"Itu dia Pak Aiden," bisik Annisa. Abel menoleh cepat ke arahnya. "Yang di sebelah Pak Niko." Lanjut Annisa.
Dan di saat itu juga aliran darah Abel terasa berhenti mengalir. Tubuhnya sukses membeku. Benar-benar sebuah kejutan. Kevin yang bertahun-tahun tidak ada kabar sekarang muncul di depan wajah Abel laksana bunga mawar yang tumbuh di antara duri-duri yang tajam atau laksana fajar yang timbul menyingsing dari tengah kegelapan yang mencekam.
Kevin berubah menjadi Aiden. Dan bagaimana bisa?
"Selamat pagi, Pak Aiden."
Annisa membungkuk sopan pada Kevin alias Aiden Lee yang sekarang berdiri tepat di hadapan Abel dan Annisa. Aiden yang Abel yakini sebagai Kevin -itu pasti- hanya mengangguk kecil kemudian tatapannya beralih pada Abel yang sama sekali tidak bergerak seperti patung.
Abel bisa merasakan Annisa menyenggol-nyenggol tubuhnya agar Abel membungkuk pada Aiden. Tapi otak Abel begitu penuh sehingga dia tidak tahu harus berbuat apa. Sekujur tubuhnya berubah kaku.
Niko yang tepat berada di samping Aiden memelototi Abel juga agar memberikan salam hormat pada Aiden. Tapi saat ini, Abel terlalu syok melihat Aiden kekasihnya yang dulu berdiri angkuh -dengan aura yang sangat dingin- di hadapan Abel. Rasanya Abel mau pingsan saja sekarang.
"Arabella."
Niko berdehem dan entah sejak kapan sudah ada di samping Abel lalu mendorong tubuh Abel agar membungkuk. Karena dorongan tangannya yang kuat tubuh Abel langsung membungkuk mengikuti perintah Niko.
"Se-selamat pagi." Ucap Abel gugup.
Aiden tidak merespon Abel dia hanya menatap gadis itu dan beberapa saat kemudian dia pergi dari hadapan Abel dan Annisa, lalu masuk ke ruangannya bersama dengan Arsenio yang mendelik ke arah Annisa. Sedangkan Annisa mengepalkan satu tangannya ke udara seperti akan meninju Arsenio.
"Arabell!" Suara Niko melengking keluar dari ruangan Kevin. Abel yang merasa namanya di panggil langang bersungut-sungut. Dia tidak pernah suka kalau Niko sudah menyebut nama lengkapnya. "Kamu tahu enggak dia itu bos barumu. Seharunya kamu tunjukan rasa hormatmu padanya. Dasar bodoh!" Cecar Niko bertubi-tubi pada Abel dengan jengkel. Abel tidak menggubris. Abel masih terlalu terkejut. Kemudian Niko berdecak kesal dan meninggalkan Abel masuk ke ruangan Kevin.
"Bel, kamu kenapa?" Tanya Annisa yang masih berdiri di sana.
"Hah? Aku..aku enggak apa-apa, Nis."
Abel berjalan lunglai dan duduk di kursi kubikelnya kemudian membenamkan wajahnya ke kedua telapak tangan.
Apakah dia itu benar Kevin? Apa Aden Lee itu Kevin? Tapi bagaimana bisa? Abel terus membatin.
Walau pria yang sudah sepuluh tahun berpisah dengannya, sudah banyak berubah. Terlihat dingin dan angkuh secara bersamaan, tapi Abel masih mengenali Kevin. Dan walaupun sekarang tampang Kevin semakin menawan, dengan tubuh tinggi yang tegap, dada bidang seperti di rawat oleh olahraga yang rutin, Abel tetap yakin bahwa bos barunya itu adalah Kevin.
Tapi kenapa pria itu seolah tidak mengenalinya. Ataukah ingatannya belum kembali.
"Arabella, kamu dipanggil ke ruangan Pak Aiden, sekarang." Suara Niko menggema di telinga Abel, membuyarkan lamunan. Abel mendongak pelan dan Niko sudah berada di depan mejanya sambil memelotot.
"Dasar bodoh, kamu membuat Pak Aiden tesinggung." Ucapnya lagi kemudian pergi meninggalkan Abel.
Astaga bagaimana ini? Apa dia akan memecatku?
***
Abel memutar kenop pintu ruangan bos barunya -Kevin- yang sekarang disebut Pak Aiden. Rasanya masih tidak percaya bahwa Kevin kembali dengan menjadi orang yang berbeda. Apa Kevin masih amnesia dan tidak mengenali Abel. Dari gelagatnya yang dingin tadi rasanya Kevin sama sekali tidak mengingat gadis itu.
Begitu Abel menyembulkan kepalanya di ambang pintu, Kevin mendongak ke arah Abel lalu mengulurkan sebelah tangannya memerintahkan gadis itu untuk duduk di depan kursi yang sudah ada di depan mejanya.
Abel berjalan perlahan ke kursi tersebut dengan napas yang berat. Mendadak perasaan Abel menjadi tak keruan.
