Dengan tergesa, Nicholas membuka pintu ruangan VVIP yang di dalamnya terdapat ibunya. Dia langsung menghambur dalam pelukan wanita yang sudah melahirkannya di dunia.
"Mom, kenapa bisa sakit lagi?"
Nicholas menatap sendu pada sang ibu yang kerap kali dia panggil dengan sebutan Mom. Karina Jackliem, ibu dari Nicholas pun menatap teduh pada sang anak.
"Aku hanya wanita rapuh yang sebentar lagi mati! Itu semua gara-gara kamu ...,"
"Mom!" bentak Nicholas yang langsung membuat Karina meringis sakit di ulu hati.
"Maaf, Mom ...," Nicholas mencium kening ibunya sekilas. Seakan merutuki kebodohan, bisa-bisanya membentak sang ibu di saat wanita paruh baya itu terbaring lemah di ranjang rumah sakit.
Brak!
Dua manusia itu — Karina dan Nicholas — langsung terlonjak kaget. Sedangkan, sang pelaku yang barusan membuka paksa pintu itu hanya tersenyum tanpa dosa.
"Kau?" geram Nicholas, tetapi langsung dihadiahi cubitan di pinggang oleh Karina.
Nicholas langsung menggerutu dalam hati. Dia tak bisa berkutik, bila di depan sang ibu. Nanti, akan ada saatnya mencaci-maki si pelaku yang tak tahu diri itu.
"Mom, maafkan aku! Hanya saja, aku terlalu khawatir padamu!" Jenny, si pelaku tadi, kini tengah mendekat ke arah Karina.
"Jangan sentuh Mom-ku dengan tangan kotormu, jalang!" bentak Nicholas yang sontak membuat Jenny berhenti di tempat.
Jenny menatap sendu pada Nicholas. Bukan hanya kali ini saja, seorang Jenny Arletta disebut jalang oleh Nicholas. Mungkin bila dihitung, besarnya sudah setara dengan gunung himalaya. Miris sekali.
Nicholas hanya merespon dengan senyuman miring khas iblis. Dia senang, bisa memojokkan Jenny di depan ibunya. Tak tahu saja, sang ibu sudah memegangi dadanya, karena melihat perkataan yang tidak senonoh dari putra sulungnya.
"Astaga, Mom!" Jenny kembali mendekat ke arah ranjang.
"Aku bilang jangan! Tuli kamu?" bentak Nicholas yang langsung menahan tubuh wanita itu.
Jenny tetap berontak. Sialnya, seorang Nicholas tak melihat keadaan sang ibu. Dikarenakan, lelaki arogant itu tengah memunggungi wanita yang terbaring lemah di ranjang.
"Kamu gila, Nic?" Air mata Jenny sudah luruh begitu saja.
"Kenapa? Mungkin memang aku sudah gila, karena selalu dibuntuti oleh kuman dekil sepertimu!" Nicholas menyeringai. Dia puas sekali, karena sang ibu tak lagi ikut campur dan membela calon menantu kesayangan.
Tak tahu saja, sang ibu sudah merasa amat kesakitan di area dada wanita itu. Jenny tak bisa berdiam diri seperti ini saja. Dengan kekuatan yang tersisa, dia mendorong tubuh tegap lelaki tersebut.
"Kamu bisa mencaci diriku. Tapi, please! Break untuk sekarang! Ibumu butuh pertolongan!" Jenny berteriak dengan murka.
Dia langsung menerobos tubuh Nicholas yang diam membisu. Wanita itu dengan cekatan menekan tombol bel yang sudah terhubung langsung pada pihak tim medis.
Seolah tersadar, Nicholas langsung berbalik. "Mom? Mom bertahanlah!" Nicholas memeluk erat sang ibu.
Sementara Jenny hanya mampu terisak. Dokter pun tak kunjung datang. Ini, membuat Jenny risau. Jenny pun langsung mendekat ke arah Nicholas dan memegang lengannya.
"Jangan pegang-pegang! Kamu gila atau gimana? Mom-ku membutuhkan diriku!"
Dengan tak tahu aturan, Nicholas langsung mendorong keras tubuh Jenny. Mengakibatkan wanita itu terhuyung dan berakhirlah bokongnya mendarat di lantai.
"Aduh!" pekik Jenny kesakitan.
"Aku mohon Nicholas. Kasihan Mom!" Jenny masih saja mencoba untuk bangkit.
Bukannya mendengarkan, justru Nicholas langsung menarik pergelangan tangan Jenny dengan kasar. Mau tak mau, wanita itu langsung berdiri.
"Siapa kamu, hah? Aku hanya ingin menemani Mom. Jangan mencari muka! Dasar sialan!"
"Nic!" Suara yang lemah dengan napas yang tersengal, mampu membuat tangan Nicholas melepas pergelangan tangan Jenny. Dapat dipastikan, akibat ulah Nicholas barusan, tangan Jenny akan memar.
