POV Moza
Di sekolah tadi aku tidak banyak bertemu orang-orang karena waktu istirahat aku berdiam diri di kelas, begitu juga pada saat pulang sekolah memutuskan untuk pulang paling akhir, setidaknya orang-orang yang kujumpai di koridor pada saat itu adalah orang-orang yang cuek dan mereka yang selalu pulang terakhir karena tidak menyukai kerumunan. Beruntungnya Helen bersama Clarissa mampu mengerti keadaan aku. Mereka tetap ada di sisiku, lalu mengantarkan aku sampai tiba di depan motor, menyuruhku pulang dengan selamat.
Karena aku sudah dikontrak juga dengan perusahaan dan berjanji akan kembali lagi setelah aku meminta izin dari acara ulang tahun Chaca kemarin, aku pun kembali dalam kegiatan pemotretan produk. Kendati Mbak Adinda sudah menungguku di ruangannya karena beliau bilang ingin berbicara padaku terlebih dahulu.
"Selamat sore Mbak," sapaku seraya membuka pintu ruangannya. Beliau tampaknya sedang bersantai, ada beberapa camilan di meja kerjanya dan sedang menyalakan musik juga.
"Sore Za, masuk sini. Maaf loh aku sambil santai soalnya laper," celetuknya seraya mengalihkan pandangannya sekilas dari layar personal computernya.
Aku menganggukkan kepala pelan dan tersenyum lebar seraya menjawab pernyataannya. "Tidak apa-apa, Mbak." Saat sudah menutup pintu, aku mulai berjalan dan duduk di hadapannya.
"Apakah kamu baik-baik saja, Za?" Mbak Adinda tiba-tiba bertanya demikian, tapi tak ada tatapan yang membuatku merasa dikasihani, dia terlihat tenang dan santai.
"Aku baik, Mbak. Apakah ada sesuatu yang ingin dibahas sama saya, Mbak?" tanyaku langsung karena kupikir kalau tidak ada apa-apa pasti aku sudah langsung menghampiri Cece dan bekerja kembali.
Mbak Adinda mencondongkan tubuhnya ke hadapanku sambil berdeham pelan sebelum ia mulai berbicara, begitu juga untuk volume lagunya sedikit ia kecilkan. "Aku hanya ingin bertanya apakah masalahmu sudah selesai?" kata Mbak Adinda yang membuat aku mengernyit bingung.
"Masalah apa Mbak? Memangnya saya buat masalah, ya?" tanyaku seraya menatap Mbak Adinda dengan mata mengerjap beberapa kali.
Mbak Adinda tersenyum dan menggeleng pelan. "Ah, sepertinya aku salah bertanya. Maksudku teman kamu yang cari masalah sama kamu udah nggak berulah lagi?" tanya Mbak Adinda yang langsung membuatku paham arah pembicaraan ini.
"Maaf Mbak, pasti gara-gara itu reputasi saya jadi jelek, ya? Saya juga nggak ngerti kenapa dia sejahat itu dan beritanya bahkan di viralkan ke beberapa sosmed." Aku menunduk kesal dan lebih baik aku meminta maaf karena mungkin perusahaan ini jadi rugi gara-gara aku. Bukannya menjawab pertanyaan Mbak Adinda, aku sudah mulai overthinking saja.
"Hei, tidak apa-apa. Kamu tidak bersalah dan tidak perlu meminta maaf." Mbak Adinda menatapku lekat. "Aku hanya ingin tahu apakah dia masih berani berulah setelah apa yang sudah ia dapatkan," ucapnya lagi dengan senyuman miring yang membuatku penasaran.
"Maksudnya Mbak? Apa yang udah terjadi memang?" tanyaku yang langsung disuruh mendekat ke arah layar komputernya. Ia memperlihatkan sesuatu yang membuat tanganku spontan membekap mulutku sendiri.
"Mbak ini maksudnya apa?" tanyaku lagi dengan suara lirih sambil menatap Mbak Adinda heran.
Senyum lebar terbit di sudut bibirnya, lantas ia menghadap ke arahku untuk menjelaskan maksud dari pertunjukan di layar komputernya tersebut. "Aku tahu kabar tentang kamu yang dipermalukan seperti itu tentu saja membuatku marah, Moza. Walaupun kamu adalah model di BA perusahaan ini, aku membelamu bukan karena tidak ingin rugi karena sudah mengambil kamu. Tentu saja karena aku tidak suka pada seseorang yang berusaha menjatuhkanmu seperti mereka. Aku sudah membuat banyak postingan tentangmu beberapa jam yang lalu, nanti kalau sampai promosiku ini berhasil menutup berita murahan mereka, jangan sampai kaget kalau kamu bakalan banjir job setelah ini. Tapi tetap hati-hati ya, orang-orang seperti mereka tidak akan ada yang mau kalah. Dan dia akan di blacklist dari beberapa perusahaan temasuk tempatku yang juga melihat attitude untuk tidak sembarangan mengambil seseorang sebagai BA kami."
