Chereads / Rumah Singgah / Chapter 15 - Leo Atau Kak Ardhan?

Chapter 15 - Leo Atau Kak Ardhan?

Karena merasa sudah banyak merepotkan aku setiap kali berpergian ke acara formal dan harus tampil dengan riasan yang dihasilkan dari seni tanganku, kedua temanku benar-benar mentraktirku di kantin sebagai bayaranku. Padahal aku hanya bercanda tadi.

"Mbak, ini minumannya," ucap Ibu kantin yang baru saja selesai membuatkan minuman untukku.

Aku mendongak, hendak meraih minuman jeruk susu tersebut, namun tangan lain dengan entengnya langsung membawa minumanku pergi setelah ia meletakkan selembar uang sepuluh ribu.

"Woi!" Aku segera menyimpan ponsel ke dalam saku dan mengikuti arah perginya cowok itu. Tentu saja karena teriakanku, anak-anak di kantin jadi memusatkan perhatiannya padaku. "Sialan tuh cowok lama-lama ngelunjak banget nyari gara-garanya sama aku," gerutuku seraya mengepalkan tangan dan menarik napas panjang agar dapat menahan emosiku saat ini karena aku tidak ingin menjadi pusat perhatian dan dicap sebagai cewek genit atau semacamnya yang terkesan buruk walaupun aku tidak salah apa-apa.

Alhasil, aku memesan ulang minumannya dengan uang yang diletakkan oleh cowok itu. Dia adalah anak baru yang katanya adik kelasku, tapi tidak ada sopan-sopannya dengan kakak kelas. Usai memesan ulang, aku segera kembali ke tempat duduk di mana kedua temanku menunggu. Mereka menertawakan aku, batagor milikku pasti sudah dingin dan membuatku yang semula lapar tidak berselera karena mood makanku turun gara-gara adik kelas menyebalkan itu.

"Kenapa kalian tertawa? Itu orang yang kalian idamkan menyebalkan!" gerutuku seraya meraih garpu dan tetap memakan batagor yang telah ditraktir temanku.

"Maaf, maaf. Namanya Leo. Kamu jangan terlalu benci padanya, Moza. Aku takut saja kamu malah menyukainya," seru Helen yang membuat Clarissa menganggukkan kepala sambil menahan tawanya.

"Tidak akan, aku sudah memiliki kekasih."

"Ya, ceritakan sekarang tentang kekasihmu itu!" sungut Clarissa seraya menghadap ke arah aku sepenuhnya. Begitu juga Helen yang sudah sangat penasaran semenjak di kelas.

"Namanya Kak Ardhan," ucapku lirih sambil memperhatikan mereka berdua satu persatu. "Dia kenalanku dari sosial media dan kami belum pernah bertemu sih," tambahku secara singkat. Aku tidak mau menjelaskan detailnya pada mereka karena ada beberapa hal yang tidak bisa kubagi dan biar saja aku bersama dia yang tahu.

"Apa? Belum pernah ketemu? Serius, Za?" pekik Helen yang langsung kuanggukki.

"Gila kamu bisa pacaran sama orang tapi nggak pernah ketemu dulu, Za?" Clarissa juga menambahkan.

"Emang kenapa? Ada yang salah ya? Dia baik kok." Aku mengaduk es dengan sedotan sebelum meminumnya sambil menatap heran kedua temanku.

"Baiknya gimana coba? Dunia sosmed nggak bisa dibilang baik gitu aja selama kamu belum pernah ketemu dia kamu nggak bisa asal nilai orang sembarangan, Za." Helen mulai menceramahiku.

"Kalian juga, jangan menilai orang dari tampangnya aja kalau udah ketemu langsung. Tenang aja, aku pernah bilang kan kalau aku nggak sebodoh itu untuk sekadar jatuh cinta ke orang, aku selalu periksa dulu gimana anaknya, latar belakangnya, selalu cari tahu dulu. Kalau pun dia nggak seperti yang aku harapkan, putus masih bisa orang masa depan kita juga masih panjang. Apa yang diharapkan dari anak sekolahan sepertiku? Tapi kalau memang dia orang yang baik dan tepat untukku. Aku yakin suatu saat akan bertemu dan ditunjukkan lah kalian untuk menilai seseorang dengan tidak terburu-buru. Jadi percayakan padaku karena aku yang menjalaninya, okay?" sungutku dengan berkata panjang lebar hingga membuat Clarissa dan Helen tercengang.

"Iya deh iya yang lebih paham dari kita pokoknya kalau ada apa-apa sama kamu kita bakalan jadi nomer satu yang bakalan siap nemenin kamu, Za." Clarissa menambahkan, ia tersenyum lebar dan tak mau lagi berprasangka buruk seperti tadi.

"Nggak gitu, kalian jangan berprasangka buruk dulu," sahutku cepat.

"Maaf Za, kan kita khawatir sama kamu. Kita sayang banget sama kamu loh, Za. Makanya agak cerewet gini." Helen juga ikut membenarkan, ia sadar dirinya sudah terlalu berlebihan.

