Chereads / Rumah Singgah / Chapter 17 - Pertemuan Tak Terduga

Chapter 17 - Pertemuan Tak Terduga

Pada akhirnya aku berjalan ke depan melewati orang-orang yang sibuk menemukan siapa yang dimaksud oleh Chaca. Ketika hendak mendekati panggung, semua mata mengarah ke arahku. Tanganku yang dingin dan mudah gugup berusaha terkuatkan. Aku sudah biasa berada di atas panggung dan menjadi pusat perhatian. Apalagi saat acara fashion show di Jember dulu, aku sering menjadi model busana. Tetapi suasana yang ada di sini memang berbeda, sehingga tubuhku menjadi panas dingin.

Tidak sengaja aku bertemu tatap dengan seorang pria berkemeja hitam yang tadi menyanyi mengisi acara di pesta ini. Dia terlihat sopan dan memberikan jalan untukku. Chaca tampak menyunggingkan senyuman lebarnya begitu aku sudah berdiri di sisinya. Apa yang akan dia lakukan ini pasti akan membuatku merasa waspada.

"Lihatlah, dia yang memberikanku kado terbaik sepanjang masa karena aku sangat menginginkan produk skincare ini dari lama. Tapi bagaimana bisa kamu mendapatkannya dan mengetahui bahwa aku sangat ingin hadiah seperti ini?" tanya Chaca yang berbicara pada orang-orang di hadapan kami serta menatapku juga sesekali.

Aku tidak ingin berbicara, aku memilih diam dan mendengarkan dia berkata sesuka hatinya.

"Kamu benar-benar akan mendapatkan kado terbaik juga dariku!" Chaca berseru, dia menyuruhku untuk menghadap ke belakang yang berarti kami akan memunggungi para tamu undangan. Dan menatap ada sebuah layar besar, Chaca memberikan operatornya untuk segera menunjukkan sesuatu.

Tiba-tiba jantungku berdetak tak karuan, aku merasa memiliki firasat buruk. Di samping Chaca bahkan Leo sedang memberikan tatapan dinginnya ke arahku.

Jreng...

Benar saja kekhawatiranku terbukti dengan adanya foto-foto seksiku yang terpampang jelas di layar lebar tersebut. Disaksikan dengan semua teman-teman sekolahku. Itu adalah foto-foto saat aku menjadi model di Jember. Aku pernah menerima tawaran menjadi model tank top di sebuah perusahaan. Bentuk dari belahan dadaku terpampang jelas, kecantikan dan aura wajahku terlihat begitu dekat karena kamera saat itu benar-benar fokus mengambil bagian wajahku sampai sebatas pinggang.

"Apa maksudmu bodoh?!" Aku mendekat ke arah Chaca dan berbisik dengan nada kasar.

"Ouch, kenapa kamu marah. Bukan ini yang ingin aku tunjukkan sebenarnya. Operator salah pencet, ya? Coba lakukan yang benar."

Aku jengkel sekali. Mengapa gadis di sampingku ini sangat manipulatif. Dan aku juga tidak bisa bergerak menoleh ke belakang karena sudah kudengar suara orang-orang membicarakanku.

"Itu bukannya anak baru pindahan dari Jember itu, ya?"

"Dia model?"

"Dia open BO kali ya kok potraitnya seksi sekali."

"Wah, dia cantik ingin kukencani."

"Seksi dan terlihat besar."

Ingin sekali aku menutup telinga dan segera pergi dari atas panggung ini, apalagi ketika foto yang digeser lagi adalah fotoku dengan bikini?

"Kamu sudah keterlaluan, Cha!" Aku langsung menjambak rambutnya yang terlihat rapi dengan mahkota di atasnya langsung jatuh begitu saja karena ulahku.

Kemudian dia tak mau kalah, dia juga melakukan hal serupa dengan menjambak rambutku sampai aku kesakitan dan meringis pelan.

Leo melihat pemandangan itu segera memisahkan kami, tetapi ada seseorang yang langsung menarikku menjauh dari Chaca setelah aku lihat layar di depan sana sudah tidak menampilkan apa-apa lagi. Aku dibawa turun dari atas panggung dan pergi melewati pintu belakang. Pria yang membawaku memberikan aku perlindungan dengan merangkul kedua bahuku agar aku tidak bisa melihat tatapan orang-orang ke arahku. Tentu saja aku malu, aku hanya bisa berjalan dan menunduk pasrah.

"Terima kasih sudah membawaku pergi dari neraka itu," ucapku lirih begitu tiba di parkiran yang sepi dan mulai melepaskan topeng sialan ini.

Sejak awal jika aku memiliki firasat buruk, aku tidak akan datang ke pestanya. Aku tidak peduli apa yang akan dia lakukan dan aku akan lebih memilih diasingkan atau tidak dikenal siapa pun itu teman-teman di sekolah baruku dari pada fotoku dipertontonkan dan dilecehkan seperti tadi.

"Moza, aku tidak menyangka kita akan bertemu dalam keadaan seperti ini."

Segera aku menoleh ke arah pria di sampingku. Dia melepaskan topengnya dan membuatku terkejut karena aku tidak asing dengan wajahnya.

"Aku Ardhan, kekasihmu." Dia mengulurkan tangannya. Matanya sedikit menegang, menatapku serius.

"Kak Ardhan? Bagaimana bisa kamu berada di sini?" Aku membuka mulut dengan lebar, tidak menyangka sekali bisa membuat pertemuan pertama dengan kekasihku yang berkenalan di aplikasi online menjadi sangat kacau. Ya, kalau aku bisa memilih, aku ingin mengatur pertemuan kami dengan sangat romantis, bukan di pesta orang dan membuat kekacauan seperti ini.

