Abel membeku saat mengetahui fakta bahwa dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain diam di tempat. Kevin dan Tristan sama-sama memasuki lift dengan mengambil posisi masing-masing di sebelah Abel. Dalam waktu singkat keberaniannya melumer seperti lilin yang meleleh karena di makan api.
Abel menoleh ke arah Tristan dengan hati-hati dan di sana dia sedang tersenyum manis pada Abel. Abel menundukan kepalanya ke bawah menatap sepatu hak tingginya dengan nanar. Kemudian Abel menoleh ke arah Kevin yang ada di sebelahnya juga dan sama seperti Tristan, pria itu juga sedang tersenyum padanya.
Abel harus biasa-biasa saja. Abel tahu dua orang ini tidak tahu bahwa mereka bertiga saling mengenal satu sama lain. Kevin mengira Abel mengenal Tristan hanya rekan kerja. Sedangakn Tristan mengira Abel kenal dengan Kevin hanya atasan dan bawahan saja. Suara lift berdenting dan Abel langsung mendongak gembira. Lantai 4.
Begitu pintu terbuka Abel cepat-cepat keluar sebelum Kevin ataupun Tristan mengeluarkan kata. Yap, ayo sedikit lagi. Pintu lift terbuka. Tapi tungkainya jadi lemas. Di dalam diri Abel ingin berlari sekuat tenaga tapi pada kenyataannya dia hanya berjalan pelan seakan begitu sangat berat untuk melangkah.
"Abel, kamu mau ke mana?"
Abel terdiam terpaku mendengar dua suara orang memanggilnya. Ya Tuhan tidak salah lagi pasti mereka. Dengan takut Abel berbalik badan. Pintu lift hampir tertutup tapi tangan Kevin menekan tombol di sisi kiri bagian lift sehingga pintunya terbuka lebar, kemudian dia melangkah keluar dari lift.
Kevin menghampiri Abel. Sedangkan Tristan masih berdiri di dalam lift, memerhatikan Kevin dan Abel dengan perasaan penuh tanya, hingga pintu lift tertutup membawa Tristan di dalamnya. Abel bernapas penuh kelegaan dan berusaha untuk bersikap biasa-biasa saja saat Kevin sudah ada di hadapannya.
"Aku mau ke ruangan Karina. Ada berkas nasabah yang harus aku ambil." Jawab Abel asal-asalan. Kevin mengangguk-anggukan kepalanya.
"Tadi Annisa yang nganterin dokumen ke ruang rapat. Dia bilang kamu minta tolong sama dia karena kamu sedang sakit. Bener?"
"Ah iya, bener. Aku agak sedikit enggak enak badan dan ada masalah sama pencernaanku." Ucap Abel berbohong.
"Oh, udah minum obat?"
"Ah, udah. Udah." Jawab Abel gelagapan.
"Aku mau ngajak kamu makan siang. Ada yang mau aku kenalin sama kamu. Sebenernya ini rahasia, tapi aku mau sedikit demi sedikit kamu tahu soal aku selama ini."
Kevin menyentuh pundak Abel mengajaknya berjalan dari tempat ini. Abel menggoyangkan pundaknya agar tangan Kevin terlepas di sana. Dia sangat tidak nyaman. Bagaimana jika Tristan melihat kedekatan yang tidak biasa antara dirinya dan Kevin.
"Emm, siapa?" Abel mengikuti Kevin sambil tangan Kevin masih tak lepas dari pundak Abel membuatku wanita itu semakin risih.
"Masih rahasia. Yang jelas dia orang yang hebat. Kamu mungkin tahu dia."
Kevin tersenyum penuh misterius lalu jantung Abel mulai bertalu-talu lagi. Sampai akhirnya Abel tidak sadar bahwa mereka sudah berada dekat dengan ruangan Karina. Diseberang, Karina sedang berjalan ke arah mereka dengan santai.
Pada saat matanya melihat Kevin tubuh Karina langsung menegang lalu dia segera merapikan bajunya yang sama sekali tidak berantakan. Dengan langkah sedikit lebih cepat dan terburu-buru dia berjalan menghampiri Kevin dan Abel.
"Selamat pagi, Pak Aiden." Karina membungkuk ke arah Kevin sambil tersenyum.
"Selamat pagi."
Balas Kevin penuh wibawa. Karina menatap ke arah Abel dan mengernyit. Disaat itulah Abel tiba-tiba jadi gugup. Abel bingung apa yang harus dia katakan pada Karina.