"Ya udah aku lanjut ceritanya ya. Jadi kenapa aku mau aja jadi pacarnya dan terima dia walaupun belum pernah ketemu, aku ikutin saran kamu Cla. Tapi ini juga bukan sepenuhnya gara-gara kamu loh. Aku mau nyoba buka hati dan memulai hubungan dengannya adalah sebuah keputusan yang disetujui oleh hatiku. Jadi aku udah tahu ke depannya risiko apa yang bakalan aku hadapin. Dia baik banget, walaupun belum lama aku bisa ngerasain cara dia ngedeketin aku beda. Dia nggak banyak gombal, nggak bikin ilfeel kalau ngechat, trus kalau dengerin suaranya tuh waktu dia telepon orangnya kelihatan sabar, kalem, dan saling mendoakan intinya. Selalu mengingatkan aku untuk menjalani ibadah juga. Itu yang membuat aku mau mencoba walaupun belum pernah ketemu langsung tapi pasti aku akan meminta kita untuk bertemu."

Clarissa dan Helen mendengarkan ceritaku dengan senang, karena melihatku juga ikut senang menceritakan tentang dia tentu mereka mendukung hubunganku. Ini yang aku butuhkan dari mereka, doa yang baik untuk hubunganku dengannya dan dukungan. Tetapi aku tidak menceritakan tentang pinjaman yang aku berikan padanya. Aku tidak ingin orang lain menilai buruk pacarku.

***

Tepat pada pukul dua siang, kedua temanku sudah mengungsi ke rumah. Mereka membawa gaun pesta, kado yang telah dipersiapkan ke rumahku. Padahal acara ke pestanya masih nanti sorean. Namun, mereka tidak ingin membuaku susah karena harus bergantian merias mereka satu persatu sebelum merias diriku sendiri. Terutama menyatok rambut, rencananya kami ingin menatanya menjadi ikal bouncy seperti yang dimiliki putri-putri aristrokat zaman dulu.

Mereka sudah mandi bahkan dari rumah, sementara aku akan bersiap mandi dulu usai berpamitan kepada Kak Ardhan jika saja aku terlambat membalas chatnya. Aku sudah bilang hari ini akan pergi ke pesta dan akan sibuk mendandani teman-temanku juga. Dia mengerti dan dia mengizinkanku. Dia menyuruhku untuk tetap menjaga diriku baik-baik karena akan berpergian sampai malam.

Dalam waktu tiga puluh menit, aku sudah kembali ke kamar saja. Teman-temanku sudah mengganti pakaian kaos mereka yang baru saja tiba menjadi gaun masing-masing. Mereka sudah tampil anggun dengan konsep putri-putri kerajaan.

"Aku make up kalian dulu, ya?" seruku seraya duduk di tepi ranjang memperhatikan penampilan mereka yang sudah bercermin saja.

"Tapi tahan lama nggak sampai malam?" tanya Helen.

"Iya eh takutnya ntar malam udah jelek apalagi kalau di buat makan loh. Ini kan masih jam tigaan ya, masih lama. Tapi kalau nggak make up sekarang ntar kasihan kamu telat yang ada."

"Mau mulai jam empat aja gimana? Makan dulu aja sekarang kita biar ntar mau make up nggak ribut laper." Aku memberikan saran yang mungkin menghapus kekhawatiran mereka. Padahal make up yang akan aku gunakan adalah make up premium yang mahal dan aku selalu memakainya di saat momen penting seperti ini karena memang berat di wajah dan tahan lama.

"Oke ide bagus! Aku yang traktir deh aku pesenin gofood aja ya sekalian sama Ayah kamu Za dan adik-adikmu jadi kita pesen enam patungan sama kamu loh Cla ini buat bayar jasa si Moza." Helen lagi-lagi membuatku merasa tidak enak. Aku bilang tidak perlu karena aku punya uang untuk membelinya sendiri, tapi ketika mendengar jawaban Clarissa yang tidak keberatan, jadi ya mau gimana lagi namanya juga rezeki.

Acara makan bersama kami sampai jam empat sore, setelah membersihkan semua bekas makanan dan kini waktunya tanganku bekerja. Aku membuat waktu lebih singkat untuk menyelesaikan make up kedua sahabat tersayangku ini. Begitu giliranku make up dan tampil menawan, ternyata selesai lebih cepat. Pukul lima kurang kami sudah siap segalanya. Termasuk tataan rambut serta mempersiapkan kado, topeng untuk dipakai. Tapi sebelumnya kami menyempatkan untuk selfie lalu foto bertiga di depan rumahku dengan meminta bantuan adikku.

Sebelum berangkat, aku juga mengirimkan foto selfie kepada Kak Ardhan. Sehingga dia menanggapinya seperti ini....

Kak Ardhan : Kirim semua satu album foto selfie-nya, hehehe. Take care cantik, untuk pestanya malam ini semoga kamu selalu dalam lindungan-Nya.

"Ekhem! Pantas aja suka sama dia orang manis bener, Cla!" pekik Helen yang membuatku segera menjauhkan ponsel darinya karena aku tidak sadar ada yang diam-diam mengintip saking senangnya membaca pesan Kak Ardhan.