Chereads / THE CEO Is MY ROMEO / Chapter 58 - DINNER (Part 2)

Chapter 58 - DINNER (Part 2)

Tuan dan Nyonya Pranaja melangkah santai, di belakang sang CEO. Juga bersama sepasang suami istri dan...

"Prue??"gumam Aira lirih. Ia yang semula berdiri, duduk lagi. Melanjutkan sisa Pie dan jusnya. Ia tandaskan semua makanan hingga tak tersisa. Bersamaan dengan asisten mengantarkan lagi, Salmon Baked saus Lada hitam, Raviolli dan Potato Crispy.

Aira berterima kasih, si asisten tersenyum, "Nona, kata Tuan Gio, Anda bersantai dulu saja di sini. Menikmati makanannya."

Gadis itu mengangguk, mengulas senyum sopan. Kembali berterima kasih.

Usai asisten yang melayaninya pergi, hanya Ia pandangi makanan di mejanya, tanpa ia sentuh sedikitpun. Tatapannya beralih pada Raave, yang sedang beramah tamah dengan para tamu. Juga Prue, yang di berdiri di sampingnya. 'oke, aku akan menunggu.'batin Aira.

Desakan perut yang lapar, membuatnya melahap juga Salmon Baked, sekaligus bersama Raviolli. Tatapannya masih tak beralih. 'Jadi ini, hal tak menyenangkan itu? Apakah ini perayaan mereka bertunangan atau semacamnya?'gusar Aira dalam hati. Agak kecewa juga rasanya.

Aira menghabiskan makan malamnya dalam waktu singkat, Ia berencana memanggil Gio dan meminta mengantarnya pulang saja. Lagipula, Ia tak ada keperluan juga dalam acara ini. Pikirnya.

Gadis itu mengelap mulut. Minum air dalam sekali teguk, lalu memanggil asisten yang kebetulan lewat di depannya. Meminta tolong memanggilkan Gio.

Hitungan detik, Sekretaris Raave itu sudah duduk di hadapannya. Ngos-ngosan.

"Tuan Gio, bisakah saya minta tolong antarkan Saya pulang?" Aira to the point.

"Nona, Anda tak menunggu Mr Raave dulu? Ia berpesan, Anda diminta menunggunya."jawab Gio.

Aira bernafas dalam. "Untuk apa, Tuan? Mengetahui kabar Dia dan Nona Prue?"

"Anda kenal Nona Prue?"

"Ya, saya kenal. Dia bos sahabat saya!"

Gio mengangguk paham. "Begitu, Nona Aira, ini hanya sebuah reuni dan kumpul-kumpul biasa saja. Orangtua Nona Prue berteman baik dengan Tuan dan Nyonya besar. Tak ada acara apapun atau perayaan. Saya mohon sekali, tunggu Mr Raave sebentar lagi. Oh saya ambilkan makanan kecil saja, agar anda tak bosan." lelaki tambun itu segera pergi ke dalam. Tanpa mengetahui reaksi sang gadis.

Aira memperhatikan lagi, lelaki yang selama ini sudah mencuri hatinya. Berharap jika menatap terus menerus, sang lelaki akan menyadari kehadirannya.

Tapi Raave tetap tersenyum pada para tamu, sama sekali tak menoleh atau melirik ke arahnya. "Huhh.. !! Ya sudah"gerutunya, sebal.

"Selamat malam, boleh saya duduk di sini?" Tiba-tiba entah darimana datangnya, seorang pria menghampiri Aira. Tersenyum manis. Wajahnya bersih, putih, tampan dan berbadan tinggi besar. Seperti Atlet Basket.

Aira bingung, mengangguk sekenanya.

Sang pria duduk santai, meletakkan gelas wine di meja. "Anda sendirian saja, Nona?"tanyanya lembut.

Aira tersenyum, mengangguk.

"Sayang sekali, kenapa perempuan cantik nan manis seperti Anda, datang sendiri saja, di acara ini?"

"Saya menunggu seseorang, Sir."balas Aira lagi. Menegaskan. Nampaknya pria ini sedikit agresif.

"Menunggu seseorang? Dari tadi??" si pria yang tak Aira ketahui namanya ini, menatap lekat padanya.

"Ya, dia sudah di sini. Hanya sedang ada keperluan lain."jawab Aira, takut. Namun tak ditampakannya.

"Hm...Begitu. Baiklah. Sementara menunggunya, boleh kan saya menemani Anda ngobrol sebentar?" si pria masih memandangi gadis itu intens.

Aira mengulas senyum sopan, sebagai jawaban. 'Siapa pria ini? Relasi Raave kah? Atau relasi orangtuanya?'batinnya linglung.

Ia jawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh, Zen, nama si pria. Seperlunya. Tak berniat bertanya balik. Ternyata Zen suka bercerita, Aira mendengarkan dengan biasa saja. Menanggapi, apa yang perlu ditanggapi. Selebihnya diam dan mendengarkan.

