Kami berhenti di sebuah restoran yang terlihat sangat mewah di- oh jadi ini di mana? Abel juga tidak yakin bahwa Ab pernah ke tempat ini sebelumnya. Tentu saja Abel tidak pernah ke tempat ini sebelumnya karena restoran ini, restoran yang mewah dan berkelas jadi untuk apa dia kesini.
"Aku enggak salah tempat, kan?" Bisik Kevin tepat di telinga Abel.
Abel menoleh ke arah Kevin yang sedang tersenyum. Kemudian Abel kembali menatap ke depan memerhatikan desain interiornya dan semua detail kecil restoran ini.
"Vin," panggil Abel hati-hati. Wanita itu menahan lengan Kevin membuat pria itu berhenti berjalan. "Tempatnya enggak salah sih, tapi kayanya kostum aku yang salah."
Abel menggigit bibir bawahnya. Wajahnya meringin ngeri menatap pantulan dirinya di kaca besar. Abel seperti di tenggelamkan ke palung paling dasar saat dirinya melihat oara pengunjung restoran memakai gaun yang cantik, sementara penampilannya sudah seperti tukang parkir di minimarket. Celana jeans ketat hitam, hoodie, dan sepatu converse. Oh memangnya wanita mana yang masih memakai converse di usia 29 tahun.
"Enggak apa-apa. Salah aku juga enggak bilang sama kamu ke mana kita bakal kencan."
"Tapi--"
Abel menarik lengan kemeja Kevin yang di gulung hingga siku. Memamerkan otot-otot di lengannya hang seksi.
"It's okau sayang, kamu enggak keliatan aneh kok."
Apa boleh buat. Dia sudah ada di sini. Mau putar balik pun tidak mungkin. Apalagi perutnya yang sudah keroncongan minta di isi.
Abel menarik napas panjang saat tangan dingin Kevin menggenggam tangannya. Pandangannya reflek melihat ke arah tangan Kevin yang digenggamnya. Entah kenapa di malam yang dingin ini Abel merasa hangat.
Kaki Abel sudah menginjak lantai marmer yang mengilat tapi, Abel masih tidak percaya bahwa Abel benar-benar berada di restoran mewah. Abel menarik napas berusaha bertingkah seolah-olah kalau Abel sering ke tempat seperti ini. Berusaha menghilangkan rasa kagumnya kepada tempat ini. Pencintraan di depan publik itu memang dibutuhkan.
Kevin menggandeng tangan Abel, berjalan ke arah meja yang berada tepat di dekat segerombolan keluarga besar yang berkelas. Jika dilihat-lihat mereka seperti keluarga pejabat dengan berbagai macam peraturan makan yang mereka miliki. Sunyi tanpa satu orangpun yang berbicara.
Padahal jika Abel makan di rumah dengan Mama dan Papanya tidak akan sesunyi itu. Kevin menarik kursi dengan gagah untuk Abel. Abel tersenyum manis kemudian duduk di kursi.
Wow, Abel benar-benar telah menjadi wanita karir yang sukses. Kevin duduk di depan Abel kemudian mengambil sesuatu di depannya yang dibentuk sedemikian rupa, lalu seketika benda itu menjadi sebuah kain segiempat dan menaruhnya di atas kedua pahanya. Oh, seharusnya Abel mencari informasi bahwa ada serbet yang bisa dibentuk cantik seperti itu. Abel memperhatikan Kevin dengan hati-hati, menguasai diri, mengambil serbet cantik sama seperti yang dilakukan Kevin.
"Aku udah pesan makanan khusus buat kamu." Ucap Kevin membuat Abel mendongak saat dia terkesima dengan serbet cantik ini. Abel benar-benar bertingkah sangat norak.
"Ya?"
"Mereka menyiapkan makanan khusus buat kamu." Ulang Kevin.
"Apa?"
Abel tidak bisa membedakan antara rasa antusias dengan rasa aneh. Kevin hanya tersenyum penuh misterius pada Abel. Kemudian dia mengangkat tangan pada seseorang yang ada dibelakang Abel.
Abel berbalik dan mendapati beberapa pelayan menggunakan seragam yang rapi dengan nampan di kedua tangan mereka. Para pelayan tersebut menunduk ramah kemudian dengan cekatan menaruh semua makanan di meja mereka.
