Chereads / THE CEO Is MY ROMEO / Chapter 64 - ROSEANNE PRANAJA

Chapter 64 - ROSEANNE PRANAJA

Yarwood Avenue House, Singapore ( jam 5sore)

"Kau sudah pulang?" Rose, bertanya sambil memperhatikan kuku tangannya. Cantik dengan aneka hiasan glitter dan sequin mini.

"Otewe. Tumben Kak. Ada apa?"jawab lelaki di seberang sana.

"Hanya ingin mengobrol saja. Aku ingin cerita sesuatu."jawab Rose. Meniup lembut si kuku. Rupanya masih agak basah. Baru saja Ia olesi Top Coat bening.

"Hm. Kau sedang apa? Bagaimana butikmu?"tanya si lelaki lagi.

"Semua berjalan bagus, Raave. Butikku maju pesat. Minggu depan, aku ada Fashion Show di Paris, Perancis. Yaa.. Nail Paintingku juga lumayan. Hanya saja..." kalimatnya terhenti. Ia berdiri. Melenggang anggun menuju ranjang.

Gaun tidur satinnya ikut berkibar. Ia kibaskan rambut panjang indahnya ke belakang. Duduk manis di tepi ranjang, sambil menyilangkan kaki.

"Ada apa, Rose?? Masalah?"tanya Raave, adik lelaki satu satunya.

"Sedikit."

"Apa itu? Apa yang bisa kubantu? Coba kutebak. Rey?"

"Kau benar-benar adik kandungku!!"

"Heii..!! Bicara apa kau! Tentu saja aku adikmu, kakak Rose yang cantiiikk.."canda Raave.

"Aku senang, kau sudah lebih ceria begini, dude!"komentar Rose, gembira.

"Memangnya dulu aku gimana, Hm?"

"Kau selalu tampak serius, tegang. jadi saat kita bertemu, aku takut jika ingin mengajakmu bercanda." aku Rose, apa adanya. Terkikik.

"Hahahahhh... Sorry for that."

"Apa ini karena seseorang, Raave??"tanya Rose lagi, menyelidik.

Hening. Raave diam. Pun Rose. Terdengar helaan nafas dalam.

"Miss Roseanne, ya.. Mungkin bisa dibilang begitu. Tapi tak yakin juga." Raave bicara akhirnya.

"Tak yakin bagaimana? Kamu yang menjalaninya! Kenapa bisa tak yakin?"

"Heii Rose.. Tadi kau bilang ingin cerita. Lalu kenapa, topiknya berubah,Hm? Jadi malah aku?" Raave menggerutu.

Rose tergelak. 'Cukup menghibur juga adik lelakiku ini!'batinnya geli.

Perempuan cantik itu berdiri lagi, mengambil jus dari kulkas mini kamar mewahnya. Meneguknya, lalu membawanya, ia letakkan di meja nakas.

"Aku melihat Rey bersama perempuan lain!" Kata-kata yang sebenarnya berat Ia ucapkan, terlontar juga dari mulutnya. Apalagi lawan bicaranya adalah adik lelakinya sendiri. Yang mudah tersulut emosi, kala keluarganya bermasalah seperti ini.

"Sudah kau selidiki siapa dia?"tanya Raave, berusaha tenang.

"Sudah."

"Hasilnya?"

"Ya, katanya Relasi perempuannya. Dari Indonesia juga. Pemilik Butik khusus Batik di Jakarta. Tapi kelihatannya mesra."cerita Rose.

Ia naik ke ranjangnya yang berukir, dengan warna champagne itu. Bersandar di kepala ranjang, dengan bantal sebagai alas punggung.

"Kau mau aku selidiki lagi, secara detail?"

"Raave... Apa mungkiinn, dibatalkan saja rencana ini. Aku tak lagi yakin." Rose mendesah panjang. Seolah lelah.

"Heiii.. Rose!! Apa maksudmu?" Raave terdengar shock.

Perempuan 32 tahun itu memasang handsfree. Agar tak perlu memegangi ponsel. Ia usap genangan di sudut mata yang siap jatuh.

"Batalkan saja, pernikahan ini, Raave!"gumamnya, pilu.

"Tenanglah, Kak! Jangan membuatku khawatir. Jangan menangis, okay?! Dengarkan aku. Aku akan lacak sedetail-detailnya mengenai mereka, dengan tekhnologi Pranaja. Kau tenang. Jangan buat keputusan di saat begini!" Raave berusaha menenangkan sang kakak. Ia sendiri sudah sedikit resah. Namun bisa ditahan.

"Oh terima kasih, dear. Kau begitu bijak sekarang. Kata-katamu... Ah.. Thanks my young brother."

"Jangan cerita Mom sama Dad ya Raave! Please!"pinta Rose. Sudah lebih tenang.

"Oke. Tapi kau juga tenang. Tak usah kau pikirkan. Fokus saja pada Butikmu. Juga bisnismu yang lain. Siapa nama perempuan itu?"ujar Raave.