"Aira, sebenarnya siapa yang kamu tunggu?"tanya Zen, melirik jam.

Aira hanya tersenyum lagi.

"Sudah satu jam, kita mengobrol, namun orang yang kamu tunggu tak juga muncul."lanjutnya, agak emosi. "Sebenarnya dia ini tahu waktu atau tidak. Membiarkan gadis cantik sepertimu, menunggu begitu lama!"

Aira menunduk sekilas. Membatin gusar. Benar juga kata Zen. Raave tak juga menemuinya. Masa dia yang harus menghampiri lelaki itu. Bukankah itu sedikit memalukan?

"Dia masih ada urusan penting, Mr Zen. Anda boleh pergi jika memang ada keperluan lain. Saya akan menunggunya disini."balas Aira. Berusaha bertahan.

Zen menatapnya dalam. "Kamu masih mau menunggunya. Orang ini sungguh penting bagimu?"

Lagi lagi sang gadis hanya tersenyum manis. Tak berkata-kata.

"I see. Baiklah, Ai. Aku harus pergi. Semoga harimu menyenangkan."pamit Zen, menyerah. Ia berdiri, lalu melangkah menjauh, masih sesekali menengok ke arah gadis yang baru saja Ia ajak ngobrol.

Aira mendesah panjang, matanya berkeliling. Mencari Gio.

Gio segera menghampiri sang gadis. "Maaf, Nona. Tunggulah seben... "

"Cukup, Tuan Gio! Tolong, antarkan saya pulang, sekarang! Please!" jawab Aira, memotong kalimat Gio. Ia pegangi kepalanya. Entah bagaimana, pusing mendadak.

"Anda sakit?"Gio terlihat khawatir.

"Tidak, hanya mendadak pusing."balas Aira. Menopang kepala di atas meja dengan tangan. Kepalanya berputar hebat. "Antarkan saya pulang, Tuan Gio. Kepalaku sakit sekarang! Please!" Aira terengah. Padahal tadi sudah minum obat.

Gio panik. Bingung. "Anda masih kuat berjalan??"

Aira berdiri, berjalan pelan mengikuti sang Sekretaris pribadi. Menahan sekuat tenaga, agar tidak pingsan. Mereka turun. Gio ditemani satu Staff khususnya.

Tak sengaja melewati toilet, Aira langsung masuk. Menutup pintu. Ia muntah. Nafasnya seperti habis. "Ada apa denganku, sebenarnya?"batinnya. Panik. Ia muntah darah. Begitu banyak, mengalir dari mulutnya.

"Nona Aira..!! Anda baik saja??!"teriak Gio.

Pintu terbuka, Aira keluar. Gio tercekat.

Sang Staff segera menangkap Aira yang terkulai lemah, hidung dan mulutnya mengeluarkan banyak darah. Hingga dressnya berubah warna.

Mereka melesat ke Rumah sakit. Gio panik bukan main. Menghubungi Lei. Memintanya menyusul.

Dalam perjalanan, Aira memejamkan mata, tak sadarkan diri. Membuat Gio berkaca-kaca, sambil fokus menyetir dengan kencang. "Nona, Bertahanlah!"doanya lirih.

Secepat angin, Gio sampai, di Rumah Sakit. Selama 30menit perjalanan, yang hampir membuatnya putus asa.

Aira masuk IGD. Mendapat pertolongan secepatnya. Gio dan Staffnya menunggu. Lei datang beberapa menit kemudian. Menatap panik Gio." Sir. Nona Aira kenapa??"tanyanya.

Gio menggeleng frustasi. Menunjuk IGD. Tak mampu bicara. Lei menenangkannya. "Tenang, Sir!"

Sekretaris pribadi Raave itu mondar mandir, mengusap tengkuk dan muka bergantian. Menunggu Dokter keluar. Handsfree dan perlengkapan komunikasinya Ia lepas dan tinggalkan di mobil. Tak bisa lagi berfikir yang lain. Selain sang Nona yang mendadak ambruk.

Semakin panik, kala perawat keluar dan berlari, lalu kembali membawa beberapa kantong darah.

Akhirnya yang ditunggu keluar juga. Dokter melepas masker dan Stetoskop. Menatap Gio sendu. Ia menanti, kabar baik dari Dokter, bahwa Aira akan baik-baik saja.

"Dia keracunan, Tuan. Ada zat kimia yang kami temukan di tubuhnya. Menyebabkan pendarahan hebat. Hingga sempat kekurangan darah tadi."jelas sang Dokter. yang langsung undur diri.

Gio menahan nafas, Lei terbelalak. Staff khusus mereka kaget.

"Ashley!"bisik Gio. Ia tatap tajam Lei, yang mengangguk.

"Tapi bagaimana bisa? Dia sudah di penjara!"bantah Staff khusus.

