"Ai, Adnan sama MamiPapinya sama Om juga. Gimana?" Zii mengabari Aira pagi itu, Ia sedang bersiap ke kantor.
"Waahh.. Resmi sekalian gitu?"Aira menanggapi.
"Ya, setengah formal gitu."
"Aku bawa Bebe ajalah, Zii. Sama Bu Wina nanti."ujar Aira lagi.
"Ga ngajak Raave?"
"Ehmmm... Dia sibuk ga ya? Aku tanyain dulu deh, nanti."
"Eh Ai, tahu ga. Miss Prue lihat kamu, waktu Dinner di rumah Raave kemarin itu!" Zii setengah berbisik.
Aira tertawa kecil. Tak aneh, Prue melihatnya. Ya, karena perempuan itu memandangi semua tamu dengan cermat.
"Hm, terus apa tanggapannya?"
"Dia tanya apa memang bener kamu, terus dia pikir kamu deket ma Raave! Hahah.. Aku geli sendiri" Zii terkikik.
"Gitu ya. Bilang aja iya Zii, memang aku deket kan."lanjut Aira.
"Aku bilang memang kamu datang, karena kamu relasi Raave juga. Dia ga tanya, Ai. Biarinlah, Tahu sendiri, bahwa sahabatku ini kekasih si lelaki tampan" celetuk Zii.
"Ya, terserah kamu, Zii.. Hehehhh..." Aira tergelak.
"Ya udah Dear, aku mau ke kantor. See you.." tutup Zii.
"Oke!" call end.
Prudence Construction
Zii melangkah anggun ke ruangannya, sambil membalas sapaan para Staff yang menunduk hormat, sepanjang perjalanan.
Ia buka pintu perlahan. Merapikan meja, mulai membuka notebook. Sebelumnya, Ia letakkan tasnya di meja kecil belakang kursi.
Tok..tok..
Staff umum masuk, seorang gadis muda, manis, tinggi, berkulit sawo. Membawakan nampan berisi secangkir teh hangat. "Pagi, Mba Zii. Tehnya.."sapanya ramah.
"Pagi juga, Rin. Kok kamu yang antar teh, Rin?"balas Zii.
"Iya Mba, Arga belum datang, telat katanya, macet. Oh, Anda di panggil Miss Prue, Mba."beritahu sang Staff. Arga, Office Boy kantor Zii.
Zii mengangguk, tersenyum. "Terima kasih ya Rin."balas Zii. Membawa setumpuk map aneka warna kemudian berjalan keluar.
Ia melenggang ke ruangan CEOnya itu. Hanya beberapa langkah saja.
Zii berhenti di depan pintu putih, berhias ukiran warna-warni. Mengetuknya pelan.
"Yaaa..!"sahutan dari dalam, membuatnya segera membuka pintu.
"Pagi, Miss Prue."sapa Zii. Tersenyum. Prue yang duduk di kursi empuknya, sedang bicara dengan seseorang nampaknya.
"Duduk dulu. Raave!"bisik Prue, menunjuk sofa di depannya. Sambil menutupi ponsel.
Zii duduk, sedikit menguping. Ia buka map. Berpura-pura mengecek berkas di dalamnya.
"Kamu sudah sarapan Raave?"tanya Prue dengan suara manja.
"Kenapa jawabanmu selalu begitu??! Hm, Ya, tidak! Tidak bisa lebih panjang sedikit??" Prue sedikit meninggikan nada suara. Tapi masih manja.
Zii ingin tertawa, tapi ditahan. Ia melihat, jika bersama sahabatnya, Raave selalu bercerita. Memperhatikan Aira, atau sekedar bertanya masalah kecil. Ia paham. Karena beberapa kali mereka nobar, Raave selalu ikut.
"Oh Raave, bagaimana kalau kita Dinner lagi, berdua saja? Eh MamaPapamu sudah balik ke Jepang?"tanya Prue.
"Belum,Yes, kita Dinner di rumahku? Sama Mom and Dad juga!"saran Prue, terlihat antusias.
Entah apa jawaban sang lelaki di seberang sana. Ekspresi Prue tak berubah, jadi Zii tak bisa menilai. Ia menunduk lagi.
Sejurus kemudian, Prue tersenyum, "Kamu mau??!!" Ia hampir memekik kegirangan.
Zii menelan ludah. Mendelik diam-diam. Lalu bernafas dalam.
"Oke, Dear. See you!"tutup Prue.
Namun sedetik kemudian, Ia kaget. "Kenapa aku tak boleh memanggilmu Dear, Raave??"
"Maaf, maaf. Oke" Prue sepertinya tak masalah, masih dengan senyum lebarnya. Ia mengalihkan pandangan pada Zii yang menunggunya.
"Jadi Zii..."
"Ya Miss.. " Zii berniat tak bertanya apa-apa, dan tak ingin tahu apa-apa. Jadi ia langsung membicarakan masalah pekerjaan.
Prue masih mengulas senyum bahagia. "Miss... Bisa saya mulai?"sela Zii tak sabar.
