"Brengsek! Diabaikan lagi. Cara apa lagi ya?" Kevin masih saja mencoba mencari celah mengirimkan pesan kepada Zelin tentunya dengan nomor baru. "Aku harus mencari alamatnya. Aku akan meminta maaf padanya dan mencoba memperbaiki semuanya." Kevin bergegas memakai pakaian kerjanya dan bersiap berangkat. Kebetulan hari ini ada meeting di hotel dengan para petinggi perusahaan yang bekerjasama dengan Grey Tower termasuk David.
Sampai di hotel Kevin sengaja menanyakan kepada Indah salah satu karyawan resto kenalannya. "Zelin belum datang?"
"Sudah beberapa hari tidak masuk kerja, Pak. Masih sakit sepertinya." Indah berusaha menebar pesona pada Kevin.
"Kamu tahu rumahnya?"
Indah kesal, kenapa harus Zelin terus yang ditanya. "Nggak tahu." Indah memasang wajah masam seketika.
Namun, hal itu tidak membuat Kevin peka. Justru Kevin mengangguk dan mengucapkan terimakasih lalu meninggalkannya.
"Sialan banget sih. Kenapa harus Zelin sih! Kan ada aku. Dasar Zelin wanita sialan yang sok kecantikan." Dengan mood berantakan Indah kembali bekerja.
Kevin masih ada waktu setengah jam lagi untuk meeting. Sebelum menuju ruangan, Kevin berbelok pada salah satu ruangan yang bertuliskan HRD. Kevin masuk dan beberapa karyawan yang sedang berada di depan komputer menoleh.
"Maaf ganggu." Kevin mendekati salah satu karyawan dan meminta bantuannya. " Minta tolong dong."
"Iya, Pak. Silakan."
"Uhm, minta daftar riwayat hidup karyawan resto boleh nggak sih?"
"Untuk kepentingan apa kalau boleh tahu?"
Kevin tidak punya alasan tepat. Tapi dia terus mencobanya. "Mau rujuk."
Karyawan yang menjadi lawan bicara Kevin tercengang. Mau rujuk kok malah ke ruangan HRD. "Sebenarnya nggak boleh sembarangan, Pak."
"Saya tahu kok. Kalau saya masih setara dengan direktur juga pasti nggak akan sesulit ini nyari latar belakang orang. Saya butuh banget, tolong ya. Yang saya cari ini bukan orang lain, melainkan mantan istri saya. Sekarang lagi sakit sudah beberapa hari ini nggak masuk kerja. Dan dia sebatang kara. Saya khawatir, ponselnya mati. Dia pindah dan saya nggak tahu alamatnya yang sekarang. Tolong ya…," mohon Kevin dengan wajah yang dibuat memelas.
"Sumpah demi Tuhan ini bukan modus atau apapun. Ini serius," tambahnya.
Dengan berat hati karyawan itu pun terpaksa membuka database karyawan yang bekerja di hotel itu dan mencari daftar riwayat hidup Zelin. Mengcopy dan memberikannya kepada Kevin.
Kevin tersenyum senang juga lega. "Terimakasih ya, terimakasih. Maaf kalau udah ngerepotin." Kevin menepuk lengan karyawan HRD tadi dan langsung meninggalkan ruangan itu. Ia pun bergegas pergi ke ruang meeting. Dengan mengantongi lipatan kertas dan memasukkannya ke dalam saku bagian dalam jasnya.
Saat sudah memasuki jam makan siang, resto hotel ditutup untuk umum. Karena para hadirin yang rapat tadi akan makan siang di resto hotel itu. David Lian sambil mengobrol dengan salah satu direktur yang bergabung dengan Grey Tower masuk ke dalam resto. Kevin juga ikut serta dengan karyawan lainnya.
"Zelin, tolong antarkan ini untuk meja nomor lima ya."
Zelin mengangguk dan tersenyum sambil mendorong try menuju meja nomor lima. Namun, siapa sangka kalau meja nomor lima adalah meja David dan empat dewan direksi.
"Silakan, Pak." Meskipun Zelin dan David sama-sama terkejut. Tapi mereka tetap profesional. Ya, sebenarnya jantung mereka sama-sama tidak sehat. Karena pertemuan tidak sengaja itu.
Kevin memandang dari meja lain. Menatap tidak suka ke David yang masih saja terus memandangi Zelin tanpa berkedip. Aku tidak akan membiarkan kamu mendekati Zelin. Batin Kevin.
Zelin selesai mengerjakan tugasnya dan kembali mendorong troli ke arah dalam resto. Mata Kevin terus saja mengikuti arah Zelin pergi. Rasanya Kevin ingin mengejar dan memeluknya. Tangannya mengepal hingga buku jarinya memutih. Keinginan itu sulit terbendung. Hingga akhirnya Kevin berdiri dan memutuskan keluar dari resto. Banyak orang tidak memperhatikan karena sibuk makan dan mengobrol. Kevin mencari pintu lain masuk ke dalam resto dan menemukannya. Ia tidak peduli dengan para koki yang sibuk memasak dan sesekali melirik padanya. Ia menemukan Zelin sedang menata piring. Dan langsung mendekatinya.