Benar-benar mengejutkan, aku tidak bisa berkata-kata. Jadi Mbak Adinda dan Kak Anthi yang waktu itu menghubungiku langsung benar-benar melakukan sesuatu untukku? Orang-orang baik seperti mereka membuatku bersyukur karena aku tahu melawan orang kaya tanpa ada kekuatan sepertiku tidak akan bisa menang, kecuali jika aku dibela oleh perusahaan besar yang bisa menandinginya.
"Mbak, makasih banyak loh Mbak. Beneran aku nggak minta untuk mendapatkan pembelaan atau dukungan tapi Mbak begitu baik sudah melakukannya untukku." Aku tersenyum terharu dan sangat senang sekali.
"Sama-sama sayang. Aku sebagai orang yang akan bertanggung jawab jika saja model-modelku dalam masalah dan layak untuk mendapatkan pembelaan," ucap Mbak Adinda sambil menatapku dengan senyuman lebarnya.
Terbukti adanya perkataan Mbak Adinda ketika aku ingin berbicara kembali, ponselku tiba-tiba berdering dan aku terkejut saat mendapatkannya dari sakuku ternyata dari nomor tidak dikenal. Mbak Adinda mengizinkanku untuk mengangkat telepon terlebih dahulu. Maka dari itu aku berjalan ke arah balkon rungan ini. Ponsel kutempelkan ke dekat telinga, aku sedikit gugup dan berbicara menyapa seseorang yang menghubungiku tersebut.
"Selamat sore," sapaku terlebih dahulu.
"Selamat sore, Kak Moza. Maaf sekali mengganggu waktunya. Kami ingin menawarkan kontrak untuk anda menjadi salah satu model busana di perusahaan kami. Jika anda berminat dan ingin melihat terlebih dahulu bisa saya kirimkan proposalnya ke alamat email anda, bisa dibaca terlebih dahulu dan jika setuju anda bisa menghubungi nomer ini via whatsapp. Karena kami sangat menunggu sekali kesungguhan anda menjadi BA di perusahaan kami, terima kasih."
Aku tercengang, lalu telepon pun tertutup dan ponselku berbunyi lagi. Kali ini nomer berbeda. Kali ini yang menghubungiku dari perusahaan parfum. Dalam satu waktu aku sudah mendapatkan dua penawaran dan berbeda-beda. Begitu aku kembali ke ruangan Mbak Adinda, wajahku katanya langsung terlihat sumringah.
"Apakah benar kamu mendapatkan penawaran?" tanya Mbak Adinda yang menebak dengan sangat benar sekali.
"Ya, ini semua berkat anda Mbak Adinda. Aku tidak pernah menyangka akan mendapatkan job baru dalam waktu yang sama."
"Ambil saja, bisa disesuaikan jamnya kalau kamu butuh." Mbak Adinda menatapku dengan senyuman, sungguh dia mengizinkanku?
"Perusahaan parfum dan perusahaan busana dari Korea pasti kiyowo sekali kalau aku jadi modelnya. Tapi tentu saja aku tidak bisa mengambil semuanya Mbak, kontrakku kan sudah di sini terlebih dahulu. Nanti aku pelajari dulu saja yang dua barusan itu." Aku menanggapi ucapan Mbak Adinda dan mengambil pilihan seadil-adilnya. Aku tidak mau egois meski sudah diizinkan.
Mbak Adinda manggut-manggut. Dia mengapresiasikan rasa tanggung jawabku terlebih dahulu dari pada memikirkan mata uangnya karena pasti aku memang sangat butuh uang, tapi prioritas pertamaku adalah orang yang sudah mengontrakku lebih dulu.
"Ya sudah, kamu bisa kembali bekerja Za, semangat melakukan pemotretan. Majalahmu akan segera launching dan siap-siap untuk event yang akan diadakan perusahaan kita ini, karena nanti kamu akan jadi salah satu pengisinya juga. Beberapa materi bisa kamu minta di Cece ya."
"Baik Mbak, makasih banyak," sahutku seraya berpamitan kepada Mbak Adinda. Saatnya bekerja kembali. Sesekali mengecek ruang obrolanku bersama Kak Ardhan. Dia belum membalas pesanku dari satu jam yang lalu, apakah aku memberitahu dia bahwa aku akan segera memulai pekerjaan. Takutnya saat aku menghilang beberapa jam karena sibuk pemotretan, dia malah mencariku.