"I-iya Zii. Maaf. Aku terlalu senang. Raave menerima ajakanku untuk Dinner di rumah kami!" ujar Prue. Sedikit pamer sepertinya.
Zii tersenyum sopan, "Wah, selamat bersenang-senang, kalau begitu Miss." Ia menunjukkan wajah ikut senang.
Prue semakin tak bisa menyembunyikan wajah sangat bahagianya.
"Jadi, saya sudah mengecek semua database klien kita, dan merangkumnya jadi satu. Seperti permintaan Anda, bisa dicek lagi, Miss." Zii menyerahkan semua map yang dibawanya, mendorongnya perlahan ke depan Prue.
Prue terlihat bengong. Bibirnya masih membentuk senyum.
"Miss Prue..?!!"panggil Zii agak keras. Menatap sang Pimpinan.
Zii mendesah pelan. "Nona Prudence!!"Ia sedikit berteriak.
Prue tampak kaget, menyelipkan rambut di belakang telinga. Tersenyum malu pada Zii. "Maaf Zii..
"Sepertinya saya pergi saja, karena ada yang sedang berbunga-bunga.. Permisi Miss Prue." goda Zii, mengulas senyum sopan. Berdiri.
Prue menunduk, semakin malu. "Ya, Zii. Terima kasih!"balasnya pelan.
Zii melangkah keluar dari ruangan sang CEO, menutup pintunya pelan.
Ia kembali ke ruangannya. Dengan berdebar-debar.
Ia menghempaskan diri di sofanya. Menopang dagu. Menyesap teh yang sudah dingin. Sambil mengutak atik ponsel.
"Hai, Ai..."
"Ada apa, Zii? Tumben jam kerja, telepon?"tanya Aira heran.
"Miss Prue ngajak Raave dinner, sama keluarganya. Katanya, Raave menerima ajakannya!" Zii seolah melapor pada sahabatnya.
Aira tergelak pelan.
"Malah ketawa!!"
"Zii, ya biarin aja. Masak aku kamu suruh bilang, "Jangan Raave!! Ga boleh!" kan ga mungkin Ziianitaaa...!"balas Aira, kalem.
Zii bernafas panjang. "Kadang aku ga ngerti jalan pikiranmu, Ai." Ia celingak-celinguk, mengawasi jika ada yang menguping mungkin.
Kosong. Tak ada siapa siapa di sekitar ruangannya. Ia kecilkan sedikit suaranya.
"Aku santai Zii. Kamu jangan pusing. Terima kasih banget. Kamu udah beritahu dan khawatir padaku. Makasiiihh banget. Aku sayang kamu. Aku percaya Zii, jika memang aku berarti untuk lelaki itu, dia akan kembali padaku."jelas Aira, panjang kali lebar.
"So, take it easy. Kamu jangan khawatir. I'll Be fine. Okay, My Beloved sister?"ujar Aira. Mengungkapkan betapa sayang Ia pada sahabatnya itu.
Zii luluh, Ia berkaca kaca. "Okay. I'll trusted you. Aku juga menyayangimu, Aira Harsena Lou. Kalau kamu bahagia, tentu saja aku juga bahagia. Yaahh.. Mari kita teruskan pekerjaan Ai..!! Semangatt..!!" Teriaknya rendah.
"Okay, Dear! Semangatt..!!!"tutup Aira. Call end.
Zii kembali ke kursi kerjanya. Menekuri notebook lagi. Fokus lagi. Kerja lagi. Pekerjaannya banyak, mengeceki klien, lalu jalannya project dan segala tetek bengeknya. Cukup memusingkan, namun Zii perempuan pintar. Dengan mudah bisa menghandlenya, dalam waktu yang bisa dibilang singkat.
Oleh karena itu, Prue, sang CEO terkesan, lalu memberinya kenaikan jabatan. Menjadi seorang Manager Pemasaran. Pimpinannya itu percaya, dibawah tangan Zii, Prudence Construction bisa lebih berkembang lagi.
Zii malah tak terlihat senang, kala sang CEO mengumumkan kenaikannya itu. Ia berekspresi datar saja. Seperlunya. Karena pastinya, semakin besar jabatan, semakin banyak tanggung jawab.
Prue bukan wanita pemarah, namun saat dia benar-benar emosi, dia bisa langsung memecat Staff yang memang mengecewakannya. Tak mempertimbangkan, bahwa si Staff bekerja sudah hampir satu dekade di Perusahaan.
Zii bekerja cepat dan tepat.
Adnan calling...
"Hai, babe!"sapa lelaki itu.
"Hai juga, Nan"
"Sibuk?"
"Iya nih, numpuk! Kamu ga sibuk, kok telepon?" Zii heran.
"Ya, ga terlalu. Mau makan siang bareng nanti?"ajak Adnan.
"Boleh!"
"Aku beliin kamu vitamin nih. Khusus Bumil. Sudah tersertifikasi resmi dan aman!"