"Ikutlah denganku." Ardhan meraih sebuah helm berwarna kuning. Lalu ia menaiki sepeda motor tua miliknya yang berwarna kuning putih tersebut. "Naiklah. Aku akan mengantarkanmu pulang."

Masih dengan wajah terbengong-bengong dan terkejut, aku segera sadar dan mengikuti perintahnya. Alhasil, aku pergi meninggalkan pesta serta teman-temanku yang masih berada di dalam sana.

Sepeda motornya unik sekali, tempat duduknya kecil sehingga kami harus merapatkan jarak dan karena dia kekasihku, awalnya merasa canggung untuk memeluknya dari belakang. Ternyata dia peka, dia takut aku terjatuh sehingga kedua tanganku dilingkarkan ke perutnya. Aku pun tersenyum dalam perjalanan. Tak ada topik yang mengawali, karena aku tidak pandai memulai topik. Tiba-tiba dia menghentikan motornya di taman yang berada di pusat kota dengan pemandangan air mancur.

"Sampean bisa turun, kita duduk-duduk di sini dulu mau, ya?" tutur Ardhan seraya menoleh ke arahku yang masih duduk diboncengannya.

Aku langsung mengangguk, lalu turun dari sana. Padahal aku terlihat begitu berisik saat di chat, tapi kenapa aku jadi lebih banyak diam saat berada di dekatnya? Mungkin aku masih merasa tidak enak dipertemukan dengan orang yang kita sayangi dalam keadaan seperti ini.

"Monggo duduk sini dulu, mau beli minum nggak? Biar nggak tegang." Ardhan menatapku sambil memberikan senyuman lebarnya.

"Uhm, terserah kamu deh." Aku menjawab seadanya sambil membalas senyuman tulusnya.

"Baiklah, tunggu di sini sebentar, ya." Ardhan pun pergi setelah mengacak rambutku sekilas. Ketika dia pergi, aku mendapatkan beberapa panggilan saat mengecek ponselku yang aku simpan di dalam tas kecilku.

Semua panggilan tersebut dari para sahabatku. Mereka bertanya tentang keberadaanku. Bahkan ponselku bukan hanya ramai oleh notifikasi mereka, melainkan dari sosial media lainnya juga yang sudah aku yakini ini pasti ada seseorang merekam kejadian di pesta Chaca lalu membuatku viral dengan cara menjijikkan seperti ini, rasanya kepalaku semakin pusing jika melihatnya sekarang.

"Nih, minum dulu sayang." Ardhan datang dan langsung mengambil duduk di sisiku.

"Terima kasih, Yang." Aku pun menghargai Ardhan dan langsung menegak minuman yang ia belikan.

"Pasti nggak enak kita bertemu dalam kondisi seperti ini." Aku membuka suara setelah menghabiskan setengah minumanku.

"Soal tadi di pesta nggak usah diingat-ingat kalau itu menyakitimu. Maaf aku nggak bilang kalau pergi ke acara itu untuk mempersembahkan live music, karena aku pikir kita berada di acara yang berbeda. Ternyata kamu temannya Chaca, sayang?"

"Dia adik kelasku. Aku nggak berteman akrab dengannya."

Ardhan mengangguk paham. Tadinya aku mau langsung bertanya kenapa Ardhan bisa ada di sana? Apakah Ardhan akrab dengan Chaca? Tapi seolah ada yang menahanku untuk tidak terlalu penasaran, karena aku juga bingung mau menyampaikan perihal pemotretanku yang telah dipertontonkan seperti tadi. Aku baru pertama kali bertemu dengannya, aku tidak tahu jelas bagaiamana jalan pikirannya. Aku mungkin mudah sekali membantu seseorang, mengatakan orang yang aku kenal ini baik padahal baru akrab di sosmed saja.

"Chaca memintaku mengisi acara di sana karena selain aku dibayar, dia juga sudah pernah menolongku, Yang."

Rasanya aku tidak bisa berkata-kata karena ternyata Chaca sudah lebih dulu mengenal orang yang aku sayangi saat ini. Lalu bibirku tidak bisa direm, mendadak kata-kata itu keluar begitu saja. "Dia mantan kamu?"

"Bukan sayang. Aku tidak pernah berkencan dengannya. Maksudku dia menolongku, bukan aku yang meminta bantuan dia tapi orang tua kita sangat akrab dan pada saat itu orang tuaku meminta bantuan orang tuanya. Begitu awal mula aku mengenalnya."

Aku manggut-manggut, mengerti situasinya dan tidak mau bertanya lagi tentang hubungannya dengan Chaca. Aku rasa cukup mempercayainya. "Tadi foto-foto itu adalah pekerjaanku di Jember. Aku menerima tawaran itu karena aku membutuhkan uang untuk biaya hidupku dan keluargaku."

"Aku tidak akan menghakiminya. Kamu cantik dan hebat."

Belum selesai aku bercerita, Ardhan sudah mengatakan hal tersebut yang membuatku tertegun dan langsung menatap wajahnya. Saat ini dia sedang tersenyum ke arahku, lalu kedua tangannya meraih kedua tanganku. "Apa pun yang sedang kamu hadapi semoga Tuhan selalu melindungimu. Pekerjaanmu itu adalah milikmu dan hak kamu, terserah orang-orang mau menilaimu seperti apa. Mulai sekarang jangan terlalu mendengarkannya kalau itu menyakitkan, kamu hanya wajib menyenangkan dirimu sendiri."