Nicholas memfokuskan diri dan mendekat pada Karina. Karina masih setia memegangi dadanya dan bernapas berat.
"Please! Turuti perkataan Mom! Menikahlah dengan Jenny. Mom hanya ingin melihat kamu mengucap janji suci dan menghalalkan dia. Anggap saja itu keinginan terakhir dari Mom!" Wanita itu memegang erat jemari besar Nicholas.
"Nic janji, asal Mom sembuh!" Dengan berat hati, akhirnya kata janji diikrarkan juga oleh Nicholas.
Wanita itu tersenyum. Membelai rahang tegas sang putra yang ditumbuhi oleh bulu-bulu halus.
"Jangan hanya berjanji! Bersumpah atas nama Mom!" tegurnya dan langsung diangguki oleh Nicholas.
"Nic bersumpah, akan menikahi Jenny!" setelah mengatahan hal tersebut, Nicholas beringsut pergi dari sana. "Aku akan memanggil Dokter. Dan kau wanita sialan, jangan sentuh ibuku!"
Jenny hanya menunduk saja. Wanita itu baru mendongak, saat mendengar suara dentuman dari pintu yang dibanting oleh Nicholas.
"Mom ...," Jenny tersenyum lebar dan langsung menghambur dalam pelukan Karina.
"Rencana kita berhasil!" girang Karina yang padahal saja dia tidak sedang sakit.
Jenny sontak mengangguk penuh haru. Dia tak menyangka, akan segera mendapatkan Nicholas. Walau, hanya raga Nicholas yang masih Jenny dapatkan. Jenny akan berusaha juga untuk memenangkan hati dari si arrogant, Nicholas.
"Tidak sia-sia, aku membujuk suami kesayangan dan menyogok pihak Dokter untuk menelepon Nic!" kekeh Karina dengan mengangkat dagu, tanda angkuh.
"Mom. Apa ini tidak berlebihan?" Jenny bertanya penuh kecemasan.
Karina pun menggeleng pelan. "Mom akan melakukan apa saja, agar Nicholas bisa menikah denganmu, Jenny!"
Jenny kembali memeluk wanita paruh baya itu. Dia bahagia, karena setidaknya ada yang mendukungnya untuk mendapatkan cinta dari Nicholas.
***
Jenny terkaget, karena tiba-tiba saja, Nicholas menarik tangannya dengan tak berperasaan. Wanita itu menjatuhkan totebag yang di dalamnya berupa makanan untuk Karina.
"Nic. Hentikan! Kau ini sunggu tidak ada sisi manusiawinya!" bentak Jenny, tapi hanya dianggap angin lalu oleh Nicholas.
Jenny amat malu. Terlebih, banyak orang yang berlalu-lalang di lorong rumah sakit besar itu. Baik dari kalangan tim medis, maupun pihak keluarga bagi yang sakit.
"Masuk!" Suara itu menggema di sepenjuru loby rumah sakit.
Jenny mengikuti kemauan Nicholas. Dia memasuki mobil sedan yang berwarna silver. Nicholas pun ikut menyusul di jok pengemudi. Dia langsung tancap gas, meninggalkan kawasan rumah sakit.
"Nic, Mom sedang sakit. Kita mau pergi ke mana?" Jujur, Jenny sangat takut dengan situasi ini.
"Diam kamu! Kau tidak ada hak berbicara di dalam mobil mewahku!" Nicholas pun masih sibuk mengemudi.
Jenny menggeleng keras. Perkataan Nicholas seolah menyindir dirinya. Jenny diibaratkan kuman dekil yang tengah mendiami mobil mewah ini. Sangat meresahkan.
"Hati-hati! Kamu mau mati? Jangan ajak aku!" bentak Jenny ketika menyadari bila Nicholas menambah kecepatan mobil.
Lelaki itu tersenyum miring. Dia melihat ke arah Jenny sebentar dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Bukan aku yang akan mati. Tapi kamu!" sinis Nicholas dengan menyeringai.
"Ma—maksudnya? Nic, jangan membuatku takut!" Jenny sudah berkeringat dingin.
Tak lama kemudian, mobil itu berhenti tepat di tengah hutan. Jenny takut. Dia tidak mau turun, tapi Nicholas sudah turun duluan. Lelaki itu membuka kasar pintu mobil. Berakhir, dengan Jenny yang ditarik kasar.
"Nic. Jangan bunuh aku!" Jenny sudah terisak dan memberontak sekuat tenaga.
"Ini, 'kan, yang kamu mau?" Nicholas tersenyum menggema di penjuru hutan.
Dia menyeret kasar dan membawa Jenny semakin masuk ke dalam hutan. Tak lama kemudian, langkah mereka berhenti di tepi jurang.
"Nic. Aku mohon, jangan!" Jenny tak bisa berkutik lagi.
Bergerak sedikit saja, sudah pasti dia akan tergelincir di dalam jurang. Jenny tidak mau mati sia-sia di tangan tunangannya sendiri.
"Selamat tinggal, Jenny Arletta!"
"Tidak!"