"Oke, silakan kamu ambil dokumen yang kamu butuhkan pada Karina."
Karina mengerutkan keningnya kemudian memiringkan kepalanya. Jelas raut wajah Karina tampak sangat bingung.
"Dokumen?" Tanya Karina bodoh.
"Ee, map biru." Jawab Abel asal.
"Map biru?" Tanyanya lagi. Dan sekarang malah terlihat seperti orang tolol. Jari-jari Abel meremas blusnya sementara otaknya berputar cepat mencari alasan.
"Promosiku!" Jerit Abel. Sesaat kata itu tiba-tiba melintas di otak Abel, kemudian mata Karina membulat sempurna.
"Elo udah dapet promosi?!" Karina beringsut dari tempatnya dan raut wajahnya berubah panik. "Niko udah mempromosikan Lo? Kok bisa?"
Karina langsung menutup mulutnya dengan satu tangannya seperti orang baru saja kelepasan bicara. Abel tahu, dia idak mungkin secepat itu mendapat promosi. Tapi haruskah Karina bersikap seolah-olah Abel ini tidak mungkin tidak mendapatkan promosi. Dan menganggap Abel si bodoh yang beruntung.
"Kamu udah dapat promosi?" Tanya Kevin tiba-tiba membuat Abel mengalihkan pandangannya dengan cepat.
"Ah, baru mau. Belum pasti. Doain aja." Kata Abel pura-pura antusias. "Ya udah kalau
gitu sampai ketemu di makan siang nanti."
Sebelum Kevin menanyakan sesuatu yang lebih lagi, Abel langsung menarik tangan Karina meninggalkan Kevin. Sementara Karina terlihat bingung dan bodoh.
"Gue sama sekali belum dapet promosi apapun dari Niko." Desis Abel pada Karina saat keberadaannya sudah jauh dengan Kevin.
"Tapi.. Lo... tadi.."
"Gue..Gue cuma…ah udahlah gue perdi dulu. daah!!"
"Abel!"
Abel berblik ke arah Karina. "Ya?!"
"Jadi sebenernya lo udah dapet promosi atau enggak?"
"Enggak! bahkan gue belum mikirin hal-hal licik apa yang harus gue lakukan."
Kedua pundak Karina langsung turun dan mengembuskan napas lega sambil mengusap dadanya pelan. Kemudian tersenyum lebar pada Abel. Abel membalas senyumannya walaupun dia sama sekali tidak mengerti dengan tingkah anehn Karina.
***
Abel mengetuk-ngetukkan ujung jarinya ke atas meja sambil terus mengigit bibir bawahnya. Sungguh, Abel begitu sangat panik dan gugup saat ini. Masalahnya Abel duduk berdua dengan Kevin di tempat makan dekat kantor. Jika Tristan melihatnya bagaimana? sedangkan Tristan pasti masih ada di kantor.
"Kamu baik-baik aja?"
"Aku?" Abel menunjuk ke dirinya sendiri.
"Tentu saja kamu, Bel. Emangnya siapa lagi yang ada dihadapan aku sekarang selain kamu."
Kevin terkekeh kemudian menggulung lengan kemejanya dengan asal sampai batas siku. Sikapnya membuatnya terlihat keren dengan kemeja putih itu. Abel sempat terpesona tapi dia langsung menggelengkan kepalanya, mengenyahkan pikiran itu dari otaknya.
"Ah, ya aku baik-baik aja."
Abel mengibaskan tangan di depan wajah berusaha tertawa tapi malah terdengar garing.
"Nah, itu dia!"
Kevin memanjangkan lehernya dan melambaikan tangan pada orang yang pasti berada dibelakang Abel.
"Siapa?" Tanya Abel sambil menoleh kearah pandang Kevin.
Begitu Abel menoleh ke belakang dia melihat sosok Tristan berjalan dengan sangat gagah kearah mereka dan melambaikan satu tangannya ke atas.
"Orang yang akan aku kenalkan sama kamu."
Kepala Abel langsung berdenyut dan dengan cepat menoleh lagi kearah Kevin.
"Apa?!" Lolongnya tak percaya.
Kevin mau memperkenalkan Abel pada tunangannya sendiri. Abel gelagapan, dia harus membuat strategi khusus. Tapi otaknya sudah mandek tidak bisa berpikir apapun, sementara Tristan sudah semakin dekat.
Apakah ini waktunya bagi Abel untuk mengatakan pada Kevin bahwa Tristan adalah kekasihnya.