"Dia orang kaya, bisa melakukan apa saja, walau di penjara. Suruhannya kan banyak!"jawab Lei.

"Selidiki Lei!! Suruh Staff khususmu. Pergilah. Aku akan menjaga Nona Aira di sini! Pasti ada orang dalam atau tamu yang menyamar."perintah Gio tegas.

Lei dan Staff khusus segera pergi. Gio kembali duduk. Mengusap muka kasar. Ia berdiri lagi, melirik lewat celah kaca pintu IGD.

Aira tak sadar. Para perawat bersiap memindahkannya di Ruang Perawatan Khusus. Masih ada sedikit darah di hidungnya.

Tiga kantong darah yang sudah kosong, dibereskan oleh salah seorang perawat. Tanpa sadar, Gio meneteskan airmata. "Bagaimana aku memberitahu Mr Raave tentang ini?"bisiknya gusar. Ia raba telinganya. Mengumpat lirih.

"Sialan!! Handsfreeku di mobil!!" Lelaki itu berdiri. Berlari menuju parkiran, secepat Ia bisa. Mengambil alat komunikasinya, ponsel dan sapu tangan. Lalu bergegas kembali ke IGD.

Para perawat sudah mendorong Aira yang berbaring lemah di ranjang. Menuju Ruang Perawatan Khusus. Gio berjalan pelan di belakang mereka.

Sesekali mengecek ponsel. Ia hubungi Lei. "Bagaimana Lei??! Kau tak melapor?!!"ketusnya sebal.

"Ma-maaf Tuan. Saya baru sampai ini. Saya masih terus menyelediki. Nanti saya kabari!!"jawabnya berteriak. Rupanya acara belum usai. Karena masih terdengar suara riuh dan gelas wine yang saling beradu.

Gio mengakhiri pembicaraan. Masuk ke Ruang Perawatan. Dan duduk di kursi dekat jendela. Pandangannya tak beralih dari Aira yang bernafas pelan. Ia berterima kasih pada para perawat, yang sudah memeriksa sang gadis, sebelum mereka pamit keluar.

Ia hubungi Bu Wina kemudian. Ia tahu, karena Raave memintanya menyimpan nomor itu jika sewaktu-waktu butuh.

Bu Wina terdengar shock. Berjanji segera datang. Gio meminta maaf karena tak bisa menjemput, gantinya ia akan pesankan ojek online.

Tujuannya, agar sang gadis ada yang menunggui, sementara Ia akan mengurus masalah Ashley di kediaman Pranaja. Siapa tahu masih ada masalah lain.

Lelaki itu menunggu, hingga Bu Wina datang dengan wajah sedih, beberapa saat kemudian. Cukup lama jika dari rumah Aira. 30menit lebih.

Gio pamit. Usai menjelaskan semuanya pada Bu Wina, yang menerima dan mengerti dengan baik.

Asisten pribadi Raave itu melangkah keluar kamar dengan lesu. Menggelengkan kepala. Bu Wina menatapnya prihatin.

Kediaman Pranaja

Raave menyuapkan makanan ke mulutnya dengan enggan. Daritadi, Ia tak melihat Aira. Ocehan Prue, tak diperhatikannya sama sekali. Lelaki itu sibuk dengan pikirannya sendiri.

Hingga akhirnya tak tahan lagi, Raave sedikit melempar pisau dan garpu, mengelap mulut lalu berdiri. Ia pasang handsfree, mengaktifkan kembali ponsel dan sebuah panggilan langsung menghampiri.

Hanya nomor saja..

"Ya, siapa ini...?"

"Hai, Tuan Raave yang terhormat.. Bagaimana acaranya? Meriah??"sapa seorang lelaki dari seberang sana.

Raave langsung mengenalinya. "Ashley!!!"geramnya emosi.

"Hm, lelaki cerdas! Bisa segera mengenaliku. Jadi.. Apakah acaramu menyenangkan?"

"Apa maumu, Ash??!! Tak usah bertele-tele!!!"tukas Raave marah.

"Apa mauku??? Hahahahahh... Mauku sudah kulaksanakan. Jadi..."

"Apa maksudmu??!!!"Potong Raave tak sabar.

"Tujuanku sudah terpenuhi, terlaksana dengan sangat baik, Raave. Selamat menikmati pestamu! Hahahahh....!!" Ashley tertawa mengejek. Mengakhiri pembicaraan.

Raave berjalan ke Rooftop, mengedarkan pandangan dengan teliti. Tak ada Aira. Benar-benar tak ada. Meyakinkan diri lagi, Ia mengelilingi seluruh area rooftopnya. Siapa tahu ada yang terlewat. Hanya para tamu yang masih menikmati sajian penutup, yang baru saja terhidang. Mereka menyapa Raave ramah.

Pandangannya tertuju ke sofa, yang terletak sendiri di sudut.

So stay tune...