Pria yang berdiri di hadapan Bella.
"Cerita apa? Di mana ini?!" teriak Bella. Plak~ Lagi-lagi wanita itu memukulnya.
"Kau siapa?!" teriak Bella pada wanita itu. Mereka semua terdiam. Wanita itu menatapnya dengan tatapan kejam.
"Cinderella, ayo kita pulang, Nak," ucap wanita itu yang tiba-tiba menjadi gulali, manis sekali.
"Tidak! Kau siapa?!" teriak Bella lagi.
"Kau ini kenapa? Apa kau demam? Ayo kita pulang, Ibu akan memberimu obat," ucap wanita itu lagi.
"Ibu?!" jerit Bella tak mengerti. Ia tahu bahwa ini cerita Cinderella, tetapi kenapa ini bisa terjadi?
"Ada apa?" Seorang pria menunggangi kuda datang mendekati mereka.
"Ah, Pangeran. Maafkan kami telah membuat kekacauan di pasar," ucap Ibu Tiri Cinderella. Segera Bella mendongak menatap pria yang sedang duduk di atas kuda itu. Mata mereka bertemu. Silau matahari menghalangi Bella untuk menatap wajahnya.
Dia mencoba memfokuskan pandangan. Ternyata, pangeran itu adalah Pria Sampah.