"Ya, namanya? Ehmm... Mozza"jawab Rose. Tersenyum.

"Oke. Kau istirahatlah Rose. Aku akan mengurusnya dari sini."tutup Raave.

"Hm. Thanks Raave!" call end.

Roseanne Pranaja, kakak perempuan satu-satunya Raave Pranaja. Tuan dan Nyonya Pranaja memang hanya punya seorang putra dan putri.

Roseanne menetap di Singapore. Menjalankan bisnis Butik dan Nail Painting yang maju pesat. Apalagi Singapore adalah salah satu Negara maju setingkat US, fashion menjadi hal utama yang dikedepankan.

Ia merintisnya dengan bantuan sang Ayah awalnya. Namun semakin hari semakin pesat, dalam waktu tiga tahun lebih sedikit, Ia sudah mampu berdiri di atas kaki sendiri. Flashback on,

Awalnya, Ayah dan Ibunya memberinya posisi di Pranaja Tech. Tapi Ia tolak dengan keras. Karena bukan bidangnya sama sekali. Ia tak berminat. Tak tertarik.

Alhasil, perempuan dengan tinggi 165cm itu Melanjutkan sekolah lagi. Dengan pengkhususan di bidang fashion. Passionnya sejak lama. Cita-cita juga impiannya sedari kecil.

Berhasil menamatkan gelar S2nya di salah satu kampus fashion terbaik di London, Rose mulai merintis bisnis butik mandiri.

Ia mulai di London, namun kurang berkembang. Lalu Dicobanya di Sydney, Aussie. Ia memang suka berpetualang. Tak maju juga. Malah rugi. Di sinilah sang perempuan bertemu Rey. Lelaki yang kemudian dekat dengannya.

Rey yang asli dari Singapore mengajak Rose ke Negaranya.

Akhirnya Ia membangun lagi bisnis fashionnya di Negeri Merlion itu. Tak mudah. Menghadapi rival bisnisnya yang bukan satu dua orang. Namun puluhan.

Rose tetap sabar dan penuh keyakinan. Perlahan tapi pasti, Butiknya mulai berkembang. Dan dalam waktu tiga tahun, Roseanne Pranaja merupakan salah satu Designer dan pemilik Butik terkemuka di Singapore. Salah satu wanita paling berpengaruh di bidang Fashion.

Dan Rey, adalah lelaki dan salah satu orang terdekatnya yang jadi saksi. Betapa tak gampang perjuangannya, membuat dirinya sendiri diakui di mata dunia.

Mereka menjadi sepasang kekasih, setelah sekian lama saling memendam perasaan. Hingga saat ini.

Masing-masing keluarga telah saling mengenal. Dan rencana peresmian hubungan ke tahap lebih serius, telah ada di depan mata.

Hingga Suatu hari, Rose melihat dengan matanya sendiri, sang lelaki, Rey makan siang dengan seorang perempuan cantik. Tampak dekat dan akrab.

Rose yang cemburu, menghilang begitu saja dari Rey. Tanpa kabar. Lelaki itu kelimpungan mencari sang perempuan. Hingga jatuh sakit.

Rose tetap tak peduli, Ia berdiam di Villa pribadinya. Jauh dari kota.

Ponsel ia matikan, semua alat komunikasi tak aktif.

Pembicaraan sesaat dengan Rey, kala lelaki itu berhasil menghubungi Rose, perempuan itu hanya relasi sekaligus teman lama Rey. Tak ada hubungan apa-apa.

Rey berusaha meyakinkan kakak Raave itu. Agar mempercayainya.

Rose luluh, tapi masih tak begitu tenang juga. Akhirnya ia bercerita pada sang adik lelaki. Flasback end

Rose pakai coatnya, kemudian keluar dari kamar. Berjalan ke dapur, membuka kulkas dan mengeluarkan satu box kecil ice cream. Ia nikmati sambil bersantai di halaman belakangnya yang asri.

Masih belum terlalu gelap, sedikit awan putih walau tertutup oleh awan kelabu. Bukan lagi Rey yang memenuhi pikirannya. Tapi Raave, si adik lelaki yang berubah, beberapa waktu belakangan ini.

Lebih ramah, banyak bicara, juga sudah bisa diajak bercanda. Lebih menyenangkan menurutnya.

"Siapa seseorang yang membuatmu jadi seperti ini, adikku sayang??"bisiknya lirih. "Aku akan sangat berterima kasih padanya!"

Langit sudah sepenuhnya gelap, Rose masuk. Beberapa asisten yang sedang membersihkan meja makan, menyapanya sopan.

"Nona, Mau dinner sekarang?"tanya salah satu asistennya.

"Nanti saja, Bi!" Ia masukkan box bekas es krim ke tabung sampah. Lalu melepas coat, menggantungnya di tangan, sambil melangkah ke kamar lagi.

