Pranaja Office
"Sudah kau temukan pelakunya?!"tanya Raave pada Gio. Ia sibuk memeriksa berkas di mejanya.
"Ya, Sir. Menyamar sebagai tamu, sudah saya bereskan, bukti juga telah saya serahkan pada Polisi."jawab Gio.
"Oke. Aira?"
"Yes, Mr Raave. Staff khusus kita berjaga di rumahnya!"lanjut Gio.
Drrtttt... Drrtttt... Ponsel sang CEO bergetar. Ia lupa membuka silent modenya.
Pesan masuk,
'Mr Raave, bagaimana kelanjutan uji coba kita?'tulis seorang pria.
Raave mendesah panjang. Terdiam beberapa saat, tampak berpikir sangat dalam. Sebelum akhirnya ia balas,
'Hm, masih kamu berikan yang dulu itu? Atau baru lagi ciptaanmu?'
Balasan segera datang,
'Baru! Saya sudah mengembangkannya sedemikian rupa. Pasti bagus!'
Raave mencengkeram ponsel.
"Ada apa, Mr Raave?"tanya Gio.
"Tak apa-apa, G!"jawabnya lugas. Ia menunduk dalam.
"Mr Raave??" Gio mulai khawatir.
Raave mendongak lagi. Membalas pesan si pria,
'Ya. Tapi jika sampai berefek, aku tak akan memaafkanmu!'
'Baik, Sir!'
Raave membanting ponsel. Merebahkan kepala di atas tumpukan berkas.
"Anda sakit?" Gio bertanya lagi. Memastikan kondisi sang Tuan.
"Tidak."jawab Raave singkat.
Lelaki itu berdiri. Melangkah pelan, Kemudian meneguk air dari lemari es mini. Lalu duduk lagi, fokus pada berkas berkas.
*
Rumah Zii
"Apa?? Tidak Ma, hanya ingin main saja kesana bersama Adnan. Boleh kan?" Zii menghubungi sang Ibu.
Ia mendengarkan, sambil memelintir rambut. Kemudian bicara lagi.
"Okee Mamaaaa... Love you!" diakhirinya pembicaraan. Ia letakkan ponsel di sisi bantal. Tapi sedetik kemudian, ia ambil lagi. Menyentuh panel speed dial.
"Ya, Zii" suara seorang gadis di seberang sana.
"Hai, dear. Aku ingin ngobrol denganmu, aku kesana ya?"
"Oh aku di jalan, aku yang nyamper deh!"jawab Aira.
"Oke honey!" tutup Zii. Call end.
30menit kemudian, Aira sudah memarkir mobil di halaman rumah Zii. Ia matikan mesin, keluar lalu melock mobilnya. Melenggang santai ke pintu.
Zii langsung membukanya, saat Aira akan mengetuk. "Baaaa..!!!" Zii sedikit berteriak. Mengerjai sahabatnya.
Aira tak kaget sama sekali, malah terbahak-bahak. "Ada apa, Neng?" Ia ditarik Zii masuk ke ruang TV, yang menyatu dengan ruang tamu. Rumah Zii tipe 36. Hanya satu lantai. Dua kamar. Ia dapatkan dengan harga miring, karena saat itu kondisinya agak kacau.
Zii merenovasinya sendiri.
"Jadi?" Aira duduk bersila di atas sofa.
"Aku mau pulang kampung, kamu mau ikut ga sekalian?" Zii mengawali cerita.
"Sama Adnan?"
"Iya."
"Ehmmmm...?"
"Adnan mau ngomong sama orangtuaku, Ai." ujar Zii lagi. Memberi clue.
Aira berbinar. "Ooohhh.. Gitu! Ya deh. Aku ikut, nanti aku ke tempat MamaPapa. Terus mampir tempatmu"
"Yaaa, kita saling mampir."
"Adnan sama orangtuanya juga?"
"Lha itu, aku yang belum yakin juga. Katanya iya. Tapi ga tahu pastinya."lanjut Zii. Ia ambil toples kacang mede dari kulkas, juga seteko kecil air sirup markisa. Ia letakkan di meja depan Aira.
"Hmmm.. Kacang mede...!" Aira bersemangat. Mencomot segenggam kacang, lalu Ia masukkan mulut satu persatu.
"Kalo misal sama orangtuanya sekalian, aku bawa mobil sendiri aja, Zii."
"Ga bareng semobil sekalian?"
"Aku sungkan sama orangtua Adnan dong, Zii"
"Eh... Apa kamu ajak Raave? Mau ga dia?"
Aira mendelik. Kaget. Mengangkat bahu. "Aku belum siap ngajak dia ketemu PapaMama, Zii!"
"Aku sendiri aja, sama Bu Wina nanti. Biasanya gitu" Aira berpendapat.
"Kamu ga capek, nyetir sendiri? 4jam lebih lho Ai! Kemarin kamu ambruk kan di Semarang?" Zii khawatir.
