Chereads / Rumah Singgah / Chapter 6 - Suasana Hati Yang Baik

Chapter 6 - Suasana Hati Yang Baik

Setiap orang membutuhkan cinta dan kasih sayang, bukan karena dia tidak bisa sendiri, tapi karena dia takut kesepian lagi.

- Moza.

***

POV Moza

"Kamu cepet banget sih ngisi kuisnya?"

Aku menoleh ke arah Helen dan Clarissa yang baru saja keluar dari kelas. Sontak saja langsung kusimpan ponsel ke dalam saku usai membalas pesan Kak Ardhan.

"Jangan di tanya otak encer, nggak kayak kita lah Hel," celetuk Clarissa yang membuatku terkekeh pelan sambil geleng-geleng kepala heran.

"Sudah selesai kalian?" Aku bertanya usai berdeham pelan, jelas saja jawabannya sudah kuketahui karena mereka telah keluar kelas.

"Menurut kamu? Udah ah, aku mau ke kantin, ngikut enggak? Laper nih habis terkuras tenaga aku buat mikir," ucap Helen sambil memegangi perutnya dengan penuh dramatis yang membuat aku lagi-lagi terkekeh dan mengiyakan saja ajakan mereka.

"Tumben mau diajak ke kantin Zaa?" Clarissa bertanya sambil berjalan di sampingku.

Karena aku sedang lapar dan dengan suasana hati yang bagus juga, maka aku memutuskan pergi bersama dengan mereka ke kantin. Aku juga tidak membawa bekal seperti biasa.

"Laper Cla," jawabku dengan santai, sementara Helen merangkul bahuku sambil tersenyum lebar.

"Akhirnya ke kantin bareng lagi, kangen nggak sih kamu, Cla?" sungut Helen seraya meminta jawaban dari Clarissa.

Clarissa mengangguk cepat sebelum mengatakan sesuatu. "Ya kangenlah," sahutnya. "Bisa dihitung berapa kali Moza mau ke kantin sama kita, karena biasanya pasti ada kejadian sesuatu yang membuat Moza ke kantin," celetuk Clarissa yang asal nebak saja.

"Kejadian sesuatu? Apaan Cla?" sahut Helen, sementara aku menautkan kedua alis heran sambil menatap ke arah Clarissa.

"Tanya Moza lah, Hel." Clarissa menatapku balik seraya memutar bola matanya heran.

"Apaan?" Aku juga langsung menyahut sambil menatap kedua sahabatku bergantian. "Aku sama sekali nggak ngapa-ngapain njir," ucapku lagi karena lelah mendapatkan tatapan tuduhan dari mereka.

"Tahu, Za. Maksudnya kamu lagi bahagia atau emang kamu mau lihat seseorang di kantin?" sungut Helen yang mulai ikut-ikutan Clarissa untuk memojokkanku.

Berhenti berjalan, mereka berdua juga mengikuti aku dan berhenti melangkah sehingga anak-anak lain yang ingin berjalan searah dengan kami segera mengambil jalan yang kosong dan melangkah lebih dulu. "Kalian ih kok nuduh aku gini sih? Ke kantin salah, enggak juga salah. Aku tuh laper karena habis ngisi kuis, nggak ada tuh yang mau lihat seseorang." Aku melipat kedua tangan kesal sambil mengerucutkan bibirku, pura-pura ngambek saja.

Helen dan Clarissa saling melempar tatap sebelum akhirnya Clarissa merangkulku dan mengatakan sesuatu sambil mengusap-usap kedua bahuku. "Ututu, maaf ya sayangnya akohh kalau nuduh kamu sembarangan. Habisnya aneh aja loh kita. Kalau gitu yuk, kita lanjut ke kantin deh jangan ngambek gini, okay?" sungut Clarissa yang membuatku menahan tawa sejenak sebelum berdeham pelan untuk menetralkan ekspresiku dan berjalan kembali bersama mereka berdua menuju ke kantin.

'Aku nggak bakalan cerita ke kalian dulu kalau lagi deket sama cowok.' Aku mengatakannya dalam hati, tidak bisa kuungkapkan pada mereka untuk saat ini karena menurutku mungkin ini akan terkesan buru-buru dan aku tidak mau ada campur tangan mereka supaya aku dan dirinya menjadi kita.

"Aku yang mesenin, kalian duduk aja di sini. Mau pesen apaan Cla, Za?" tanya Helen setelah kami bertiga telah menemukan tempat duduk.

"Kayak biasa dong, Hel." Clarissa tersenyum sambil nyengir sekilas sebelum ia melirik ke arahku.

