Dengan balutan kaos putih polos dan celana pendek yang nyaman untuk tidur. David menatap langit kamarnya yang temaram. Bukan karena sengaja, tetapi memang sejak pulang kerja pikirannya agak kusut. Ayahnya selalu saja mendesaknya untuk segera menikah. Karena sang ayah sudah tua. Sedangkan David sendiri tidak ingin terburu-buru mengambil langkah. Ia takut terulang kembali apa yang sebelumnya terjadi dengan Friska.
Pikirannya kembali ke Zelin si janda cantik yang selama ini mengganggu pikirannya dan membuat jantungnya selalu berdebar setiap kali bertatap muka. Seharusnya malam ini David mulai pendekatan dengan Zelin. Namun sayangnya Friska mengacaukannya. David yakin Zelin akan salah paham dengannya.
Ia berguling dan menarik nafas panjang, "ah… mengapa jadi kacau begini sih! Bagaimana menjelaskannya ya?" David mengacak rambutnya dengan frustasi. Ia sendiri tidak menyangka kalau wanita bernama Zelin itu mampu mendobrak hatinya yang hampir saja mati karena terlalu bucin kepada sang mantan istri.
"Apa aku temui sekarang ya?" David melihat jam pada layar ponselnya. Belum terlalu larut. Tapi, ia berpikir kembali apakah Zelin sudah tidur atau belum? Apakah sopan jika bertemu semalam ini? Benar-benar perasaan David kacau.
Pria itu melihat layar ponselnya, terutama aplikasi WhatsApp nya. Ia beberapa kali melihat profil Zelin yang sedang online. Apakah ini kesempatan? Entah mengapa jari David bergerak dengan lancar.
'Sedang apa, Zel?'
Satu detik
Dua detik
Tiga detik
Dan perasaan David berdebar ketika ada bacaan typing dari profil Zelin. Pesan pun masuk.
'Sedang rebahan.'
David tersenyum, ia berdebar layaknya ABG yang sedang jatuh cinta. Dan memang ia sedang jatuh cinta.
'Sudah mau tidur ya?'
'Belum. Kenapa?'
David tidak tahan. Ia ingin bertemu dan bercerita pada wanita yang sudah menarik perhatiannya beberapa bulan ini.
'Tidak apa-apa, hanya tanya saja. Takut mengganggu.' ternyata David tidak seberani itu untuk mendekati Zelin. Ada perasaan khawatir tersendiri yang ia rasakan.
'Tidak. Hanya saja, tidak baik malam-malam pria yang sudah memiliki istri/kekasih, mengirimkan pesan kepada wanita lain. Apalagi janda seperti ku.'
David membaca pesan itu sambil mengerutkan keningnya. "Ada apa dengannya? Apa dia salah paham tentang aku dan Friska?" Terdengar helaan nafas frustasi dari mulut David. "Apa aku harus menjelaskan lewat chat?" David berpikir sebentar. Lalu ia menggelengkan kepala.
"Aku akan menemuinya." David beranjak dari kasur, mengambil jaket, mengambil kunci mobil dan langsung bergegas sedikit berlari keluar dari penthousenya dan menekan tombol lift dengan cepat.
"Oh ayolah, lambat sekali lift ini," gumam David sambil terus melihat foto profil Zelin. Ketika lift tiba, ia langsung naik dan menekan tombol basement. Malam itu sepi karena memang sudah malam. Setelah sampai, David berlari sambil menekan tombol sensor mobilnya. Ia memakai jaket sambil menaiki mobil dan langsung melaju ketika dirasa sudah siap.
"Semoga Zelin belum tidur." David menuturkan doa selama perjalanan.
•~•~•~•
Zelin merasa gelisah karena pesan terakhirnya hanya dibaca namun tidak mendapatkan balasan apapun. Padahal ia berharap kalau David mau menjelaskan siapa perempuan yang bersamanya sore tadi.
"Benar kan! Pasti dia bingung mau jelasin apa. Karena sudah ketahuan sudah beristri atau pacar." Zelin melempar ponselnya ke kasur di sebelahnya. Ia berguling salah tingkah.
"Hmmm… kenapa semua laki-laki sama aja! Lagipula untuk apa mengharapkan David. Dia itu beda level dan kasta denganku. Dia bos sedangkan aku hanya butiran debu."
