November 2007
Ponsel itu masih tergeletak di lantai setelah sambungan telepon terputus secara sepihak diiringi dengan tangisan hebat yang menyesakkan dada. Seluruh tubuh Abel masih terasa lemas. Masih bersimpuh di lantai dengan keterkejutan yang begitu dahsyat.
Kevin sedang sekarat di rumah sakit akibat perbuatan ayahnya yang gila. Abel berjalan di koridor rumah sakit bahkan hampir berlari mencari ruang ICU.
Abel tidak bisa membayangkan kenapa ayahnya begitu tega memukul putranya sendiri hingga koma. Sudah berkali-kali Abel mengatakan kepada Kevin bahwa dia bisa mati di tangan ayahnya sendiri.
Langkah kaki Abel yang besar-besar dan tidak sabaran mulai melemah saat mendapati tante Rinda duduk di ruang tunggu dengan wajah yang menerawang ke depan. Tatapannya kosong. Abel mulai mendekat ke arahnya.
"Tante." Panggil Abel.
Tante Rinda menoleh ke arah Abel perlahan. Begitu tahu bahwa Abel yang berada di hadapannya beliau tak dapat membendung lagi kepedihannya. Air mata itu, air mata kesedihan keluar begitu saja membasahi pipi pucat tante Rinda.
Dia menghambur ke dalam pelukan Abel sambil menangis tak terkendali. Abel yang membalas pelukannya tak terasa menjatuhkan air matanya juga. Tapi dimana laki-laki biadab yang tidak bertanggung jawab itu.
"Dia nyaris menghilangkan nyawa Kevin. Dia membuat putraku sekarat di dalam."
Tante Rinda meracau tak karuan sambil menangis.
"Tante aku mohon bertahanlah, kuatkan dirimu. Kevin pasti sembuh, dia akan baik-baik saja, Kevin anak yang kuat. Dia tidak mungkin meninggalkan tante sendirian."
Abel mengusap-ngusap punggung tante Rinda untuk sekadar menenangkan walaupun dirinya sendiri saat ini sudah hancur.
*
Sudah empat hari setelah Kevin dinyatakan koma. Hari ini tante Rinda menghubungi Abel memberitahu bahwa Kevin sudah sadar dari tidur panjangnya. Begitu mata kuliah terakhir selesai Abel langsung menghambur keluar kelas tidak sabar untuk bertemu dengan Kevin hari ini.
"Aku merindukannya. Sangat."
Kebahagiaan Abel sudah berada di puncak begitu melihat pintu ruang rawat Kevin. Abel memutar kenop pintu tersebut kebawah. Jantungnya sangat berdebar-debar. Pertemuannya kali ini seperti baru saja bertemu Kevin saat pertama kali. Entahlah gadis itu begitu gugup dan terlalu bahagia.
Begitu pintu terbuka lebar, Abel melihat tante Rinda berpaling padanya lalu tersenyum ramah seperti biasa. Kemudian ada seorang dokter tua di samping tante Rinda dan perawat cantik yang mendampingi. Terakhir pandangan Abel berhenti di sepasang mata Kevin. Begitu teduh dan menyejukkan.
Abel tersenyum padanya. Mungkin ini senyuman terindah yang pernah Abel perlihatkan untuk Kevin. Abel berjalan mendekat ke arah Kevin. Namun Kevin hanya menatap Abel dengan wajah yang datar, tidak ada senyuman atau ekspresi apapun darinya.
"Kevin syukurlah kamu udah sadar. Ini seperti mimpi, kamu terbangun dari komamu."
Abel menggapai tangan Kevin lalu menggenggamnya erat. Dia masih dengan wajah datarnya.
"Kevin."
Ulangi Abel meminta jawaban karena Kevin hanya terdiam. Dengan cepat Kevin menarik tangan Abel sehingga terlepas dari genggamannya. Kevin menoleh menatap tante Rinda yang kini ekspresi wajahnya berubah drastis. Sulit diartikan. Kevin kembali menoleh ke arah Abel. Abel tersenyum kikuk saat Kevin menatap wajahnya.
"Kamu siapa?" Hati Abel mencelos. Jantungnya berbedar lebih cepat. Gadis itu tekejut bukan main.
Apa maksudnya dia menanyakan aku siapa. Dia tidak mengenaliku?
"Kevin.. apa maksudmu?" Abel meraih tangan Kevin, tapi laki-laki itu langsung menepisnya dengan cepat.
"Bu, siapa dia?" Kevin meminta jawaban pada tante Rinda, ibunya.
Abel melihat ke sekeliling meminta jawaban. Wajah-wajah disini langsung berubah menjadi suram. Semuanya terlihat serius. Tante Rinda menutup mulutnya dengan sebelah tangan, berjalan mendekat ke arah Abel kemudian merangkul pundak gadis itu. Otaknya sudah berpikiran yang tidak-tidak.
"Tante, sebenarnya ada apa? Apa kalian sedang membuat lelucon?" Tanya Abel ingin tahu.