"Kalau aku beli makannya samaan kayak kalian, tapi minumnya air putih dingin aja ya," sahutku sambil tersenyum lebar ke arah Helen. "Makasih, Hel."

"Okay, aku pesen dulu."

"Doi kalian pada ke mana dah?" Aku bertanya pada Clarissa sambil celingukan di sekitar kantin.

"Masih sibuk, nggak tahu kalau Helen tuh biasanya selalu ngintilin mulu." Clarissa hanya mengedikkan bahu acuh, lalu kembali mengotak-atik ponselnya.

Sementara aku hanya manggut-manggut sambil menunggu Helen dan melihat gadis itu baru saja selesai dengan pesanannya. Dia berjalan ke arah kami seraya membawa minuman, sementara batagornya dibawakan oleh kekasihnya. Baru saja dibahas tadi, ternyata mereka sudah berdua saja.

"Nih makan, yuk." Helen berseru, ia memberikan sepiring batagor kepada kami masing-masing.

"Cowok kamu ke mana, Cla?"

Tadi aku yang bertanya, tapi kalau sekarang pacarnya Helen.

"Dia lagi ada tugas, ngejar target upload di youtube. Jadi biarin aja aku males ganggu."

Dimas terkekeh pelan, ia duduk di samping Helen. "Dasar cewek, bilangnya biarin aja nggak apa-apa biar nggak terlalu ngekang dia dan ngasih kebebasan. Tapi mukamu tuh Cla, nunjukin kalau kamu tuh lagi bete karena nggak ada dia di sini, kan?"

"Diem kamu, Dim!" Clarissa berseru kesal, aku sebagai sahabatnya yang duduk di sampingnya pun mengusap-usap bahu Clarissa untuk sekadar menenangkannya.

"Dim, Dim, jangan gangguin sahabatku atau aku bakalan ngambek sama kamu nih?" ancam Helen seraya menatap tajam kekasihnya.

"Hm, iya deh maaf. Cuma bercanda kali, Yang."

Aku hanya bisa geleng-geleng kepala heran melihat interaksi para sahabatku. Mungkin saat tak ada aku di kantin mereka juga sering ribut begini.

"Untung kamu ikut ke kantin, Za. Kalau enggak pasti aku bakalan jadi nyamuk nih." Clarissa tiba-tiba berceloteh sambil menghadap ke arahku.

"Hm, kalau kamu ngajak doi juga sih, aku yang jadi nyamuk, Cla."

"Jadi selama ini kamu nggak mau ikut ngantin cuma gara-gara jadi nyamuk beneran gitu?" Clarissa malah membuat asumsi lain yang membuatku tertawa kecil.

"Nggak. Aku emang moodyan kalau mau ke kantin kok." Aku mengatakan dan tidak sepenuhnya bohong.

"Tapi serius loh kamu udah mikirin nyari doi nggak? Biar bisa diajak ngantin bareng, trus ntar kita bisa triple date tuh kayak pergi nonton bareng, all you can eat bareng, seru deh." Clarissa mulai membayangkan hal-hal menyenangkan, aku tidak sepenuhnya mengambil saran tersebut, aku hanya mengangguk saja dan mendengarkannya.

"Anak sekolahan nggak ada yang narik perhatian aku, Cla." Aku tersenyum dan berkata seperti itu setelah Clarissa berhenti bicara.

"Yakin?" Clarissa menatapku penuh selidik.

"Coba kamu lihat arah jam dua belas, Za."

"Hah?" Aku membulatkan mata heran, mendengar Clarissa serta Helen yang tiba-tiba mengajakku berbicara.

"Eh, iya Za. Lihat ke arah jam dua belas!"

"Jam dua belas? Emangnya sekarang udah jam segitu aja, ya?" Aku menjawab sambil menilik jam digital yang melingkar di pergelangan tanganku. Tetapi yang ternyata dimaksud oleh kedua temanku bukan itu. Mereka langsung meneriaki telingaku sambil melihat reaksi mereka kala geleng-geleng kepala heran. Aku hanya berpikir pasti ada sesuatu yang salah.

"Ada cowok cakep Moza, kita kodein pakai arah jam dua belas maksudnya itu, bukan malah kamu ngelihat jam trus nanya ini jam dua belas apa belum, huaa menangis akuuu...." Helen mengadu sambil menatapku penuh dramatis, sementara aku hanya bisa menahan tawa karena kekonyolan itu.

"Kalian kalau ngajak bercanda juga nggak masuk akal sih. Lagian aku juga ini pakai jam digital, nggak kayak kalian loh. Mana nyambung kalau ditanya arah jam dua belas, huh?"