Jujur saja, seharian ini, ia seperti orang linglung. Butiknya sudah aman terkendali, juga Nail Painting. Di rumah? Ia hanya menonton TV, sesekali membalas email relasi dan partner yang bertanya masalah fashion. Berkonsultasi.

Lalu jika sahabatnya tak mampir, ia makan cemilan sambil menelepon Sang Ibu. Bercerita apa saja.

"Hai, sayang..." suara sang Bunda begitu lembut menyapa.

"Hai juga Mom. Lagi apa, by the way? Sibuk?"

"Ah mana mungkin sibuk, Rose. Hahaha.. Mommy sedang ngobrol dengan Daddymu. Kamu sendiri?"

"Lagi santai juga. Ehm, boleh aku tanya sesuatu, Mom?"

"Apa itu? Serius sekali kedengarannya?"

"Adik lelakiku sudah banyak berubah sekarang. Apa Mommy sadar?"

"Oh itu. Ya memang. Sudah beberapa waktu ini. Kenapa sayang?"

"Apa ini karena seseorang, atau apa?"

Terdengar sang Ibu tertawa kecil.

"Maybe yes, honey. Mommy juga agak tak yakin, tapi benar nampaknya."

"Aku pernah mendengarnya bicara pada seorang perempuan saat di sini kemarin. Terdengar lumayan mesra, Mom. Mommy tahu sesuatu?"

"Hm.. Begitu ya. Ada seorang gadis yang dekat dengannya. Beberapa bulan ini. Pernah dikenalkan Mommy dan Daddymu. Orangnya manis. Simple, sopan juga."cerita Nyonya Pranaja.

Rose tersenyum senang. "Oh ya?? Siapa dia, Mom?"

"Namanya Aira. Saat Mommy pulang sebentar ke Indonesia kemarin, Mommy mengadakan Dinner bersama teman-teman. Dia datang, dan mirisnya, Mommy lupa. Jadi dia menunggu. Dua jam sayang!! Malah akhirnya dia diracuni oleh rival bisnis Adikmu"cerita sang Bunda.

"Oh GOD! Benarkah??" Rose kaget, mengerutkan alis. Ikut bersimpati.

"Iya. Mama ikut menengoknya di Rumah sakit. Adikmu menungguinya hingga gadis itu sehat lagi"

"Hm ya, aku mengerti Mom. Oh lalu yang pernah bertemu denganku dulu. Siapa ya? Ehm...?"

"Anne?"sahut Nyonya Pranaja.

"Dia mengejar Raave. Dan Mom dengar dari Gio kemarin, dia menyuruh orang menculik Aira. Menghajarnya. Karena dia tahu Raave saat itu baru saja. Padahal baru saja dekat dengannya. Oh Mom tak habis pikir. Aira seperti jadi sasaran"

"Ya Tuhan Mom. Aku melewatkan banyak hal soal Adikku sendiri!" Ujar Rose sendu.

"Tak usah dipikirkan Rose. Dia adikmu. Selamanya akan jadi adikmu. Toh kamu juga sibuk, dia apalagi."

"Lalu, sekarang mereka bagaimana?"

"Apa? Anne dan Raave??"

"Iya."

"Tentu saja, Raave marah besar. Ia memblokir semua fasilitas Anne, lalu menyuruh anak buahnya menghajarnya juga. Ini juga kata Gio."

Kedua ibu dan anak itu cerita panjang lebar. Menceritakan perubahan pada seorang lelaki yang merupakan putra bagi Nyonya Pranaja, dan Adik bagi Rose.

Rose mengakhiri bicaranya, setelah puas mendapat info dari sang Ibu.

"Hm. Aira... Kapan aku bisa bertemu denganmu?"gumamnya, tersenyum. Berharap. Ia mainkan ponselnya.

Rose melangkah ke ruang makan nan luas di kediamannya. Dengan elemen serba kayu yang hangat. Dipadukan lampu-lampu kristal kegemarannya. Yang cantik menghiasi sudut ruangan.

Rose duduk di salah satu kursi. Mulai makan malam. Seporsi Raviolli Tomat dan bayam., Ayam panggang saus Jamur. Sebotol penuh infused water aneka buah.

Ia menjalani diet karbo, jadi tak makan nasi. Hanya roti, kentang, pasta. Dalam porsi kecil. Menjaga tubuhnya tetap ideal. Lebih senang makan buah dan protein. Ayam, ikan yang diolah bersama sayur-mayur.

Selesai makan malam, Rose kembali mengecek email. Lewat notebook di ruang kerjanya. Beberapa email baru dari sang Adik, Raave.

Berisi beberapa foto. Dan audio. Juga Screenshot pesan singkat dari aplikasi chatting.

Intinya, memang tak hubungan apa-apa antara Rey dan si perempuan bernama Mozza ini.

Sebatas teman baik. Rey menolak ajakan Mozza untuk sekedar jalan-jalan bersama temannya, dan penolakan penolakan lainnya.

Rose tersenyum lega. "Terima kasih Raave!"gumamnya. Senang.

*