Kevin membuka sebuah dokumen dan membolak-balikan halamannya. Mata Abel masih menjurus tepat ke arah Kevin. Sikap Kevin menunjukan bahwa dia masih tidak mengingat Abel, karena Kevin hanya fokus pada dokumen yang ada di depannya dan tatapannya pada Abel terlihat biasa saja.
Tapi jika Kevin tidak mengingat Abel sebagai kekasihnya paling tidak Kevin pasti mengingat Abel sebagai temannya sebelum dia pergi ke Malaysia.
Oh ya, Abel ingat! sebelum keberangkatannya ke Malaysia, hubungan Abel dengan Kevin sedang tidak baik. Saat Kevin mendongakkan kepalanya dan sepasang matanya jatuh tepat di bola mata Abel, tubuh Abel tiba-tiba mengejang. Jantungnya berdebar-debar. Dan nadinya berdenyut cepat.
Ya Tuhan aku merasa mual. Ucap Abel dalam hati.
Abel harus menahan dirinya dengan sekuat tenaga agar dia tidak beranjak dan lompat ke dalam pelukan Kevin. Sungguh Abel ingin melakukan hal itu. Abel benar-benar merindukan pria ini.
"Kamu Arabella Gasyani dari bagian account officer?" Suaranya begitu sangat lembut dan berwibawa membuat lidah Abel mendadak kelu saat akan menjawabnya.
"I-iya Pa." Jawab Abel kaku.
Kevin langsung menyatukan ujung alisnya. Menatap Abel sebentar seolah sedang berpikir.
"Aku melihat catatan kerjamu disini," dia membolak-balikan halaman dokumen dan memerhatikannya dengan seksama. "Baik. Tidak ada catatan buruk tentangmu. Dan beberapa nilai A yang mengagumkan." Kevin mendongak lalu menatap Abel. Sesaat wanita itu terlonjak saat mereka saling berpandangan.
"Terima kasih Pak Aiden." Suarua Abel mulai kaku saat menyebut nama 'Aiden'.
"Well, kamu cukup mengagumkan." Kevin berdehem. Kemudian sedikit memajukan tubuhnya ke arah Abel. "Ini memperlihatkan bahwa kamu karyawan yang rajin, disiplin dan..tentu saja pintar." Kevin tersenyum lebar pada Abel seolah Abel adalah pemenang olimpiade matematika mengalahkan pelajar-pelajar jenius di seluruh dunia. "Perusahaan memberikanku sebuah ajuan promosi darimu. Aku yakin dengan nilaimu yang mengagumkan ini perusahaan akan mempertimbangkanmu."
"Terima kasih Pak Aiden. Saya sangat berharap bahwa saya bisa mendapatkan promosi itu."
Abel berusaha tersenyum walau bibirnya terasa membeku. Tapi Kevin sama sekali tidak membalas senyuman Abel membuat wanita itu menarik kembali senyumannya. Abel jadi tidak yakin bahwa orang di hadapannya ini adalah Kevin. Mungkin mereka hanya seseorang yang kebetulan memiliki wajah yang mirip. Atau Kevin punya saudara kembar.
"Kamu boleh keluar sekarang."
Suara Kevin datar dan sedingin es. Abel menegakkan tubuh lalu berdiri dari kursi dan saat dia balik badan, tubuhnya terkunci oleh sosok Kevin yang berdiri di hadapannya dengan kedua tangannya tersembunyi dibalik saku celananya.
"Baik, Pak Aiden."
Abel mengangguk sopan kemudian mengambil langkah ke sebelah kiri untuk keluar pintu. Tapi langkahnya harus terhenti karena Kevin dengan sengaja menggerakkan tubuhnya kesebelah kiri juga membuat Abel tak bisa lewat. Dengan gusar Abel menggeser tubuhnya ke sebelah kanan tapi, Kevin mengikuti gerakan Abel kesebelah kanan juga.
Abel menghela napas kemudian bergerak kembali ke sebelah kiri, dan Kevin bergerak kesebelah kiri juga. Oke cukup ini lelucon. Abel mendongakan kepalanya, menatap wajah Kevin dengan geram.
"Maaf Pak Aiden bisakah Anda tidak menghalangi jalanku?"
Kevin menyunggingkan ujung bibirnya kemudian menggeserkan tubuhnya. "Silakan." Dia mengulurkan tangannya memberi akses wanita itu untuk lewat.
"Terima kasih." Kata Abel dan cepat berjalan menuju pintu.
"Apa kamu akan keluar sekarang juga?"
Tanya Kevin sebelum Abel membuka pintu seutuhnya. Abel berbalik dan mengerutkan keningnya.
"Iya Pak," jawab Abel bingung. "Apa ada yang harus saya lakukan lagi disini?" Tanya Abel dengan sopan dan tidak sabaran karena Abel benar-benar ingin segera pergi dari sini.
"Tentu saja ada." Jawab Kevin mantap.
"Apa kamu tidak ingin memelukku dulu setelah kita tidak bertemu selama 10 tahun?"
Kevin membentangkan kedua tangannya seakan menyambut Abel ke dalam pelukan. Abel terhenyak dan menelan ludah susah payah. Dia..
"Kevin.."