Saat Zelin ingin memejamkan mata, ponselnya bergetar. "Terserah," ucapnya dengan mengabaikan ponselnya.
Namun, beberapa saat kemudian bergetar lagi, kali ini lebih panjang dan menuntut. Memaksa Zelin untuk kembali membuka matanya dan meraih ponsel tersebut. Tanpa membaca nama yang tertera, Zelin menggeser tombol hijau.
"Hmm?"
'Zelin, aku di apartemen uhm di parkiran rusun. Aku ingin bertemu.'
Zelin mengerutkan keningnya dan melihat layar ponselnya dan membaca nama siaapa yang meneleponnya.
David.
Segera saja ia merasa segar dalam waktu singkat dan segera terbangun dari kasurnya.
"P-pak David! Maksudnya gimana?" Zelin berlari ke arah balkon. Menggeser pintu kaca dan berdiri di balkon. Mencari kehadiran pria yang sedang melakukan panggilan padanya.
'Aku ada di parkiran rusun. Ingin bertemu. Apa boleh aku naik ke unit mu? Atau kamu yang turun menemuimu?'
"Uhm, naiklah. Eh… uhm aku yang akan segera turun. Tunggu sebentar."
'baiklah.'
Panggilan terputus dan Zelin panik. Ia meletakkan ponselnya sembarangan. Lalu ia berlari ke dalam toilet untuk cuci muka. Setelah selesai ia mengganti pakaiannya dengan yang lebih sopan. Kaos, cardigan dan celana bahan panjang. Tidak lupa ia memoles wajah ya dengan bedak seadanya dan memoles bibirnya dengan lipstik berwarna pink supaya terlihat segar. Tidak lupa ia menyisir rambutnya dan mengikatnya seperti buntut kuda. Sentuhan terakhir ia menyemprotkan parfum feminim yang harum dan nyaman di hidung.
Zelin memakai sendalnya dan membuka pintu unitnya. Lalu kembali menutup dan menguncinya. Koridor rusun nampak lengang. Ia menuruni tangga dengan cepat. Dan ada penjaga rusun yang memperhatikannya.
"Mau kemana Mbak?" Tanya penjaga.
"Mau ke depan, Pak. Nemuin teman." Zelin dengan ramah menjawabnya dan berlalu begitu saja. Rusun dan apartemen mirip tapi tidak sama. Kehidupan di rusun lebih bersosialisasi daripada di apartemen yang individual. Makanya Zelin lebih memilih turun menemui David di parkiran. Supaya terhindar dari gunjingan tetangga rusun.
Zelin mencoba bernafas dengan teratur, kala ia melihat David sedang bersandar di depan mobilnya. Dengan setelan celana pendek selutut, jaket yang lengannya tergulung dan sandal. Sangat kontras dengan gayanya di kantor yang terlihat begitu sempurna dengan setelan jas berdasi dan sepatu.
"David!"
Pria itu menoleh dan langsung berdiri tegak, mengeluarkan tangannya dari saku jaket. "Zelin," lirihnya. Ia tidak menyangka kalau Zelin terlihat begitu cantik dan berbeda saat tidak memakai seragam kerja. Natural.
Zelin menggigit bibirnya karena salah tingkah. Melihat itu, membuat David teringat kembali awal perjumpaannya dengan Zelin di kamar hotel dulu. Karena Zelin menggigit bibirnya, membuat David tidak tahan dan langsung menciumnya.
"Maaf ya mengganggu," ucap David.
Zelin meremas tangannya sendiri karena euforia dalam dirinya sangat senang. "Ng-nggak kok. Belum tidur juga. Uhm… tapi ada apa?"
David berjalan selangkah mendekati Zelin. Lalu tangannya bergerak begitu saja memegangi bahu Zelin dengan lembut. "Aku belum beristri atau memiliki kekasih. Wanita tadi sore itu mantan istriku. Tapi perasaanku padanya sudah biasa saja. Justru aku khawatir kalau kamu salah paham."
Zelin mengerjapkan matanya beberapa kali. Otaknya serasa berhenti berpikir. Namun, hatinya menghangat, darah berdesir, sulit sekali rasanya menelan salivanya sendiri.
"Zelin, aku seorang duda. Tidak ada yang salah kan?"
—-> Bersambung