"Ini, minumlah." Ujar Kevin sambil menyodorkan gelas beling berisi cairan yang aneh. Abel mengernyit bingung. "Wine." Sambung Kevin seakan membaca pikiran Abel.
Abel semakin tak mengerti. Kevin memang sudah banyak berubah. Dia telah menjadi pria sejati, tampan dan juga mapan. Di tambah pria itu sudah berani mengajak Abel minum alkohol.
"Aku.. Aku enggak mungkin pulang dalam keadaan teler, Vin."
Kevin tertawa kecil. "Cuma segini enggak bakal bikin kamu mabuk Bel."
Abel tersenyum tipis. Ekor matanya justru memerhatikan segerombolan keluarga pejabat itu. Matanya menangkap minuman warna-warni yang di minum salah satu anak di meja itu. Tapi Abel tidak tahu apa namanya. Alih-alih bertanya pada Kevin soal minuman warna-warni, Abel justru mengangguk menyetujui untuk minim wine.
"Cheers," ucap mereka bersama.
Kemudian beberapa pelayan datang dengan hidangan di tangan mereka masing-masing. Daging sapi asap terhidang di meja makan dan terlihat begitu sangat enak. Sudah lama sekali semenjak beberapa tahun lalu Abel tidak memakan daging sapi asap.
"Itu daging sapi asap paling lezat yang di masak khusus buat kamu. Itu makanan favorit kamu, kan?"
Abel tercengang menatap Kevin. Makanan favorit? Abel memang suka daging sapi asap, tapi seiring berjalannya waktu makanan favoritnya jadi berubah. Ceker merecon. Ah Abel jadi ngiler saat membayangkan ceker mercon yang dijual dekat kantor.
"Terima kasih." Tapi Abel tidak ingin jujur pada Kevin. Merasa tidak enak saja.
Kemudian matanya tertuju pada kerang saus mayonais miliik Kevin yang menggiurkan. Sepertinya kerang dengan saus mayonais milik Kevin lebih lezat.
"Kamu mau coba makananku?" Tanya Kevin mengikuti arah pandang Abel.
"Enggak," ucap Abel cepat. "Enggak, makasih."
Ucap Abel berbohong padahal Abel ingin sekali mencoba kerang itu. Kemudian Abel menyuapkan sepotong daging sapi asap yang dibuatkan khusus untuknya. Lalu Kevin menangkup saku celananya.
"Handphoneku," ucap Kevin. "Aku boleh mengangkatnya? Bisa jadi ini penting."
"Oh, ya. Boleh."
Ini benar-benar mimpi yang sudah lama sekali dan sangat terlambat untuk terwujud. Tapi tidak dapat Abel pungkiri bahwa malam ini Abel sangat bahagia. Bukan karena Kevin mengajanya makan malam di restoran mewah m, tapi karena Kevin telah kembali walau pria itu berubah seperti orang misterius. Setidaknya ini perasaan Abel sekarang.
Kevin datang kemudian duduk di tempat tanpa mengatakan satu patah katapun. Wajahnya terlihat murung dan tegang.
"Emm, rasanya ini kaya mimpi, Vin. Aku makan malam di restoran mewah dengan suasana yang romantis, minum wine sama kau, makan makanan favorit aku yang udah lama banget aku enggak memakannya. Kamu tahu? aku bahkan belum percaya bahwa kamu sudah sembuh dan mengingat semuanya. Sebenarnya kamu dirawat di rumah sakit mana?"
"Apa?" Kevin mendongak, sama sekali tidak mendengar perkataa Abel tadi.
Abel menghela napas, jika diulang pun pasti tidak romantis lagi.
"Enggak, enggak apa-apa."
Kemudian suasana berubah menjadi dingin dan canggung. Kevin mendadak diam tidak bersuara. Hanya menyuapkan satu persatu makanannya. Abel tidak suka suasana seperti ini. Tak lama suara ponselnya berdering lagi, kemudian Kevin mendongak dan meminta izin pada Abek untuk mengangkat ponselnya. Abel mengangguk lemah mengizinkan. Memangnya Abel bisa berkata apa lagi.