Aira mengangguk.
"Makanya kan bareng aja. Kecuali kamu ma Raave ya, mobil sendiri."
"Kita tunggu Adnan aja. Jadinya ma Orangtuanya atau ga! Kalo ga, ya aku bareng, kalo iya, aku tetep bawa sendiri. Aku bilang Raave deh, gampang"janji Aira.
"PapaMama masih belum tahu sakitmu?"
Aira menggeleng.
"Tapi cepat atau lambat pasti akan tahu, Ai. Kamu ga cerita dulu? Baik-baik gitu, jelasin."
"Aku takut mereka pikiran, Zii"
"Ya..pasti, lha tapi gimana lagi. Gimana perkembangannya?"
"Aku belum periksa lagi. Kemarin aku Pas dinner di rumah Raave, ketemu Prue dan orangtuanya."
"Oh iya itu gimana, Ai? Prue?? Orangtuanya??"
"Ternyata ini Dinner sekaligus reuni bareng gitu. Orangtua mereka berteman baik. Dan aku sempat... Keracunan saat itu."
Zii melotot kaget. "Apaa???! Yang bener??!"
"Ya, Rival bisnis Raave!"jawab Aira.
Zii segera memeluk sahabatnya. "Kamu jadi sasaran mereka gitu?"
Aira mengangguk. "Aku sudah pernah menyerah, Zii. Tapi.. Raave memohon padaku.. Dia sampai menangis.. Aku bingung,"
"Sayang, sungguh berat jadi kekasihnya. Kuharap kamu selalu kuat dan sabar. Dia juga sayang padamu, kalo kulihat, Ai."
Aira tersenyum pahit. Menatap sang sahabat. Zii mengusap-usap lengannya. Memeluknya lagi, sekilas.
Kedua sahabat itu mengobrol santai.sambil menikmati kacang mede, kue kering cokelat dan Zii memesankan makan delivery. Gadis itu sama sekali tak pernah memasak. Selalu beli.
"Ga boros beli terus?"tahnya Aira.
"Aku ga bisa masak, Ai"aku Zii, jujur.
"Coba masak apa gitu. Biar bisa masakin anak dan suami nanti. Bentar lagi kan mau jadi Ibu.." Aira mengerling.
"Masak apa?"
"Masak Sayur bening yang gampang. Goreng telur, atau tempe tahu. Banyak di internet, resepnya."lanjut Aira.
"Kalo kamu?"tanya Zii.
"Aku juga ga bisa masak Zii. Tapi yang gampang bisa. Tumisan, bening gorengan. Belajar juga. Bu Wina ngajarin sesekali."
"Kamu enak ada Bu Wina. Lha aku??"
"Itu juga kalo MamaPapa ga maksa aku pakai asisten, aku ga bakal pakai Zii!"
Zii mendesah panjang.
Pesanan Zii datang. Nasi goreng babat dengan telur. Pedas untuknya, tak pedas untuk Aira. "Nostalgia, Ai. Di sini jarang yang jual nasi goreng babat!"
Aira berbinar. "He em. Terus ini?"
"Depan Blok tuh ada. Mau nganterin juga. Aku udah langganan lama di situ" Ia mulai menyendok nasinya, lahap.
Raave calling...
"Ya"
"kamu dimana?"
"di Rumah Zii." Aira mengunyah telur goreng.
"lagi makan?"
"Iya. Kamu udah makan?"
"Hm."
"Udah pulang?"
"Belum. Di kantor. Ada project baru yang harus kuselesaikan."
"Jangan kecapekan ya. Tutup saja kalau kamu sibuk"
"Hm, kamu juga." call end.
Aira menyimpan ponsel. Melanjutkan makan. Mereka menikmati masakan, yang membuat mereka seolah nostalgia ke kota Lumpia.
Gadis itu segera menghabiskan suapan terakhirnya. Minum segelas air sirup, lalu air mineral. Ia pamit pada sahabatnya. Keburu gelap dan suara guntur sudah begitu lantang terdengar.
Zii mengantar sahabatnya hingga masuk mobil. "Nanti calling callingan lagi ya Ai!"
"Oke!" Aira mengangkat jempol, kemudian segera melesat pergi.
Zii kembali ke dalam. Usai membuang sampah ke bak besar di depan rumah, ia bersantai di depan Tv. Menonton tayangan makan makan. Ia yang baru saja makan, ternyata masih gatal ingin ngemil. Mungkin saja karena ada malaikat kecil di rahimnya. Bawaannya mulut harus bergerak.
Gadis itu menyambar sisa kacang mede. Mengudapnya dengan senang sambil menonton Tv. Bersamaan dengan suara air jatuh terdengar.
Hujan di sore hari, bukanlah sesuatu yang buruk. Lumayan untuk relaksasi usai penat sehari penuh bekerja.
Adnan calling...
"Hai.."