"Makasih babe. Nanti, aku dijemput kan?"
"Pasti dong, Calon istriku, sayang...hehe!"bisik Adnan.
Zii tergelak pelan. Sedikit terhibur, di tengah penatnya pekerjaan. Ia mengulas senyum lebar. Berbincang sebentar dengan lelaki itu, lalu mengakhiri pembicaraan. Karena mendadak Adnan ada tamu.
Sahabat Aira itu, bekerja lagi. Hingga suara ribut mengalihkannya. Beberapa orang berlari melewati ruangannya. Senyum mereka sungguh lebar. Penasaran, Ia berdiri dan melangkah, membuka pintu, mencari tahu.
Ia hentikan salah seorang Staff. "Ada apa, sih?"
"Mr Raave akan meeting sama Miss Prue di aula, Mba Zii. Hehe.. Oh tampan sekali dia hari ini..!!"jawab sang Staff, seolah tergila gila dengan sosok CEO Pranaja Tech itu.
Prue menghubunginya.
"Zii, meeting dadakan.. Dengan Pranaja Tech. Lima belas menit lagi.!" suara Prue terdengar tak biasa.
"Baik, Miss!"jawab Zii sekenanya.
Zii bergegas. Notebook, pulpen, agenda. Beberapa berkas penting Ia bawa. Berjalan cepat keluar ruangan. Menuju Aula di lantai yang sama. Hanya letaknya di paling ujung.
Ia masuk ke aula dan mendapati Raave telah duduk di kursi Pimpinan. Wajahnya gelap dan muram. Gio di belakangnya, siaga. Tersenyum pada Zii yang lewat.
"Mr Raave.."sapa Zii, berusaha sopan.
"Ya, Zii"jawab Raave, suaranya berat. Tanpa menoleh.
Zii memperhatikan, beberapa Manager menyapa Raave, dan hanya dibalas anggukan samar oleh lelaki itu. Dia tersenyum. Senang. Raave membalas sapaannya, karena dia sahabat Aira. Ia mengambil posisi di tengah.
"Dimana CEO kalian??!!"Tanya Raave emosi.
"Maaf Mr Raave... Saya di sini!" Prue tergopoh gopoh datang. Membawa map dari Zii dan notebooknya. Duduk segera di samping lelaki yang kelihatan marah itu.
"Oke, sudah lengkap. Langsung saja! Miss Prue, Project baru Anda, sudah sampai dimana perkembangannya??!"tanya Raave, menatap Prue dalam.
"Kami sudah mendapatkan tempat, strategis dan pasti bagus. Tinggal pematangan rencana pembangunannya, Sir!"jawab Prue, takut.
"Hm, dimana tempatnya??" Raave semakin muram.
"Di Wilayah Semarang Kota, Sir. Sangat strategis sekali. D3kat dengan pusat kota, tempat ibadah, dan..
"Dan sebenarnya sudah milik orang lain, namun kamu memaksa mengambilnya..??!!!"balas Raave, menatap tajam Prue.
Semua Staff menunduk taKut. Kecuali satu orang, Zii. Ia mengerutkan alis. Muram. Bukan dia yang mengurusi detailnya, namun Manager Operasional.
"Oh.. I-itu bi-bisa saya jelaskan, Mr Raave!"jelas Prue tergagap. Bingung.
"oke jelaskan!"tantang Raave.
"Ya, itu memang sebelumnya sudah dibooked... orang lain. Saya cari yang lain, Namun setelah saya berkeliling, tak ada yang strategis selain tempat itu."
"Jadi saya temui pemiliknya, menawarkan harga yang lebih tinggi. Dan langsung deal."
"Menurutmu itu cara yang benar? Merebutnya dari orang lain??!!"sergah Raave. Menggeram.
"Siapa cepat, dia dapat, Mr Raave!"balas Prue, tersenyum puas.
Raave tersenyum miring. "Hm, begitu ya, caramu... " Ia menggantung kalimat, melipat tangan di depan dada. Bernafas sangat dalam. Bicara lagi, suaranya lantang dan mantap.
"Kalau begitu, kuhentikan pendanaan untuk project ini!!"
Semua orang terbelalak ngeri. Termasuk Zii kali ini. Tak percaya. sebegini emosinya, Raave. Sebenarnya bagaimana cerita lengkapnya? Ia penasaran dan bingung. Bertanya-tanya. Menebak-nebak. Sayangnya, tak teraba.
Gio berekspresi biasa, sedikit menyeringai, nampaknya. Zii tak sengaja memperhatikan.
Prue mematung. Kaget, muram, tampak kecewa. Bingung, linglung. Semua bersatu padu. Ia tatap Raave tak percaya.
Sang lelaki tampak santai. Senyumnya sungguh sangat menghipnotis. Membuat Prue dibuat jatuh bangun karenanya. Memaksanya membayangkan sang pemilik senyum setiap malam, mengingatnya diam-diam. Antara yakin dan tak yakin, bisakah Ia merebut hati, lelaki tampan ini?
To be continued...