Saat ini wajah Abel sudah memanas. Hatinya mulai tak tenang. Abel sudah kacau. Tante Rinda tidak menjawab pertanyaan Abel. Beliau malah menghambur memeluk Abel sambil menangis.
Abel memandang dokter kemudian memandang perawat secara bergantian. Tapi tidak ada jawaban disana, yang ada justru wajah-wajah mereka yang prihatin melihat Abel. Kecuali Kevin yang hanya memandangi Abel dengan wajah heran.
"Kevin apa kamu sedang bergurau denganku?"
Abel bertanya memastikan. Tapi Kevin tidak mengubah ekspresinya. Keningnya berkerut, menatap dokter seperti meminta jawaban. Benar-benar aneh.
Tante Rinda melepaskan pelukannya kemudian secara diam-diam membawa Abel keluar ruangan. Abel mulai bertanya-tanya lagi. Pasti terjadi sesuatu dengan Kevin.
Tante Rinda menuntun Abel duduk di salah satu kursi pengunjung. Wanita paruh baya itu menatap Abel dengan wajah yang sendu dan mata yang bengkak akibat terlalu banyak menangis. Abel sudah was-was menanti berita buruk apa yang akan di sampaikan oleh tante Rinda.
"Abel, Kevin tidak mengenalmu."
Abel masih belum paham dengan yang dibicarakan tante Rinda.
Apa maksudnya Kevin tidak mengenalku?
Aku sudah empat tahun mengenalnya mana mungkin Kevin tidak mengenalku.
"Maksud tante?" Tante Rinda kembali terisak tapi segera ia menghapus air matanya, lalu memandang Abel dengan ekspresi yang prihatin.
"Dia kehilangan sebagian dari memorinya. Termasuk tidak mengenalmu. Menurut dokter dia terkena amnesia retrograde."
Ab seperti terkena sengatan listrik beribu-ribu volt saat tante Rinda menyelesaikan kalimatnya. Ini berita paling mengejutkan diantara berita-berita buruk yang pernah gadis itu dengar.
"Tapi tenang saja Bel, menurut dokter Kevin akan segera mengingatnya kembali. Dia akan segera sembuh."
Kini giliran Abel yang berkaca-kaca. Hatinya bergetar hebat. Kevin amnesia dan kenapa Ab yang tidak diingatnya. Jiwa Abel sudah akan melayang jauh ke angkasa. Semua orang yang mengalami kejadian seperti gadis itu pasti akan langsung terguncang.
"Amnesia retrograde itu apa tante?" Tanya Abel lirih.
Tante Rinda membasahi bibirnya sebelum dia bisa menjawab.
"Menurut dokter, kondisi Kevin, tidak bisa mengingat masa lalunya. Sebagian dari memori otaknya hilang." Jelas tante Rinda.
Abel mengembuskan napasnya. Lalu menyisir rambutnya ke belakang oleh sela-sela jari. Apa yang di alami Kevin sungguh tidak bisa masuk ke dalam otaknya.
"Jadi, pada intinya Kevin tidak ingat aku?"
"Dia merasa kalau dia masih duduk di bangku SMA."
Mata Abel menyipit. "Jadi.. Berapa lama Kevin akan seperti ini, tante?"
Tante Rinda menggeleng lemah, kemudian meremas jemarinya. "Tante juga tidak tahu. Dokter pun tidak bisa memastikan kapan Kevin bisa sembuh."
***
Abel kira hal-hal seperti ini hanya terjadi di film-film atau drama-drama saja. Tapi percaya atau tidak saat ini Abel sedang mengalami sesuatu yang begitu aneh. Kevin, kekasihnya mengalami amnesia setelah koma akibat di pukul oleh ayah kandungnya.
Kevin mengalami amnesia retrograde. Ingatannya berhenti di saat dia berusia 17 tahun. Dia tidak mengingat kehidupannya setelah usia 17 tahun itu. Ada bagian dimana memori otaknya tidak berfungsi. Tapi tante Rinda meyakinkan Abel bahwa semuanya akan baik-baik saja. Ya, semuanya pasti akan baik-baik saja. Abel yakin itu.
Gadis yang kini rambutnya di kuncir kuda memutar gagang pintu ruang rawat inap Kevin. Abel tidak begitu yakin ini akan berhasil atau tidak. Tapi apa salahnya untuk dicoba. Siapa tahu ada keajaiban datang dan Kevin kembali mengingat pacarnya seperti semula.
Abel menyembulkan kepalanya di balik pintu. Hanya ada Kevin yang sedang berada di tempat tidur. Melihat Kevin ada di sana, hati Abel menjadi sakir. Dalam benaknya terus bertanya, kenapa harus dia yang tidak Kevin ingat. Kenapa?
Abel memantapkan hatinya, mengambil napas dalam lalu mengembuskannya, sebelum dia berjalan mendekat ke arah Kevin. Dengan penuh percaya diri Ab menarik sebuah kursi ke samping ranjang, duduk disana sambil memerhatikan setiap lekuk wajah Kevin.