"Ya.. Kamu udah pulang Nan?"
"Otewe nih. Mau aku beliin sesuatu?"
"Ga usah. Hujan hujan gini. Kamu langsung pulang aja."
"Gitu? Gak apa-apa?"
"Tentu saja. Tadi Aira kesini, aku ajak dia pulang ke Semarang bareng kita"
"He em, terus?"
"Kamu sama MamiPapi ga jadinya? Keputusan finalnya?"
"Ehmmm... Aku belum tanya mereka lagi Zii, lupa terus. Kuingat deh, setelah pulang ini. Memangnya kenapa?"
"Kalo kamu sama MamiPapi, dia mau bawa mobil sendiri aja. Kalo kamu ga ngajak Ortumu, dia semobil sama kita."terang Zii.
"Hm gitu? Okelah! Sebenarnya aku pengin sama MamiPapi sekalian gitu, biar jelas. Doain aja ya dear, mereka bisa."
"Aku selalu doain kamu, Kita, malaikat kecil ini,"balas Zii, tersenyum.
"Makasih ya Babe, aku tutup ya, di jalan soalnya. Love you!" tutup Adnan.
"Love you too!" call end.
Zii bersandar nyaman di sofa. Masih dengan kacang mede, acara Tv dan suara lembut hujan menemani. Ia usap pelan perut ratanya. "Sayang, jangan rewel ya. Mama harap hingga kamu lahir nanti, kamu selalu jadi anak yang manis. Mama love you!"gumamnya lirih. Tersenyum haru.
Kata Dokter, Zii harus mengurangi makanan pedas. Sebisa mungkin total berhenti dulu, karena di tiga bulan pertama masa hamil, kondisi sedang rapuh rapuhnya. Jika sang Ibu tak menjaga diri dengan baik, dikhawatirkan, janin ikut terpengaruh.
Ia bertekad, sementara waktu, mengurangi kegemarannya makan Seblak merah membara itu, Bakso level setan, atau Aneka keripik Pedas mampus.
Masih kata Dokter, usia Kehamilannya memasuki 5minggu. Ketika periksa bersama Adnan, perempuan itu diberi tambahan suplemen dan vitamin khusus. Agar kandungannya kuat dan sehat.
Zii juga lebih kalem dan tenang. Tak lagi berjingkrak saat mendengar kabar gembira, atau berlari kencang saat ada sesuatu yang mendesak. Bahkan lebih suka hanya tersenyum, daripada bicara panjang lebar seperti biasanya. Ceplas ceplos, cerewet, ceria.
Aira pernah menggodanya, kelak anaknya pasti perempuan, karena Ibunya jadi kalem dan feminin juga anteng. Zii tersenyum lebar seperti biasanya, memperlihatkan gigi.
Urusan pekerjaan, Teman sekantor dan Pimpinannya, memang tak tahu. Ia bekerja seperti biasanya. Toh pekerjaannya tak berat, karena seorang Manager. Walau tak bisa dihindari juga, di waktu waktu tertentu, perut yang bergolak mual membuatnya berulang kali ke toilet.
Beruntungnya, Ia punya ruangan sendiri dengan toilet di dalamnya. Jadi tak perlu khawatir, temannya atau Staff lain tahu, Ia bolak balik toilet.
Miss Prue calling...
"Ya, Miss.."sapa Zii ramah.
"Hai, Zii.. Terima kasih sudah membantuku menyelesaikan pekerjaan tadi."
"Sama-sama, Miss. Sudah tanggung jawab saya"
"Zii, aku ingin tanya sesuatu. Tapi tolong jawab jujur!" Prue terdengar kepo.
"Tentu, Miss" Zii mulai berfirasat tak bagus.
"Saat aku Dinner bersama Raave di kediamannya, aku melihat Aira, sahabatmu. Ada diantara para tamu. Benarkah memang dia datang?"tanya Prue, tanpa basa-basi.
"Ya, sebagai tamu undangan, Miss. BookShop juga salah satu relasi Pranaja Tech."jawab Zii apa adanya. Namun jantungnya berdebar tak karuan.
"Oh, I see. Benar jika begitu. Tapi nampaknya Raave tak menyapanya Zii. Aira tak cerita apa-apa?"
'Kepo bener ini cewek!'gerutu Zii dalam hati.
"Dia hanya cerita, jika dinner di Kediaman Pranaja, begitu saja, Miss."jawab Zii.
'Lagipula, Prue, jika dia cerita apapun, aku tak akan menceritakannya padamu!!' rutuknya lagi, dalam hati.
"Oh.. Kukira dia curhat padamu. Aku seperti merasa, Ehmmm.. Raave dekat dengan Aira. Yaaaa. Begitulah. Hehe.." Prue berspekulasi.
Zii terkekeh, yang tentunya tak bisa dilihat Prue. 'Aira adalah kekasih Raave Pranaja, Prue yang maniiiss... 'batinnya, geli.
*