"Zelin!"
Zelin terkejut dan memegangi dadanya. "Astaga, kamu ngapain sih ngagetin aku?"
"Kita bicara sebentar."
"Aku sedang bekerja, Kev. Lihat semua mata memandang ke arah kita." Zelin menekan ucapannya dengan berbisik.
Kevin keras kepala. "Aku tidak peduli. Harus bicara sekarang."
"Kevin, tolong jangan seenaknya dengan hidupku. Kita sudah selesai. Biarkan aku bekerja. Aku tidak mau dipecat hanya karena kekonyolan yang kamu buat." Zelin kembali menata piring.
"Aku benar-benar tidak peduli. Aku akan tetap disini sampai kamu mau bicara sambil menatapku."
"Gila. Kamu pikir kamu siapa?"
"Aku Kevin, pria yang mencintaimu."
Zelin mengerutkan keningnya dan berhenti menata piring saking shocknya dengan ucapan Kevin barusan. "Apa kamu sinting?"
"Iya, anggap aku seperti itu. Aku akan tetap menunggumu disini."
Zelin mulai risih dengan tatapan mata dan bisikan dari karyawan lainnya. Dan risih dengan ucapan Kevin yang menggila. Ia menarik nafas dalam-dalam dan menoleh ke arah Kevin. "Tunggu di ruang istirahat. Aku akan menemuimu."
Kevin lega mendengarnya, meskipun pria itu tahu Zelin melakukannya karena terpaksa. Ia berlalu dari pintu sebelumnya dan berjalan menuju ruangan istirahat para karyawan hotel atau resto. Tidak butuh waktu lama, Zelin datang dengan wajah tidak ramah.
"Cepat katakan apa yang-" Zelin tidak meneruskan kalimatnya karena tubuhnya kini sudah didekap erat oleh Kevin.
"Aku merindukanmu. Sangat." Kevin memeluk Zelin dan rasanya nyaman.
Zelin mendorong tubuh Kevin. Lalu menamparnya. "Kurang ajar sekali kamu."
"Zelin, aku–" Kevin memegangi pipinya yang terasa panas. Tidak menyangka kalau Zelin yang ia temui saat ini sudah sangat berubah. Tidak selembut dulu.
"Ingat ya, kita ini bukan lagi suami istri. Kita sudah tidak ada hubungan apapun lagi. Jadi jangan seenaknya memperlakukan aku semaumu. Itu namanya pelecehan dan bisa ku adukan ke polisi." Zelin berbalik hendak meninggalkan Kevin.
Namun, tangannya terkunci dengan cengkraman erat Kevin. Mendorong Zelin ke tembok dan langsung mencium bibirnya Zelin secara brutal. Zelin memberontak, berusaha mendorong tubuh Kevin, sayangnya tenaganya masih belum pulih sepenuhnya.
Hingga hal mengejutkan terjadi. Zelin yang masih memejamkan mata, dan tangannya yang berusaha mendorong ternyata tidak ada orang didepannya. Bahkan bibir Kevin pun lenyap seketika. Ternyata, saat Zelin membuka mata, Kevin sudah jatuh tersungkur di lantai sambil memegangi bibirnya yang berdarah.
Kini di depan Zelin ada pria lain yang memeluknya lebih lembut, dan hati-hati. "Jangan ganggu wanita ku lagi." Ucapan itu ditujukan untuk Kevin.
~•~•~•~•~
"Jangan ganggu wanitaku," tukas David sambil menunjuk ke arah Kevin yang masih tersungkur di lantai.
David membawa Zelin ke parkiran dimana mobilnya terparkir. "Masuklah, aku akan mengantarmu pulang," ucap David kepada Zelin.
Zelin menggelengkan kepalanya, "tidak, Pak. Saya harus kembali kerja. Supervisor saya pasti nyariin." Zelin siap berbalik namun David menahan tangannya.
Sepertinya memang sudah spesialisasi David menahan tangan Zelin sejak awal jumpa.
"Aku hanya khawatir. Aku akan bicara dengan supervisor mu kalau kamu sedang bersama saya." David siap mengeluarkan ponselnya tapi kali ini Zelin yang menahannya.
"Jangan. Aku tidak mau menjadi bahan gunjingan. Nggak usah bicara apa-apa, biar nanti saya saja yang urus. Sebelumnya terimakasih karena sudah menyelamatkan saya dari pria itu."
"Zelin, kalau boleh tahu, Kevin itu-"
----> bersambung